Siswanto, Jawa Berseri di Kampung Jawi
Dari tidak ada apa-apa, warga Kalialang Lama di Sukorejo, Semarang, Jawa Tengah, sekarang bisa berbangga berkat kehadiran Kampung Jawi. Siswanto berperan penting dalam mendirikan kampung tematik ini.
Hinaan, cacian, dan penolakan tidak menggentarkan Siswanto (47). Tanpa menyerah dia membangun Kampung Jawi yang terletak di Desa Kalialang Lama, Sukorejo, Semarang, Jawa Tengah. Sebagai kampung tematik, Kampung Jawi memberdayakan warga sekitar dan melestarikan kebudayaan Jawa.
Menginjakkan kaki di gerbang Kampung Jawi sama seperti berjalan ke dimensi lain. Lupakan sejenak dunia modern. Pengunjung seolah berkunjung ke pasar pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit di bantaran Sungai Kripik pada malam hari.
Deretan lapak dari bambu beratap welit tampak berjejer rapi membentuk huruf U. Kursi dan meja dari kayu terhampar di tengah. Langit hitam jadi semarak oleh lampu gantung yang menyala seperti pelita. Suara air sungai mengalir mengiringi percakapan Siswanto tentang suka duka mendirikan kampung Jawi.
”Yang bilang saya wong edan tidak hanya satu orang. Ibu kandung saya sendiri, warga, orang dinas pernah bilang saya gila,” kata Siswanto saat ditemui menjelang mahgrib di Kampung Jawi, Rabu (20/4/2022).
Dari bukan apa-apa, Kampung Jawi menjadi pusat ekonomi dan budaya warga Kalialang Lama. Jawi dalam bahasa kromo alus berarti Jawa. Menurut Siswanto, Jawi tidak merujuk pada suku atau etnis, tetapi pada budaya Jawa dan nilai-nilai budi pekerti dalam manusia, seperti unggah-ungguh serta tata krama.
Di dalam Kampung Jawi yang berdiri di atas lahan seluas dua hektar, terdapat angkringan bernuansa tradisional yang menampung 18 lapak milik ibu-ibu setempat. Mereka menjual makanan dan minuman khas Jawa, sebut saja sego tewel, sego koyor, dan wedang. Warga yang tidak mendapat jatah lapak bisa menitip jualan di lapak-lapak ini.
Keberadaan angkringan ini menarik ratusan pengunjung dari Semarang dan luar kota setiap hari sehingga roda ekonomi bisa berputar hingga ratusan jutaan rupiah. Pada Januari 2022, misalnya, Kampung Jawi menerima 10.474 pengunjung yang menghasilkan pendapatan kotor sebesar Rp 440,09 juta.
Uniknya, proses pembayaran di angkringan menggunakan kepeng dari kayu berbentuk segiempat. Mata uang kepeng merupakan alat tukar resmi untuk perdagangan di Nusantara tempo dulu. Satu kepeng seharga Rp 3.000. Pengunjung bisa menukar uang rupiah menjadi kepeng di lapak samping gerbang masuk angkringan.
Selain itu, berdiri sebuah pendopo di atas lahan tersebut untuk kegiatan kesenian. Pendopo ini menjadi tempat bagi warga, termasuk anak-anak, untuk berlatih seni karawitan, wayangan, ketoprak, dan tari tradisional.
Mereka biasa menggelar acara seni tahunan, antara lain Memetri Kampung Jawi pada Oktober dan 1.000 Obor Kemerdekaan pada Agustus. Kampung Jawi juga menerima paket kunjungan wisata dari berbagai instansi atau entitas yang ingin melihat pertunjukan seni sekaligus mencicipi kuliner Jawa. Lapangan luas depan pendopo sering menjadi tempat pertunjukan.
Dari segi sosial, pengelolaan Kampung Jawi melibatkan banyak warga setempat. Sebagai contoh, warga yang mengelola parkir dengan prinsip bagi hasil. ”Lalu pendapatan dari kamar mandi buat santunan anak yatim piatu dan ada kotak amal untuk masjid,” kata Siswanto.
Kebanggaan warga
Kampung Jawi lahir dari keresahan Siswanto akan banyak hal. Sebagai pemerhati budaya Jawa, Siswanto mengkhawatirkan dampak negatif disrupsi digital terhadap kehidupan manusia. Banjir informasi tanpa tersaring betul dapat menjajah jiwa generasi muda. Generasi sekarang butuh pendampingan untuk menghadapi perubahan zaman.
