Kewaspadaan dan Kedisiplinan di Masa Euforia Lebaran
Mudik ke kampung halaman saat Lebaran menjadi pilihan ”wajib” bagi perantau setelah dua tahun terakhir dilarang pemerintah. Kepatuhan protokol kesehatan menjadi wajib dilakukan di tengah situasi pandemi.
Masa Lebaran tahun 2022 ini berpotensi besar memicu euforia sebagian besar masyarakat Indonesia. Kebijakan pemerintah yang mulai melonggarkan persyaratan perjalanan lintas daerah akan menstimulasi lonjakan pergerakan masyarakat secara signifikan.
Larangan mudik pada dua masa Lebaran sebelumnya membuat kebijakan pelonggaran saat ini bagaikan oase yang dinanti banyak orang. Pulang kampung menjadi pilihan ”wajib” yang akan dilakukan oleh sebagian para perantau sehingga Lebaran kali ini disinyalir penuh dengan luapan sukacita. Oleh karena itu, kewaspadaan dan kedisipilinan menjadi kunci penting dalam melindungi keselamatan berbagai pihak.
Pulang kampung menjadi pilihan ”wajib” yang akan dilakukan oleh sebagian para perantau.
Berdasarkan survei potensi pergerakan orang selama masa Lebaran tahun 2022 yang dilaporkan dalam Rencana Operasi Angkutan Lebaran Tahun 2022 Bidang Transportasi Darat, Kementerian Perhubungan menunjukkan keinginan masyarakat untuk pulang kampung sangat besar.
Pada survei pertama yang dilakukan pada Februari 2022 ketika belum ada kebijakan penghapusan tes swab atau PCR bagi pelaku perjalanan menunjukkan, potensi pergerakan nasional mencapai kisaran 55 juta orang.
Angka ini sangatlah besar karena sepertinya masyarakat sudah relatif sulit terbendung keinginannya untuk pulang kampung meskipun dengan konsekuensi harus mengeluarkan biaya ekstra untuk tes anti-Covid-19 sebagai syarat perjalanan.
Gayung bersambut, hasrat pulang kampung tersebut menjadi kian besar lagi ketika pemerintah meloggarkan sejumlah aturan perjalanan. Pada survei kedua Maret 2022, ketika pemerintah sudah menyatakan menghapus aturan tes swab/PCR, jumlah pergerakan masyarakat melonjak semakin tinggi.
Diperkirakan potensi pergerakan masyarakat selama masa Lebaran tahun ini mencapai 79,4 juta orang atau meningkat hampir 25 juta orang dari survei sebelumnya.
Sumber utama asal pergerakan masyarakat itu berasal dari Jawa Timur sekitar 17 persen, Jabodetabek 16,4 persen, Jawa Tengah di kisaran 14 persen, dan Jawa Barat 10-an persen. Angka estimasi ini kemungkinan besar akan semakin meningkat lagi menjelang masa Lebaran, akhir pekan ini.
Laporan dari Jasa Marga menunjukkan, hasil survei Litbang Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan ini menggambarkan potensi pergerakan nasional masa Lebaran diperkirakan mencapai 85,5 juta orang.
Peningkatan pergerakan tersebut mengindikasikan bahwa pelonggaran kebijakan itu menjadi kunci psikologis yang penting bagi sebagian masyarakat untuk tenang dan nyaman dalam melakukan tradisi pulang kampung.
Tidak seperti masa-masa dua tahun sebelumnya, yakni kegiatan pulang kampung harus dilakukan secara terselubung atau ”kucing-kucingan” dengan petugas karena menghindari penyekatan jalur mudik.
Dengan pelonggaran aturan itu, sejumlah antisipasi harus dipersiapkan pemerintah dengan baik karena kemungkinan besar euforia tersebut akan mendorong munculnya sejumlah dampak yang dapat mengancam keselamatan masyarakat.
Baca juga: Ganjil Genap hingga GT Palimanan, Polresta Cirebon Antisipasi Kepadatan di Pantura
Dampak
Pertama, adanya lonjakan perjalanan di sejumlah moda transportasi, baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum, sehingga perlu mekanisme pengaturan yang menjamin kelancaran dan keselamatan dalam perjalanan.
Dari semua jenis moda transportasi, kendaraan darat merupakan jenis transportasi yang paling banyak digunakan para pemudik. Sekitar 61 persen pemudik atau sekitar 49 juta orang akan melakukan perjalanan menggunakan transportasi darat berbasis jalan raya yang terdiri dari mobil pribadi, sepeda motor, dan bus.
