Setelah pandemi Covid-19, pembelajaran tatap muka di sekolah menghadapi tantangan baru, penyebaran hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya. Ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan untuk mencegahnya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Usai libur sekolah, jelang tahun ajaran baru, banyak orang tua dibayangi kekhawatiran kejadian luar biasa hepatitis yang belum diketahui penyebabnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, sejauh ini ada 15 kasus terduga hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya di Indonesia, lima anak di antaranya meninggal.
Organisasi Kesehatan Pan Amerika/Organisasi Kesehatan Dunia (PAHO/WHO), 10 Mei 2022, menyebut, setidaknya dilaporkan 348 kasus terduga hepatitis yang tidak diketahui penyebabnya di 21 negara. Sebanyak 26 anak memerlukan transplantasi hati.
Kesakitan ataupun kematian anak bisa menjadi kehilangan luar biasa bagi orangtua, masyarakat, maupun negara. Karena itu, perlu serius dan bersama mencegahnya.
Sampai saat ini, sekolah belum memiliki panduan resmi untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Kemenkes menyatakan, upaya pencegahan dilakukan sesuai prosedur penyakit hepatitis pada umumnya. Yakni, lewat pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Upaya pencegahan dilakukan sesuai prosedur penyakit hepatitis pada umumnya. Yakni, lewat pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat
Siaran publik Kemenkes menyebut, upaya pencegahan hepatitis akut pada anak bisa dilakukan antara lain dengan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memastikan makanan dan minuman bersih dan matang, tidak bergantian alat makan dengan orang lain. Selain itu, menghindari kontak dengan orang sakit, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, mengenakan masker jika bepergian, mengurangi mobilitas, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Menurut WHO, sejauh ini belum dipastikan penyebab hepatitis akut itu. Adenovirus memang terdeteksi dalam sampel darah atau plasma pada banyak kasus, tetapi dalam jumlah rendah. Virus itu juga belum diidentifikasi dalam sampel jaringan hati yang dianalisis. Karena itu, adenovirus bisa jadi merupakan faktor kebetulan, bukan faktor penyebab.
Saat ini, WHO bersama negara-negara yang terdampak sedang mengumpulkan data tambahan dan melakukan penelitian. Diharapkan dalam beberapa minggu mendatang akan ada lebih banyak bukti untuk menentukan penyebab, sehingga bisa menyusun rekomendasi terkait tindakan pencegahan, pengobatan, dan pengendalian yang tepat.
Sembari menunggu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Masyarakat, terutama orangtua, bisa mengenali dan mewaspadai gejala hepatitis akut, antara lain mual, muntah, diare, demam ringan, sakit perut, air kencing berwarna pekat, tinja berwarna pucat, kuning pada mata dan kulit, kejang, serta penurunan kesadaran. Jika anak mengalami gejala awal, segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Jangan menunggu kuning, kejang, atau penurunan kesadaran.
Sekolah bisa membantu pelaksanaaan PHBS dengan menjaga kebersihan makanan dan minuman di lingkungan sekolah, menyediakan sarana cuci tangan, serta menjaga kebersihan sekolah termasuk toilet dan kamar mandi.
Sementara itu, pemangku kepentingan di bidang kesehatan meningkatkan upaya surveilans dan menyiagakan perawatan sesuai standar tata laksana. Dengan demikian, kita bisa mengendalikan KLB hepatitis dan mencegah kematian.