Persoalan peredaran krim kulit ilegal yang bermasalah masih berulang meskipun berkali-kali dirazia oleh otoritas terkait. Diperlukan solusi yang lebih efektif agar peredaran produk ilegal dapat ditekan.
Berbagai produk kecantikan ilegal bermerek HN, terdiri dari toner, krim siang, krim malam, dan sabun dilengkapi dengan petunjuk pemakaian.
JAKARTA, KOMPAS — Kosmetik ilegal berkali-kali terjaring inspeksi atau razia dari otoritas. Namun, produk ini masih tetap beredar di pasaran. Korban dari krim tersebut juga bermunculan dari tahun ke tahun. Masih ada celah pengawasan terhadap peredaran kosmetik ilegal yang harus dituntaskan.
Kosmetik ilegal begitu mudah ditemukan, baik di kios-kios maupun kanal daring. Sebagian di antara kosmetik ilegal tersebut mengandung bahan berbahaya bagi manusia.
Sampai sekarang permasalahannya, ya, itu. Mereka (korban) pengin putih lalu beli produk yang ngejanjiin hasil instan. Padahal informasi produk berbahaya makin banyak, tapi korbannya masih banyak saja. Bahkan yang udah tahu bahaya pun tetap pakai.
Kosmetik berupa krim racikan yang mestinya disertai resep dokter pun tampak dijual bebas secara daring. Sebagian besar barang ilegal itu ditemukan tanpa daftar kandungan dan tidak bernomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Tangkapan layar akun @Korbanskincareabal di media sosial Instagram. Akun berpengikut sekitar 50.000 pengguna ini kerap membagikan edukasi terkait produk kecantikan yang aman.
Adisty, konsumen produk kecantikan yang juga admin akun media sosial @Korbanskincareabal di Instagram, menuturkan, masalah terkait kosmetik ilegal seakan berputar di lingkaran yang sama. Sejauh pengalamannya mengelola akun berpengikut 50.000 pengguna itu sejak 2018, dia selalu mendapat keluhan soal produk yang menyebabkan kerusakan pada kulit. Saat ditelusuri, produk tersebut tidak bernomor registrasi Badan POM.
”Sampai sekarang permasalahannya, ya, itu. Mereka (korban) pengin putih lalu beli produk yang ngejanjiin hasil instan. Padahal informasi produk berbahaya makin banyak, tapi korbannya masih banyak saja. Bahkan yang udah tahu bahaya pun tetap pakai,” ucap Adisty.
Salah satu penyebabnya adalah harga murah dan barangnya mudah didapat. Hal ini yang membuat Eliwati (27), perempuan asal Kota Bandung, Jawa Barat, menjadi salah satu korban dari krim pemutih yang dijual secara daring.
KOMPAS
Sebagian perempuan memilih rela mengeluarkan uang untuk membeli kosmetik dan skincare. Ada yang ingin menghilangkan jerawat ada juga yang memang ingin tampil lebih cantik dan glowing. Namun, sayangnya banyak kasus bukannya menjadi cantik justru petaka yang didapatkan.
Mimpi untuk mendapatkan wajah putih dan bersih mendorong Eli untuk mencari krim pemutih secara daring enam tahun yang lalu. Pilihannya saat itu jatuh pada krim seharga Rp 100.000 yang dijual oleh pemilik lapak ”pusat racikan medis”. Penjual mengklaim krim tersebut diracik oleh apoteker dan aman digunakan.
Namun, sebulan setelah pemakaian, kulit di wajah Eli justru malah mengelupas dan memerah. Lama-kelamaan, area hidung dan mulutnya menghitam. Bercak-bercak merah juga bermunculan di kedua pipinya. Setelah mencari informasi, Eli menduga gejala itu adalah efek hiperpigmentasi yang diakibatkan steroid dalam krim yang dia pakai.
DOKUMENTASI PRIBADI
Kondisi jerawat di wajah Eliwati (27) akibat dua tahun memakai krim pemutih ilegal.
Temuan pelanggaran
Kondisi tersebut seiring dengan laporan dari Badan POM. Berdasarkan temuan periode Juli 2020 hingga September 2021, setidaknya masih ditemukan 18 produk kosmetika mengandung bahan dilarang atau berbahaya. Temuan itu didominasi oleh hidrokuinon dan pewarna terlarang, antara lain Merah K3 dan Merah K10.
