Menjaring Investor Berpotensi untuk Pembiayaan IKN
Mencari investor potensial untuk membiayai megaproyek menjadi kunci percepatan pembangunan ibu kota negara. Iklim politik dan demokrasi juga perlu dijaga kondusif untuk mendapatkan kepercayaan investor.
Target pemindahan ibu kota negara yang akan dimulai pada 2024 membutuhkan gerak cepat, baik dalam menyelesaikan regulasi maupun mendapatkan dana pembangunan. Mencari potensial investor untuk membiayai mega proyek ini menjadi kunci menutupi keterbatasan ruang fiskal.
Dua agenda utama terkait pemindahan ibu kota negara telah terlaksana. Kepala dan wakil kepala otorita ibu kota negara telah dipilih dan dilantik pada 10 Maret 2022.
Mencari potensial investor untuk membiayai mega proyek ini menjadi kunci menutupi keterbatasan ruang fiskal.
Kegiatan doa bersama dan prosesi adat untuk mengawali proses pemindahan ibu kota negara di titik nol kilometer IKN Nusantara pun terselenggara pada 14 Maret 2022, dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. Setelah ini, pembangunan infrastruktur dasar dan gedung lembaga negara akan dikebut dalam waktu dua tahun.
Jalan dan jembatan dibangun lebih dulu sebagai jalur material dan logistik pada pembangunan awal IKN. Pembangunan ini salah satunya termasuk dalam proyek bernama Jalan Lingkar Sepaku.
Nantinya akan ada 11 jembatan di Jalan Lingkar Sepaku karena karakter daerah IKN yang berbukit. Fisik jalan lingkar ditarget selesai pada Juli 2022. Proyek infrastruktur tersebut dibiayai APBN yang terbagi dalam tiga paket dengan total nilai Rp 139,514 miliar. (Kompas, 16/3/2022)
Selain itu, tenaga kerja konstruksi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tujuh paket pembangunan IKN diperkirakan mencapai 1,14 juta orang (Kompas, 18/3/2022). Menurut hitungan pemerintah, setiap Rp 1 triliun anggaran yang dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur setidaknya membutuhkan 14.000 tenaga kerja konstruksi.
Pendanaan IKN dari APBN direncanakan hanya sebesar Rp 89,5 triliun (19,2 persen) dan dari pihak swasta sebesar Rp 122,1 triliun (26,2 persen).
Sebagaimana diketahui, biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan IKN di Kalimantan Timur mencapai Rp 466 triliun. Sumber pendanaannya terbesar diharapkan berasal dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha sebesar Rp 254,4 triliun atau 54,6 persen.
Pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) direncanakan hanya sebesar Rp 89,5 triliun (19,2 persen) dan dari pihak swasta sebesar Rp 122,1 triliun (26,2 persen).
Pembiayaan pembangunan IKN untuk tahap awal bisa saja menggunakan APBN karena memang ada alokasi sebesar 19,2 persen. Menilik APBN 2022, tersedia alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp 365,778 triliun (13,5 persen dari total belanja negara). Angka ini turun 12,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski anggaran infrastruktur tersedia, hal tersebut tidak bisa diprioritaskan untuk IKN. Sebab, penggunaan ABPN sudah ada alokasi masing-masing yang masih bertumpu pada upaya untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi. Ada pula kebutuhan dana untuk persiapan pemilu. Oleh sebab itu, langkah mencari potensial investor harus dipercepat.
Baca juga : Polemik Pembiayaan Ibu Kota Negara dari PEN
Penjajakan
Sejauh ini, upaya pemerintah menjaring potensial investor untuk membiayai IKN belum sesuai harapan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam pemberitaan Reuters tanggal 17 Januari 2020 menyebutkan Softbank Group Corp dari Jepang menawarkan investasi hingga 40 miliar dollar AS dalam rencana pembangunan ibu kota negara baru di Pulau Kalimantan.
