Antisipasi Penularan Hepatitis Akut Anak di Sekolah
Setiap pihak perlu mengantisipasi penularan hepatitis akut misterius pada anak di lingkungan sekolah. Hal ini seiring dimulainya kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka di sekolah.
JAKARTA, KOMPAS — Penularan penyakit hepatitis akut misterius pada anak agar diwaspadai di sekolah. Pembelajaran tatap muka yang sedang dan akan berlangsung setelah libur Lebaran agar tak menjadi celah penularan penyakit yang kini ditemukan di sejumlah negara.
Terkait risiko penularan di sekolah ini, Pemerintah Kabupaten Brebes di Jawa Tengah mengambil langkah pencegahan. Di kabupaten yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat ini diberlakukan pembelajaran jarak jauh secara daring selama empat hari, Senin-Kamis (9-12 Mei 2022).
”Untuk mengantisipasi wabah hepatitis akut, mulai hari ini, kami menerapkan pembelajaran jarak jauh. Ini juga sekaligus mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 setelah libur Lebaran dan mengurangi risiko kemacetan akibat arus balik Lebaran 2022,” tutur Bupati Brebes Idza Priyanti, Senin (9/5/2022).
Ia mengatakan, kebijakan itu berlaku untuk semua sekolah, mulai dari jenjang TK, SD, hingga SMP. Selama belajar di rumah, anak-anak diimbau tetap menerapkan protokol kesehatan serta berperilaku hidup bersih dan sehat.
Apa pun penyakit menular yang berpotensi itu harus kita tangkap sebagai informasi awal untuk dilakukan investigasi dan langkah-langkah pengamanan. (Widyastuti)
Terkait pencegahan penularan hepatitis akut di sekolah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Jumeri mengatakan, pihaknya menunggu respons dari Kementerian Kesehatan. ”Otoritas dari Kementerian Kesehatan untuk memberikan arahan,” ujar Jumeri, Senin (9/5/2022).
Di sisi lain, terkait pembelajaran tatap muka setelah libur Lebaran, Jumeri mengingatkan sekolah tetap secara ketat melaksanakan protokol kesehatan. Panduan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka pada surat keputusan bersama empat menteri, yang mengacu pada level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Antisipasi di daerah
Seperti Brebes, 34 kabupaten/kota lain di Jateng belum melaporkan adanya kasus dugaan hepatitis akut. Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yunita Dyah Suminar mengatakan, pihaknya terus memberikan pendampingan ke dinas-dinas kesehatan di kabupaten/kota, rumah sakit, dan fasilitas layanan kesehatan agar mereka tidak gagap saat menghadapi pasien dengan gejala yang mengarah pada hepatitis akut.
”Orangtua perlu mengetahui gejala hepatitis akut ini, antara lain, demam tidak terlalu tinggi, diare, kemudian kulit dan mata menguning. Kalau ada gejala seperti itu jangan panik, langsung dibawa saja ke rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan agar bisa ditangani lebih lanjut,” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta masyarakat mengetatkan kembali penerapan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker. Selain mencegah penularan Covid-19, penggunaan masker juga bisa menekan risiko penularan hepatitis akut. Sebab, penyakit itu menular lewat saluran cerna dan saluran pernapasan.
”Intinya, jaga kesehatan anak, pakai masker, rajin cuci tangan, jangan ajak anak ke tempat-tempat kerumunan. Khusus untuk anak balita, saya minta agar imunisasi lengkap segera diberikan,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Tengah Suyuti Syamsul menyatakan, intensif melakukan pengawasan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan terkait penyakit misterius itu. ”Kasus hepatitis akut misterius ini belum terdeteksi (di Kalteng). Meski demikian, kami sudah mengaktifkan kewaspadaan dini di seluruh wilayah Kalteng,” ucapnya.
Selain berkoordinasi lintas instansi kesehatan di 14 kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Kalteng juga memastikan seluruh fasilitas kesehatan setempat sudah memahami prosedur standar operasi (SOP) penanganan kasus hepatitis akut.
Baca juga: Kalteng Aktifkan Waspada Dini Hepatitis Akut
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya, Kalteng, Andjar Hari Purnomo berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk mewaspadai penyakit hepatitis akut ini. Ia meminta semua fasilitas kesehatan, mulai dari rumah sakit hingga puskesmas pembantu, untuk bersiap dan waspada.
”Imbauan kami kepada masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dan pola hidup sehat,” katanya.
Penyakit misterius itu, menurut Andjar, sangat rentan menyerang anak-anak dengan imunitas tubuh yang rendah. Untuk itu, ia meminta orangtua selalu mengawasi kebersihan anak agar terhindar dari paparan penyakit hepatitis akut.
