Kinzhal, Rudal Hipersonik Rusia yang Bisa Dicegat Ukraina
Di tengah serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina pada pergantian tahun 2024, Ukraina mampu menjatuhkan Kinzhal, rudal hipersonik Rusia yang menjadi momok bagi Barat. Ini adalah prestasi kesekian kalinya bagi Ukraina.
Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina Jenderal Valerii Zaluzhni melalui kanal X, Selasa (2/1/2024), mengumumkan tentang keberhasilan Ukraina menangkal 10 rudal Kinzhal dalam serangan besar-besaran Rusia. ”Hari ini, Angkatan Udara Ukraina mampu menjatuhkan 10 dari 10 rudal hipersonik Kinzhal Kh-47M2 dengan bantuan sistem pertahanan udara Patriot (MIM-104 Patriot). Ini adalah sebuah rekor. Jika rudal itu mencapai sasarannya, konsekuensinya akan menjadi katastropik,” kata Zaluzhni.
Rudal-rudal hipersonik yang mengarah ke ibu kota Kyiv itu merupakan bagian dari serangan besar-besaran rudal Rusia sejak malam pergantian tahun 2024 hingga lima hari berikutnya. Paling tidak 500 serangan udara dilakukan ke semua kota besar di Ukraina menggunakan berbagai tipe rudal balistik, rudal jelajah, drone, hingga rudal hipersonik Kinzhal.
Kemampuan pertahanan udara Ukraina menyergap rudal Kinzhal kali ini adalah yang kesekian kali setelah pada 2 Mei 2023 untuk pertama kalinya sistem pertahanan Patriot mampu menangkal sebuah rudal Kinzhal yang diarahkan ke ibu kota Kyiv. Selepas itu, pada 16 Mei 2023, enam rudal Kinzhal diluncurkan kembali oleh Rusia mengarah ke ibu kota Kyiv dan keenam rudal itu kembali berhasil dicegat Patriot.
Hingga serangan udara Rusia terbaru pada awal 2024, sejumlah laman militer mencatat paling tidak sudah 25 rudal Kinzhal yang berhasil dicegat Ukraina. Meskipun klaim-klaim penangkalan rudal Kinzhal ini masih bersifat sepihak dan kerap disangkal Rusia, sulit bagi Rusia untuk mengelak karena bukti-bukti pencegatan rudal Kinzhal cukup terverifikasi. Pada Mei 2023, misalnya, sisa-sisa pecahan rudal Kinzhal yang masih relatif utuh ditunjukkan melalui video oleh militer Ukraina.
Pengakuan senada dinyatakan oleh Kementerian Pertahanan AS. Padahal, selama enam tahun terakhir sejak Rusia mengembangkan Kinzhal pada 2017, berbagai pemangku kepentingan di AS resah karena khawatir tidakmampu menangkal rudal hipersonik terbaru Rusia tersebut. Di dalam negeri AS, kemampuan mengembangkan rudal hipersonik pesaing Kinzhal masih dalam tahap uji coba. Selain itu, AS lebih tertarik mengembangkan teknologi antiradar (stealth)pada sistem persenjataannya.
Rudal Kinzhal digunakan secara riil dalam perang pada 18 Maret 2022 atau 20 hari sejak pecah perang Rusia-Ukraina. Di awal penggunaan Kinzhal, dunia tertegun akan potensi kehancuran Ukraina akibat rudal hipersonik ini. Betapa tidak, pada saat itu baik Rusia, Ukraina, maupun negara Barat sama-sama yakin bahwa rudal hipersonik ini tak akan mampu dicegat oleh apa pun. Dengan kata lain, setelah rudal diluncurkan, maka dalam hitungan menit kehancuran sasaran adalah hal yang pasti.
Di sisi lain, pertahanan udara Ukraina hanya dijaga oleh sistem peninggalan Uni Soviet, termasuk sistem pertahanan udara TOR-M2 untuk jarak pendek, sistem BUK untuk jarak menengah, serta sistem S-300 untuk jarak jauh dan sayangnya itu semua bukan tandingan Kinzhal.