Penggunaan kosmetik yang mengandung hidrokuinon dapat menimbulkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan terasa terbakar, serta ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Sementara, pewarna Merah K3 dan Merah K10 adalah bahan yang berisiko menyebabkan kanker.
Begitu pula pada distribusi, Badan POM menemukan masih terdapat 10 persen yang tergolong barang tidak memenuhi ketentuan (TMK) bermasalah karena tidak berizin edar. Sementara hasil pengawasan iklan kosmetik menunjukkan jumlah yang memenuhi ketentuan (MK) menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Pergeseran pembuatan iklan di media daring berpotensi munculnya klaim yang dilarang/menyesatkan ataupun iklan kosmetik yang tanpa izin edar.
Direktur Pengawasan BPOM Arustiyono mengatakan, setiap tahun Badan POM selalu menyita kosmetik ilegal yang didapati masih beredar. Pihaknya menyita kosmetik ilegal dengan nilai keekonomian Rp 128 miliar pada 2018, naik jadi Rp 185 miliar tahun 2019, lalu turun jadi Rp 69 miliar tahun 2020, dan Rp 34 miliar pada 2021.
”Nah, para pelaku usaha pada telepon saya mengatakan, ’Pak, yang Bapak temukan itu hanya sepersepuluhnya.’ Ada yang bilang begitu. Berarti, triliunan (rupiah) dong, ya, kosmetik ilegal di pasaran,” ujar Arustiyono.
Pemalsuan
Koordinator Pengaduan Hukum YLKI Sularsi menilai, perkara kosmetik ilegal menjadi penting karena soal perawatan kecantikan kini menjadi kebutuhan sehari-hari bagi banyak orang. Suplai dan permintaan kosmetik yang tinggi turut membuat barang-barang ilegal dan berkandungan berbahaya masuk ke pasar.
FAJAR RAMADHAN
Suasana di Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, saat Kompas menelusuri peredaran kosmetik ilegal pada Minggu (27/3/2022) siang.
Menurut Sularsi, persoalan barang ilegal itu harus benar-benar diatasi dari sumbernya. Apabila memang barang ilegal banyak bersumber dari luar negeri, perlu ada kebijakan yang membatasi keran impor kosmetik tertentu.
Terkait pemalsu produk kosmetik juga menjadi persoalan pelik. Sebab, pelaku kebanyakan adalah para produsen lokal. Sularsi menyebut sejumlah kasus pemalsuan kosmetik di masa lalu sempat melibatkan banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari sebuah kampung di Jakarta serta area sekitar.
Untuk itu, Sularsi menilai, sanksi kepada pelaku kosmetik ilegal tidak lantas menyelesaikan masalah. Penanganan selanjutnya harus fokus pada langkah preventif, seperti pendampingan usaha bagi pelaku UMKM di bidang kosmetik agar mereka berdaya dengan mencipta produk kecantikan sendiri yang aman dan terdaftar resmi di Badan POM.
FAJAR RAMADHAN
Tampilan sepaket produk krim HN yang terdiri dari krim siang, krim malam, toner, dan sabun cuci muka. Paket kosmetik ini dibeli dari Pusat Grosir Asemka, Tamansari, Jakarta Barat, Kamis (24/3/2022).
Di samping itu, pengawasan harus tetap berjalan dengan ketat. Literasi berkaitan dengan produk kosmetik yang aman juga terus digaungkan, misalnya lewat standar label resmi serta izin edar seperti yang sudah dijalankan Badan POM.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Perkosmi) Sancoyo Antarikso menilai, untuk menekan masifnya peredaran kosmetik ilegal, dibutuhkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak dari kosmetik ilegal yang sebagian mengandung bahan berbahaya tersebut.
Ketua Bidang Perdagangan Perkosmi Shelly Taurhesia menambahkan, masyarakat mesti waspada terhadap pihak yang menjamin suatu produk bisa memutihkan kulit. Kosmetik hanya membantu warna kulit kembali seperti semula. ”Kalau dulunya segitu, ya, akan segitu, enggak akan lebih dari itu,” ucapnya.