Siapkan ruang isolasi
Di Jabar, Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, berencana menyiapkan ruangan isolasi khusus untuk menghadapi penyakit menular itu. ”Hingga saat, ini kami belum merawat pasien hepatitis akut. Tetapi, kami telah menyiapkan ruangan isolasi untuk perawatan pasien yang berpotensi. Semua akan disediakan sesuai kebutuhan,” ujar Pelaksana Harian Direktur Utama RSHS Bandung Yana Akhmad Supriatna.
Ia memaparkan, ruangan isolasi dibutuhkan karena hepatitis akut merupakan penyakit menular yang belum diketahui penyebabnya. Perawatan isolasi ini terbagi dari ruangan biasa, semiintensif, dan intensif.
Baca juga: Waspada Hepatitis Akut, RS Hasan Sadikin Bandung Siapkan Ruang Isolasi
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyatakan, persiapan ruangan di RSHS tersebut sebagai antisipasi perawatan suspek hepatitis akut. Di samping itu, pihaknya juga menyiapkan sejumlah tim ahli kesehatan untuk mempersiapkan skenario dalam menghadapi hepatitis akut tersebut.
”Ruangan sudah disiapkan, jaga-jaga kalau ada di Jabar. Tim ahli juga sudah dibentuk bersama RSHS. Laboratorium disiapkan untuk mengecek suspek apakah hepatitis akut dan lain sebagainya,” ujar Emil.
Kepala Dinas Kesehatan Jabar R Nina Susana Dewi menambahkan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan rumah sakit di seluruh daerah dalam penanganan sampel. ”Untuk hepatitis A, B, C, beberapa kabupaten dan kota di Jabar sudah bisa memeriksa, seperti halnya Rumah Sakit Hasan Sadikin. Nah, kalau D dan E, kalau belum bisa, mungkin harus ke Labkesda (Laboratorium Kesehatan Daerah),” ujarnya.
Nina pun mengingatkan masyarakat agar segera melapor ke petugas jika menemukan potensi hepatitis akut ini. Gejala-gejalanya mirip dengan hepatitis yang lain, seperti diare, muntah, dan demam kuning.
”Gejalanya sama dengan hepatitis biasa karena itu kita semua perlu waspada. Jika ada laporan gejala tersebut, kami akan langsung periksa di laboratorium,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menjelaskan, ada mekanisme bagi fasilitas layanan kesehatan, baik rumah sakit, puskesmas, maupun klinik, apabila merawat atau menerima pasien penyakit menular. Ada sejumlah penyakit menular, termasuk hepatitis, yang tercantum dalam daftar peraturan menteri kesehatan.
”Ini sistem kewaspadaan dini yang kita bangun. Jadi, apa pun penyakit menular yang berpotensi itu harus kita tangkap sebagai informasi awal untuk dilakukan investigasi dan langkah-langkah pengamanan,” kata Widyastuti.
Baca juga: Ketersediaan Laboratorium Uji Hepatitis Akut Anak Masih Terbatas
Selain itu, ia juga berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk bersama menyusun semacam pedoman sebagai pegangan bagi petugas di lapangan. ”Di lapangan itu maksudnya dari sisi klinis ataupun dari sisi epidemiologi,” katanya.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo meminta keseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatasi dugaan beredarnya penyakit hepatitis akut. Di Jakarta, ada tiga anak meninggal yang diduga akibat hepatitis akut.
”Kita harus nyalakan alarm kewaspadaan lagi karena WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) pun sudah menetapkan meningkatnya kasus hepatitis akut ini sebagai kejadian luar biasa. Belajar dari pengalaman, jangan lagi meremehkan penyakit yang baru menyebar, apalagi kali ini sasarannya anak-anak,” tuturnya.
Sidang kabinet
Dalam sidang kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga melaporkan terkait kasus hepatitis akut yang hingga kini belum bisa dipastikan penyebabnya. WHO menyampaikan adanya outbreak hepatitis akut ini pada 23 April 2022 di Eropa. Empat hari setelah pengumuman WHO, atau 27 April 2022, Indonesia menemukan tiga dugaan kasus hepatitis akut di Jakarta.
”Dan pada 27 April itu kita sudah langsung mengeluarkan surat edaran agar semua rumah sakit dan dinas kesehatan melakukan survei monitoring terhadap kasus ini; 30 April, Singapura mungkin kasus yang pertama dan sampai sekarang kondisinya di Indonesia ada 15 kasus. Di dunia paling besar ada di Inggris, 115 kasus, kemudian di Italia, Spanyol, dan juga di Amerika Serikat,” ujar Budi.
Terkait hepatitis akut, ia pun meminta masyarakat waspada. Sebagian besar kasus hepatitis akut memiliki gejala mulai dari muntah, diare, sakit perut, demam, hingga ikterus atau sakit kuning (warna kuning pada sklera mata dan kulit).
”Nah, itu dicek SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase), SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase)-nya, kalau sudah di atas 100 lebih baik di-refer ke fasilitas kesehatan terdekat,” kata Menkes. (ELN/XTI/RTG/HLN/IDO/WKM)