Meski korban terus berjatuhan, sebagian orang tetap nekat mengoleskan kosmetik bermerkuri di wajah dan mendapatkan suntikan silikon cair demi menyempurnakan penampilan. Hal itu tak terlepas dari mitos kecantikan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keinginan perempuan untuk tampil cantik terus menimbulkan korban yang tidak perlu. Korban terbaru, Rahayu (34), meninggal setelah payudaranya disuntik silikon cair (Kompas, 24/2/2022).
Selama puluhan tahun praktik suntik silikon untuk menyempurnakan penampilan fisik dan penggunaan kosmetik berbahan merkuri untuk memutihkan wajah terus berlangsung di tengah masyarakat.
Tahun 2001, Kompas pernah menyajikan liputan tentang penyuntikan silikon cair yang membawa maut. Selain itu, hampir setiap tahun, media memberitakan razia Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kosmetik ilegal berbahan merkuri dan zat berbahaya lain di berbagai daerah. Namun, kosmetik berbahaya terus mengalir dan memiliki pasar. Konsumen tidak kunjung kapok atau belajar dari pengalaman orang lain.
Merkuri dilarang BPOM dan otoritas kesehatan di berbagai negara untuk digunakan dalam kosmetik. Meski hanya dioleskan, merkuri bisa menimbulkan iritasi kulit, serta meresap ke pembuluh darah sehingga menimbulkan kerusakan pada saraf, otak, dan ginjal.
Terkait silikon cair, Administrasi Makanan dan Obat (FDA) Amerika Serikat, 19 November 2021, mengingatkan untuk tidak pernah mendapatkan suntikan silikon pada payudara, pantat, ataupun di antara otot-otot. Silikon cair yang disuntikkan di area yang banyak pembuluh darah akan bergerak ke seluruh tubuh, berpotensi menyumbat pembuluh darah di paru-paru, jantung, otak, sehingga mengakibatkan kematian. Adapun penyuntikan silikon cair di bawah kulit akan menghasilkan zat seperti kerikil yang menyakitkan dan keras.
Saat ini implan silikon yang lebih aman digunakan adalah yang berbentuk padat atau gel dibungkus kantung silikon. Ini bisa dikeluarkan kapan saja. Namun, tindakan ini tergolong bedah plastik yang harus dilakukan oleh dokter ahli di tempat yang memenuhi syarat kesehatan, menggunakan peralatan dan bahan-bahan yang terbukti aman.
Karena biayanya mahal, mereka yang tidak mampu akan mencari alternatif lebih murah. Peluang ini ditangkap orang-orang yang awam secara medis, memanfaatkan longgarnya pengawasan pemerintah.
Ada masalah lebih mendasar, yakni mitos kecantikan.
Ada masalah lebih mendasar, yakni mitos kecantikan. Naomi Wolf dalam bukunya “The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women” menyebut, mitos ini berasal dari industri kecantikan yang merupakan alih rupa dari sistem patriarki untuk mengontrol kebebasan perempuan. Sekaligus lahir untuk melayani tujuan finansial. Dengan demikian, setelah terbebas dari domestifikasi, perempuan tetap berdaya upaya untuk mencapai standar fisik yang dikonstruksikan secara budaya.
Karena itu, penting menumbuhkan kesadaran di kalangan perempuan untuk membebaskan diri agar tidak tergulung komodifikasi hal-hal terkait kecantikan. Cantik tidak harus berkulit putih, berbuah dada penuh, berdagu runcing atau berhidung mancung.
Sementara itu, tugas pemerintah mengawasi lebih ketat, memberi sanksi pada pelanggar, dan meningkatkan komunikasi ke masyarakat terkait bahaya dari upaya mencapai kecantikan yang ilegal.