Kesadaran Mencegah Gangguan Kesehatan Meningkat Selama Pandemi
Kesadaran akan kesehatan meningkat di era pandemi. Anggaran untuk menjaga kesehatan menjadi kebutuhan sebagai salah satu bentuk kesadaran tersebut.
Tren meningkatnya pengeluaran untuk upaya pencegahan/preventif dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pula meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan untuk menjaga imunitas mengambil porsi terbesar dibanding jenis pengeluaran lainnya. Dampaknya keluhan kesehatan dan angka kesakitan pun mengalami penurunan.
Hidup sehat, bebas dari penyakit, adalah keinginan setiap orang. Tubuh yang sehat pastinya akan mendukung aktivitas dan produktivitas. Secara makro, penduduk yang sehat akan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang unggul, yang tentu saja akan mendorong terwujudnya cita-cita bangsa.
Oleh karena itu, tak berlebihan jika menjaga kesehatan merupakan salah satu bentuk investasi masa depan. Bahkan, menurut Mahatma Gandhi, seorang pemimpin dan tokoh spiritual dari India, ”Harta kekayaan yang sejati adalah kesehatan, bukan kepingan emas maupun perak”.
Tak berlebihan jika menjaga kesehatan merupakan salah satu bentuk investasi masa depan.
Di samping itu, kondisi sehat juga akan mengurangi alokasi keuangan seseorang untuk mengobati penyakit sehingga dapat dialihkan untuk keperluan produktif lainnya. Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun 2020 juga memperberat tugas pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Namun, di sisi lain pandemi juga menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat untuk lebih menjaga kesehatan agar memiliki imunitas tubuh yang baik.
Baca juga: Menekan Faktor Risiko Meningkatnya Kanker Payudara dan Kanker Paru
Pengeluaran kesehatan
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, alokasi pengeluaran untuk kesehatan sebagai salah satu komponen pengeluaran bukan makanan tampak mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, meski masih di kisaran 5 persen.
Pada tahun 2021, tercatat mengalami peningkatan 0,28 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dari 5,07 persen menjadi 5,35 persen. Peningkatan utamanya terjadi di daerah perkotaan, sedangkan pengeluaran untuk kesehatan masyarakat perdesaan cenderung menurun.
Pengeluaran kesehatan ini merupakan seluruh pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk membiayai pengobatan, baik yang bersifat kuratif (mengobati), preventif (mencegah), maupun biaya obat.
Dilihat dari jenis pengeluaran tersebut, distribusi pengeluaran per kapita terbesar masih didominasi untuk tujuan kuratif, yaitu sebesar 64,39 persen.
Sementara distribusi untuk tujuan preventif mengambil porsi hampir seperempat dari total jenis pengeluaran. Meskipun demikian, trennya terpantau mengalami peningkatan.
Pengeluaran kesehatan tersebut dapat menjadi salah satu instrumen yang menunjukkan pola perilaku masyarakat dalam upaya meningkatkan atau menjaga kesehatannya. Tren yang semakin baik untuk melakukan pencegahan menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar untuk hidup sehat agar terhindar dari penyakit.
Baca juga: Pandemi Mengancam Kesehatan Mental Anak
Pendekatan preventif
Dalam menghadapi transisi epidemiologi dengan kondisi penyakit infeksi yang belum sepenuhnya teratasi dan makin tingginya penyakit non-infeksi, intervensi kesehatan tidak dapat hanya diselesaikan dengan pendekatan kuratif.
Oleh karena itu, adagium ”mencegah lebih baik daripada mengobati” benar adanya. Lebih baik melakukan upaya pencegahan/preventif dengan menjaga dan merawat tubuh kita sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan daripada harus melakukan tindakan pengobatan. Selain berbiaya tinggi, risiko jika sudah terdiagnosis suatu penyakit apalagi penyakit degeneratif tentu lebih besar.