Mereka biasa menggelar acara seni tahunan, antara lain Memetri Kampung Jawi pada Oktober dan 1.000 Obor Kemerdekaan pada Agustus. Kampung Jawi juga menerima paket kunjungan wisata dari berbagai instansi atau entitas yang ingin melihat pertunjukan seni sekaligus mencicipi kuliner Jawa.
Di sisi lain, kondisi Kalialang Lama waktu itu hanya ada kekeringan, kemiskinan, begal, dan longsor. Tidak ada sesuatu yang bisa menjadi ikon. Bahkan, pejabat daerah enggan berkunjung. ”Jika tidak melakukan sesuatu, maka saya salah dan berdosa,” tutur ayah tiga anak ini.
Siswanto awalnya menginisiasi kegiatan permainan tradisional Jawa, seperti betengan. Setelah menjadi ketua RT 002 pada 2015, dirinya menyosialisasikan kebijakan penggunaan bahasa Jawa dalam setiap kegiatan budaya.
Setahun kemudian, Siswanto menjabat sebagai ketua RW 001. Saat mendengar Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menginisiasi program kampung tematik di Semarang, Siswanto ikut mendaftar. Desa Kalialang Lama dengan tagline Kampung Jawi akhirnya terdaftar pada 2017.
Namun, penolakan demi penolakan mesti laki-laki ini alami. Pernah sekali Siswanto menyebar 100-an undangan sosialisasi rencana pengembangan Kampung Jawi. Pertemuan pertama masih dihadiri dua puluhan orang. Pertemuan berikut hanya diikuti segelintir orang. Pertemuan ketiga tidak ada yang datang. Sulit untuk mengajak warga merintis usaha yang belum jelas hasilnya.
Siswanto mengalah, tetapi bukan berarti ia kalah. Tahun 2018 ia ganti mengajak ibu-ibu berjualan di pasar pariwisata berkonsep tradisional bernama Pasar Jaten. Di sebuah lahan pohon jati milik warga, pasar ini dibuka setiap Minggu legi. Sayang, warga masih asing dengan konsep pasar kuliner ini sehingga lapak dibuat seadanya dan enggan membayar iuran. Siswanto harus merogoh kocek sendiri hingga jutaan rupiah untuk membayar pertunjukan seni.
Setelah berhasil sepakat dengan warga tentang konsep Kampung Jawi, laki-laki ini mengajak mereka pindah ke lokasi sekarang pada 2019. Ia juga berusaha meyakinkan warga bahwa lebih untung berjualan pada malam hari. Siswanto sengaja meminta istrinya, Sholekhah, untuk berjualan meski sendirian selama beberapa hari sebagai contoh. Strategi ini berhasil.
Situasi kini berubah 180 derajat. Kampung Jawi sekarang menjadi kebanggaan masyarakat. Jangankan pejabat lurah dan camat, wali kota bahkan Gubernur Semarang sudah datang berkunjung. Infrastruktur desa tidak lagi diabaikan pemerintah.
Baca Juga: Prawoto Indarto, Referensi Kopi dan Teh di Tanah Air
Siswanto juga tidak perlu lagi menggunakan uang sendiri untuk menggelar acara seni di Kampung Jawi. Kalau diingat-ingat, dulu ia pernah meminjam di koperasi perusahaan swasta tempat dia bekerja dan sampai menjual mobil dari ibu tercinta demi membangun Kampung Jawi.
”Uang milik Gusti. Kebanggaan saya itu setiap jam setengah sepuluh malam warga menghitung pemasukan. Melihat itu saja semua sudah terbayar lunas bagi saya,” kata Siswanto. Mangga sami nguri-uri budaya Jawi.
Siswanto
Lahir: Semarang, 17 Oktober 1974
Pendidikan terakhir: SMA 12 Semarang (lulus 1994)
Pekerjaan:
·Pendiri Kampung Jawi
·Pemerhati budaya
·Karyawan swasta di PT Semarang Makmur
·Pranatacara
Keluarga: Sholekhah (istri) dan anak tiga orang.
Pengalaman, antara lain:
- Ketua RW 001 di Kalialang Lama
- Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kelurahan Sukorejo
- Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Jawi
Penghargaan:
- Juara Pertama kategori Desa Wisata Kuliner dalam Trisakti Tourism Award dari DPP PDI-P (2021)