Menekan Faktor Risiko Meningkatnya Kanker Payudara dan Kanker Paru
Obesitas dan merokok menjadi faktor pemicu terjadinya kanker payudara dan kanker paru. Perlu penanganan serius karena prevalensi keduanya begitu pesat di Indonesia.
Obesitas dan merokok sebagai faktor risiko yang dapat dikendalikan untuk mencegah terjadinya kanker payudara dan kanker paru perlu ditangani dengan lebih serius, mengingat prevalensinya di Indonesia yang terus meningkat.
Kanker masih menjadi momok yang mengerikan dengan jumlah kasus baru dan kematian yang terus meningkat. Merujuk laporan Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, suatu badan statistik kanker di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), beban kanker global telah meningkat menjadi 19,3 juta kasus baru dan 10 juta kematian.
Data Globocan juga menyebutkan, satu dari empat laki-laki dan satu dari lima perempuan di seluruh dunia terkena kanker selama hidup mereka. Negara-negara di Asia memiliki kontribusi terbesar terhadap kasus kanker di seluruh dunia, angkanya hampir separuh jumlah kasus baru (9,5 juta jiwa).
Lebih lanjut, International Agency for Research on Cancer (IARC), badan internasional untuk penelitian kanker bentukan WHO, memperkirakan jumlah penderita kanker di dunia akan terus naik hingga 30,2 juta kasus pada tahun 2040.
Kanker paru menjadi penyebab sekitar 11 persen atau 2,2 juta kasus baru kanker dan kematian akibat kanker nomor satu di dunia.
Sebagai salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia, data menunjukkan satu dari delapan laki-laki dan satu dari 11 perempuan, meninggal karena kanker. Kematian akibat kanker ini diperkirakan akan terus meningkat hingga lebih dari 13,1 juta pada tahun 2030.
Kondisi serupa terjadi di Indonesia. Penyakit yang ditandai dengan adanya sel abnormal yang bisa berkembang tanpa terkendali dan menyerang serta berpindah antarsel dan jaringan tubuh itu tercatat 396.914 kasus baru dan 234.511 kematian. Data ini menunjukkan peningkatan sekitar 13 persen dibanding tahun 2018.
Kanker payudara menjadi penyumbang kasus baru terbanyak sebesar 16,6 persen atau sekitar 65.000 kasus. Sementara penyebab kematian tertinggi adalah kanker paru, sebanyak kurang lebih 30.000 kasus atau 13,2 persen dari semua jenis kanker.
Selain kedua jenis kanker tersebut, kanker leher rahim, kanker hati, dan kanker nasofaring menjadi lima besar penyumbang kasus baru dan kematian terbanyak untuk semua jenis kelamin dan semua usia.
Baca juga : Merokok Perparah Covid-19
Kanker payudara dan kanker paru
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, kanker payudara mendominasi banyaknya kasus kanker pada perempuan. Jumlahnya tergolong tinggi, sebanyak 65.858 atau 30,8 persen dari total kasus. Meningkat 13 persen dibandingkan tahun 2018 (58.256 kasus).
Kanker payudara juga tercatat sebagai penyebab kematian tertinggi kedua akibat kanker setelah kanker paru-paru. Sekitar 9,6 persen atau 22.430 kasus kematian disebabkan oleh kanker payudara. Bisa jadi karena 70 persen pasien datang dengan kondisi sudah pada stadium III dan IV.
Di mana pada kanker payudara stadium III ukurannya > 5 cm dan sudah ada infiltrasi di jaringan sekitar daerah puting dan kulit payudara sehingga tumor tidak bisa dilakukan operasi.
Sementara kanker payudara stadium IV merupakan kondisi serius yang sudah mengancam jiwa karena kanker telah menyebar dari payudara dan kelenjar getah bening di sekitarnya ke organ tubuh lain.
Sementara pada laki-laki, jenis kanker yang diderita didominasi kanker paru. Data Globocan 2020 mencatat 25.943 kasus atau 14,1 persen dari semua jenis kanker pada laki-laki adalah kanker paru. Dibandingkan data tahun 2018 terjadi peningkatan sekitar 15 persen.