Mewabahnya virus SARS-CoV2 atau virus korona hingga menjadi suatu pandemi di seluruh dunia, membutuhkan sistem kekebalan tubuh yang kuat untuk membentengi diri agar tidak mudah terinfeksi. Berbagai upaya pun dilakukan masyarakat untuk meningkatkan daya tubuh agar imunitas tetap terjaga dengan baik.
Dari mulai aktivitas tanpa mengeluarkan biaya seperti berjemur atau olahraga ringan hingga menambah asupan suplemen, seperti minum jamu-jamu tradisional ataupun mengonsumsi vitamin yang tentu saja mengeluarkan biaya.
Kesadaran masyarakat untuk melakukan upaya preventif demi kesehatan meningkat selama pandemi Covid-19.
Kesadaran masyarakat untuk melakukan upaya preventif demi kesehatan tersebut terpantau meningkat selama pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari data Susenas, di mana proporsi pengeluaran per kapita sebulan untuk biaya pelayanan pencegahan/preventif meningkat selama periode 2019-2021.
Bahkan terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 7,64 persen dari 15,18 persen tahun 2019 menjadi 22,82 persen tahun 2021. Secara riil terjadi peningkatan dari Rp 4.566 pada tahun 2019 menjadi Rp 7.842 pada tahun 2021.
Pola peningkatan tersebut terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan. Survei juga mencatat rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk biaya pelayanan pencegahan/preventif di daerah perkotaan sebesar Rp 10.442 lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan di daerah perdesaan di angka Rp 4.421.
Meningkatnya pengeluaran untuk upaya pencegahan yang signifikan dalam masa-masa pandemi ini juga dipengaruhi meningkatnya jumlah tes untuk kesehatan, termasuk tes PCR maupun antigen.
Sebagian besar pemeliharaan kesehatan dilakukan dalam rangka menjaga imunitas tubuh.
Jika dilihat dari jenis pengeluarannya, sepertiga dari pengeluaran untuk upaya pencegahan digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, seperti urut, fitness, bekam, detoks, yoga, futsal, senam kebugaran, vitamin, dan jamu untuk menjaga kesehatan. Sebagian besar pemeliharaan kesehatan tersebut dilakukan dalam rangka menjaga imunitas tubuh.
Proporsi pengeluaran berikutnya sebesar 31,4 persen digunakan untuk melakukan tes kesehatan, deteksi dini, atau medical check-up. Sementara proporsi pengeluaran untuk imunisasi 14,88 persen, kebutuhan terkait program Keluarga Berencana 13,76 persen, serta pemeriksaan kehamilan 7,38 persen.
Segala upaya preventif yang dilakukan masyarakat tersebut berdampak pada semakin meningkatnya kondisi kesehatan atau semakin berkurangnya gangguan masalah kesehatan.
Hasil Susenas 2021 juga memotret terjadinya penurunan keluhan kesehatan yang dirasakan dan angka kesakitan dalam tiga tahun terakhir. Bisa jadi hal tersebut berkorelasi dengan berbagai upaya pencegahan yang dilakukan.
Persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir menurun 5,13 persen. Jika pada tahun 2019, 32 dari 100 penduduk Indonesia mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir, pada 2021 angkanya turun menjadi 27 dari 100 penduduk.
Demikian juga dengan angka kesakitan (morbiditas), yaitu persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir dan mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari juga mengalami penurunan. Pada tahun 2021, morbiditas tercatat 13,04 persen menurun dari 15,38 persen pada 2019.
Keluhan kesehatan dan angka kesakitan tersebut terpotret lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Berbagai faktor bisa memengaruhinya, antara lain gaya hidup, konsumsi makanan, dan polusi udara.
Meskipun demikian, kesadaran masyarakat yang meningkat untuk melakukan pencegahan terhadap gangguan kesehatan menjadi sinyal yang baik untuk membentuk SDM yang unggul demi kemajuan bangsa. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pandemi, Momentum Meningkatkan Pamor Rempah-rempah