Namun, juru bicara dari pihak Softbank mengatakan pihaknya belum menyebutkan angka khusus terkait investasi di IKN. Mereka hanya membahas mengenai dukungan terhadap IKN sebagai kota pintar (smart city) yang baru, yang menggunakan teknologi terbaru, kota yang bersih dengan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Secara resmi, juru bicara Softbank, seperti yang dikutip dari Reuters (11 Maret 2022), menyatakan tidak akan berinvestasi dalam proyek pemindahan IKN. Namun, Softbank tetap akan melanjutkan investasi di Indonesia melalui perusahaan portofolio Vision Fund.
Penjajakan untuk menjaring potensial investor terus dilakukan pemerintah. Termasuk menjajaki kemungkinan investasi Arab Saudi dalam proyek IKN.
Dalam laporan kunjungan Menko Marinves Luhut Pandjaitan ke Arab Saudi kepada Presiden Joko Widodo, dia menyebutkan Pangeran Muhammad bin Salman tertarik untuk bekerja sama dalam beberapa proyek di Indonesia, salah satunya adalah pembangunan IKN. (Kontan, 13/3/2022).
Penjajakan untuk menjaring potensial investor terus dilakukan pemerintah. Termasuk menjajaki kemungkinan investasi Arab Saudi dalam proyek IKN.
Perundingan-perundingan teknis terus dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut. Disebutkan Pangeran Muhammad bin Salman direncanakan akan datang ke Indonesia dua kali pada tahun ini terkait hal itu. Pertama, sebelum pelaksanaan agenda G20. Kedua, kedatangan untuk menghadiri pertemuan G20.
Baca juga : Pelibatan Swasta Mutlak untuk IKN
Kerja sama pemerintah
Pemerintahan negara sahabat dan lembaga-lembaga keuangan internasional merupakan potensial investor yang harus gencar didekati. Hal ini untuk menghindarkan APBN menjadi penopang utama pembiayaan IKN.
Potensi pemanfaatan APBN untuk pembangunan IKN terbuka lebar sejak disahkannya RUU IKN. Dalam RUU yang sudah disahkan tersebut, skema pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Pasal 24).
Oleh karena itu, peran swasta harus ditingkatkan terutama terkait dengan skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Sejak awal, porsi pembiayaan lewat skema ini terbilang cukup besar (54,6 persen).
Dalam skema KPBU, peran pemerintah tidak menjadi yang utama karena terdapat pembagian risiko antara pemerintah dan pihak badan usaha atau swasta.
Pihak swasta diminta untuk menginvestasikan dananya untuk sebagian risiko, seperti risiko keterlambatan konstruksi, risiko desain, atau risiko lainnya pada masa konstruksi maupun operasi sehingga kerugian atau kesalahan yang terjadi ditanggung oleh pihak swasta.
Hal ini berbeda dengan pembangunan infrastruktur yang murni dari APBN. Pada pembangunan infrastruktur dengan belanja APBN, seluruh risiko sejak masa konstruksi sampai dengan operasi ditanggung oleh pemerintah. Hal itu oleh karena dana yang digunakan sepenuhnya berasal dari pemerintah, termasuk yang dibiayai dari utang.
Dalam skema KPBU, pemerintah tetap perlu mengeluarkan dana, baik yang bersifat dukungan (seperti barang) ataupun pembayaran atas layanan yang telah disediakan badan usaha atau swasta.
Oleh sebab itu, sektor-sektor infrastruktur layanan dasar seperti air dan sanitasi, perumahan, kesehatan, pengelolaan sampah, jaringan gas dan transportasi sering menjadi prioritas pembiayaan oleh pemerintah.
Dalam skema KPBU, pemerintah tetap perlu mengeluarkan dana, baik yang bersifat dukungan (seperti barang) ataupun pembayaran atas layanan yang telah disediakan badan usaha atau swasta.
Agar penjajakan kepada murni swasta atau yang melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha/swasta berhasil, tentunya ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Di samping dokumen-dokumen bisnis yang menjadi keharusan, secara fundamental iklim politik dan demokrasi juga perlu dijaga kondusif untuk mendapatkan kepercayaan dari investor. Di sinilah kerja berat pemerintah dan kerja bersama seluruh komponen masyarakat diperlukan (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Otorita IKN Leluasa Pilih Kewenangan