Lonjakan perjalanan ini berpeluang besar memicu arus kendaraan yang sangat padat, baik itu di jalan tol maupun jalan-jalan umum. Selain itu, memicu munculnya fenomena sejumlah angkutan ilegal dan terminal bayangan yang tidak dikontrol oleh pemerintah sehingga rawan merugikan konsumen.
Kedua, adanya tunjangan hari raya yang diperoleh para pekerja, baik instansi pemerintah maupun swasta, sehingga menjadi ceruk ekonomi yang dapat mengakselerasi peningkatan belanja masyarakat di daerah. Termasuk belanja di sektor jasa pariwisata akan mendorong padatnya lokasi-lokasi tujuan wisata di daerah. Pemerintah daerah dan pihak keamanan setempat harus mengatur mekanisme lalu lintas demi kelancaran arus wisatawan.
Lonjakan perjalanan ini berpeluang besar memicu arus kendaraan yang sangat padat, baik itu di jalan tol maupun jalan-jalan umum.
Ketiga, adanya potensi penularan wabah Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa daerah tujuan utama pemudik di wilayah Pulau Jawa masih berada pada fase pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level tiga.
Level ini menunjukkan bahwa angka kasus terkonfirmasi virus korona di wilayah bersangkutan berkisar 50-100 orang per 100.000 penduduk dalam satu minggu. Jumlah pasien rawat inap 10-30 orang per 100.000 penduduk dengan angka kematian 2-5 orang per 100.000 penduduk.
Dengan kriteria ini, pemerintah memberlakukan sejumlah aturan, seperti pembatasan jam kegiatan dan kapasitas di sejumlah sektor kegiatan. Dengan longgarnya aturan perjalanan mudik ini, daerah-daerah yang berada pada level PPKM tersebut harus tegas dalam menerapkan sejumlah aturan. Pasalnya, berpotensi besar mendorong munculnya kluster-kluster baru penularan wabah.
Meskipun capaian vaksinasi korona tahap satu dan kedua masing-masing secara nasional rata-rata sudah lebih dari 50 persen, tetap saja kewaspadaan dan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan harus diutamakan. Pemerintah berwenang untuk menegakkan kedisipilinan tersebut, terutama di daerah-daerah yang level PPKM-nya masih berada di tingkat tiga.
Pemerintah berwenang untuk menegakkan kedisiplinan tersebut, terutama di daerah-daerah yang level PPKM-nya masih berada di tingkat tiga.
Di seluruh Pulau Jawa, setidaknya ada 33 kabupaten/kota yang saat ini masih PPKM-nya berada di level tiga. Daerah terbanyak yang memiliki PPKM level tiga adalah Jateng. Jumlahnya, untuk sementara, berkisar 16 kabupaten/kota.
Itu terdiri dari Kabupaten Wonosobo, Wonogiri, Temanggung, Sukoharjo, Sragen, Purworejo, Pemalang, Magelang, Klaten, Karanganyar, Banjarnegara, Boyolali, Batang, Kota Surakarta, Kota Magelang, dan Kota Salatiga.
Penyebaran level PPKM itu tentu saja harus menjadi perhatian bersama, baik pemerintah pusat, daerah, masyarakat setempat, maupun para pemudik. Hal itu mengingat Jateng merupakan daerah tujuan utama arus pergerakan masyarakat secara nasional pada masa Lebaran ini.
Diperkirakan setidaknya 21 juta orang atau hampir 27 persen pemudik secara nasional terkonsentrasi di Jateng. Oleh karena itu, seluruh wilayah Jateng dan khususnya daerah yang masih berstatus level tiga PPKM-nya harus ekstra waspada dan hati-hati agar hadirnya para pemudik tidak memicu lonjakan penularan wabah secara signifikan.
Baca juga: Biaya Transportasi Menggerus Uang dari Kota ke Desa
Antisipasi lonjakan euforia
Untuk menjamin kelancaran dan keamanan pada masa ”euforia” ini, sejumlah antisipasi sudah dipersiapkan pemerintah di sejumlah sektor. Di bidang transportasi darat berbasis jalan raya ada sejumlah skenario yang akan diberlakukan.
Untuk di jalan tol, akan diterapkan skenario sistem satu arah, ganjil genap pada jam tentu, contraflow, manajeman rest area, optimalisasi gardu gerbang tol, dan mobile reader, serta percepatan penanganan saat terjadi gangguan di jalan tol.
Untuk jalan non-tol, diterapkan sejumlah aturan, di antaranya satu arah di kawasan khusus, pembatasan lokasi putar arah, pengaturan hambatan samping seperti bus dan angkot yang berhenti di bahu jalan, pengaturan lalu lintas di pasar tumpah, serta prioritas pergerakan arus mudik di persimpangan dan putar arah.