Baca juga : Kanker yang Katastropik
Obesitas dan merokok
Tingginya kasus kanker payudara pada wanita dan kanker paru pada pria perlu diantisipasi dengan memperhatikan faktor risiko yang dapat diubah atau dikendalikan yang terkait dengan gaya hidup seperti menurunkan kelebihan berat badan dan mengurangi kebiasaan merokok.
Delapan puluh persen pasien kanker paru yang datang untuk memeriksakan diri sudah mengidap kanker stadium lanjut sehingga pengobatan menjadi semakin sulit dan semakin mahal. Oleh karena itu, upaya terpenting yang harus dilakukan bukan lagi mengobati, melainkan mencegah.
Pencegahan sebagai salah satu dari empat pilar penanganan kanker adalah upaya yang paling penting dan efektif serta paling murah dibanding tiga pilar lainnya, yaitu: diagnosa dini, pengobatan, dan perawatan paliatif.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan meminimalkan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Hal ini disebutkan oleh Dr Sonar Soni Panigoro, spesialis bedah onkologi sekaligus konsultan dan kepala bidang pelayanan sosial Yayasan Kanker Indonesia.
Dalam sebuah webinar bertajuk ”Serba-Serbi Mengenai Kanker Payudara”, Sonar menyebutkan, sebanyak 90 persen faktor risiko penyebab kanker dipengaruhi oleh lingkungan yang bisa diatur atau dikendalikan yang berhubungan dengan gaya hidup dan bersifat nonintervensi atau tanpa perlakuan seperti tidak merokok dan menjaga berat badan.
Lebih lanjut, Sonar menyebutkan, sebuah studi di Inggris menghubungkan hal-hal yang bisa dicegah tersebut dengan jumlah kanker yang dapat dihindari.
Misalnya, menjaga berat badan ideal dapat menekan 4.500 kasus kanker payudara per tahun, kemudian mengurangi atau tidak mengonsumsi alkohol efektif menekan terjadinya kasus kanker payudara 3.000 kasus per tahun.
Demikian pula dengan olahraga. Dengan pola hidup sehat, apabila dihitung proporsinya, sekitar 40 persen kasus kanker payudara bisa dicegah.
Masalah obesitas ini perlu diperhatikan dengan serius karena bisa menyebabkan kanker. Mengutip laman p2ptm.kemkes.go.id, dilaporkan sebuah penemuan terbaru yang dilakukan Trinity College Dublin di Irlandia, berhasil menjelaskan alasan obesitas bisa menyebabkan kanker.
Pasalnya, tipe sel khusus yang digunakan tubuh untuk melawan kanker, pada pengidap obesitas, akan tersumbat oleh lemak dan imbasnya menjadi tidak berfungsi sehingga sel kanker bisa berkembang bebas.
Oleh karena itu, mengatasi obesitas penting dilakukan mengingat prevalensi obesitas pada perempuan > 18 tahun berdasarkan data riskesdas meningkat dari 32,9 persen pada 2013 menjadi 44,4 persen pada 2018. Artinya, risiko terhadap kanker payudara juga meningkat.
Selain obesitas, merokok tentunya menjadi faktor risiko terbesar timbulnya kanker khususnya kanker paru. Kandungan berbahaya pada rokok dapat merusak sel paru-paru dan seiring berjalannya waktu, bisa berkembang menjadi kanker. Bahkan bukan hanya perokok aktif yang berisiko tinggi menderita penyakit kanker paru ini, melainkan juga orang-orang yang tidak merokok (perokok pasif).
Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat tingginya jumlah perokok di Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia, setelah China dan India.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi perokok di atas usia 15 tahun mencapai 33,8 persen. Bahkan terjadi peningkatan pada usia anak-anak dan remaja (10-18 tahun), yaitu meningkat dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.
Hal ini sangat memprihatinkan mengingat tingginya jumlah perokok di Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia, setelah China dan India.
Fakta meningkatnya faktor risiko penyebab kanker, khususnya kanker payudara dan kanker paru tersebut, harus ditangani dengan lebih serius.
Berbagai upaya terus digencarkan oleh pemerintah. Termasuk memperingati Hari Kanker Sedunia setiap 4 Februari, dimaksudkan agar masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya upaya pencegahan kanker. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Atasi Kesenjangan Pelayanan Kanker