Untuk mengantisipasi di sekitar kawasan wisata, pemerintah juga sudah menyiapkan beberapa skenario untuk mengatasi kemacetan dan penumpukan jumlah wisatawan.
Di antaranya, pemerintah melakukan pembatasan jumlah pengunjung di kawasan pariwisata, menerapkan aturan ganjil genap untuk kendaraan pribadi yang akan menuju kawasan wisata, rekayasa arus contraflow dan satu arah, serta menerapkan kewajiban aplikasi Peduli Lindungi.
Pemerintah juga sudah memetakan sejumlah titik-titik terkait jasa pariwisata di beberapa daerah guna mengantisipasi kerawanan atau kemacetan.
Biasanya, titik rawan itu berada di area parkir, loket tiket wisata, pintu masuk obyek wisata, tempat ibadah, rumah makan atau restoran, hotel, pusat perbelanjaan, kawasan-kawasan wisata yang ramai pengunjung, serta pusat-pusat perjalanan, seperti stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara.
Selanjutnya, untuk menjaga keselamatan masyarakat dari wabah Covid-19, pemerintah menerapkan sejumlah ketentuan dalam perjalanan. Masyarakat yang sudah vaksin dosis ketiga tidak wajib melakukan tes antigen ataupun PCR. Bagi yang baru vaksin dosis kedua, wajib menyertakan hasil tes antigen ataupun PCR.
Untuk masyarakat yang baru vaksin dosis pertama, wajib melakukan uji tes PCR. Pemerintah akan melakukan uji kepatuhan tersebut secara random di sejumlah titik, seperti di area istirahat perjalanan, terminal, dan jembatan timbang. Oleh karena itu, semua pelaku perjalanan diharapkan mematuhi peraturan tersebut.
Untuk masyarakat yang baru vaksin dosis pertama, wajib melakukan uji tes PCR.
Selain itu, juga disipilin dalam menerapkan protokol kesehatan. Di antaranya wajib mengggunakan masker, mamastikan dirinya sehat, menjaga jarak di kerumunan, menyediakan alat sanitasi pribadi, serta memasang aplikasi Peduli Lindungi pada telepon genggamnya. Bagi para pelaku perjalanan dengan kendaraan pribadi, wajib memastikan kesiapan fisik pengemudi, kesiapan kendaraan, serta memilih rute perjalanan yang efektif.
Untuk pemudik dengan sepeda motor, sebisa mungkin mengirimkan kendaraannya melalui jasa pengiriman barang jauh-jauh hari sebelum Lebaran. Hindari penggunaan sepeda motor untuk perjalanan jarak jauh. Lebih baik menggunakan moda angkutan umum yang lebih aman dan efisien.
Apalagi, saat ini ada sejumlah institusi pemerintah dan perusahaan swasta yang menggelar mudik gratis. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerawanan kecelakaan khususnya pada pengendara sepeda motor pada masa Lebaran ini.
Untuk menambah kelancaran lalu lintas pada masa Lebaran, pemerintah juga membatasi jumlah kendaraan barang yang beroperasi. Hal itu terutama untuk kendaraan dengan berat lebih dari 14 ton, memiliki tiga sumbu roda atau lebih, memiliki kereta tempelan atau gandengan, serta kendaraan berat yang mengangkut bahan galian, bahan tambang, besi, semen, dan kayu.
Dengan membatasi beroperasinya kendaraan berat ini, harapannya lalu lintas di jalan raya dan jalan tol menjadi kian lancar sehingga tingkat keamanan perjalanan meningkat semakin baik.
Segala upaya yang dilakukan pemerintah tersebut merupakan cara yang relatif efektif untuk menciptakan mudik yang mengutamakan faktor keselamatan, keamanan, dan kesehatan.
Jadi, pelonggaran aturan terkait perjalanan kali ini benar-benar dapat menimbulkan dampak positif ke berbagai sektor. Di antaranya sektor jasa dan perekonomian secara luas sehingga dapat mendorong kemajuan daerah secara signifikan.
Momentum Lebaran kali ini dapat dipakai sebagai ajang untuk membuktikan keefektifan program vaksinasi Covid-19.
Selain itu, luapan kegembiraan yang sempat terbendung selama dua masa Lebaran ini harapannya tidak menimbulkan ekses negatif terutama terkait potensi penyebaran virus korona. Selama masyarakat disiplin terhadap protokol kesehatan serta memiliki kesadaran tinggi untuk melakukan vaksinasi, potensi penyebaran virus dapat diredam sekecil mungkin.
Momentum Lebaran kali ini dapat dipakai sebagai ajang untuk membuktikan keefektifan program vaksinasi Covid-19 yang sudah digalakkan pemerintah sejak setahun silam. (LITBANG KOMPAS)