Tidak mudah melihat aksi sesungguhnya Kinzhal di medan laga. Namun, sebuah video amatir yang dimuat pada Maret 2022 di media sosial berhasil merekam bagaimana aksi sebuah rudal Kinzhal. Rudal Kinzhal muncul di horizon bumi, melintas sekejap sangat cepat, dan segera hilang dari pandangan dalam beberapa detik saja. Bentuk rudal pun hanya terlihat sebagai seberkas cahaya terang bak meteor.
Baca juga: Javelin, ”Santo” Pelindung Bangsa Ukraina
Sebelum mampu ditangkal, ledakan rudal Kinzhal selalu menyebabkan kerusakan yang luar biasa karena kekuatan energi kinetik yang dilepaskan jauh lebih besar ketimbang rudal konvensional lainnya. Meski hulu ledak Kinzhal ”hanya” sekitar 500 kg, besarnya energi kinetik dari kecepatan hipersoniknya menyebabkan dampak ledakan yang diakibatkan tumbukan ketika menerjang sasaran menjadi berlipat kali dari rudal berkecepatan supersonik atau subsonik.
Kemampuan itu sesuai dengan tujuan Rusia membuat rudal Kinzhal, yakni ditujukan untuk menghancurkan sasaran strategis musuh, seperti bunker pusat komando, bunker persenjataan strategis, kapal penjelajah, dan kapal induk. Saat ini dalam konflik Israel-Hamas, Rusia juga menerbangkan jet MIG-31 yang ”menggendong” Kinzhal untuk berpatroli di laut Mediterania. Tujuannya, memberikan efek penggentar bagi armada laut AS dan dua kapal induk yang juga berpatroli di laut Mediterania.
Rudal Kinzhal
Diresmikan oleh Presiden Vladimir Putin pada 1 Maret 2018, Kinzhal merupakan satu dari enam senjata strategis baru Rusia yang dibuat untuk menandingi kemajuan teknologi persenjataan negara Barat. Selain Kinzhal, Rusia juga sedang dan telah mengembangkan rudal balistik antarbenua Satan II, rudal jelajah hipersonik Avangard, rudal jelajah hipersonik Zircon, rudal jelajah tenaga nuklir Burevestnik, dan torpedo nuklir raksasa Poseidon.
Kinzhal atau dalam bahasa Inggris disebut Dagger (belati) muncul pertamakali di publik pada pameran dirgantara Aviadart International Agustus 2019. Saat itu Kinzhal dibawa pesawat tempur Mig-31K pada sisi badan bawah sehingga tampak jelas dari luar. Namun, rudal maut ini baru benar-benar dioperasikan pada 18 Maret 2022 ke medan perang Ukraina.
Rudal Kinzhal diklaim Rusia mampu melaju dengan kecepatan maksimum 10 kali kecepatan suara (mach 10), jauh lebih cepat daripada rudal konvensional yang rata-rata berada di kecepatan sekitar mach 3 hingga mach 6. Bandingkan pula dengan kecepatan peluru pistol/senapan yang rata-rata berada di rentang mach 1 hingga mach 3 pada kondisi suhu dan ketinggian normal.
Secara dimensi dan bentuk, rudal Kinzhal dengan panjang hampir 8 meter; diameter 1,2 meter; dan berat 4,3 ton; hampir sama dengan rudal 9K720-Iskander atau SS-26 Stone yang merupakan rudal balistik jarak pendek andalan Rusia. Hal ini karena Kinzhal memang dikembangkan dari rudal Iskander yang dibuat pada tahun 1988 dan dimodifikasi pada bagian roket pendorong, bahan bakar, navigasi, penghindar radar dan sistem penerbangan.
Dengan demikian, Kinzhal sebenarnya ”hanya” merupakan Iskander dengan versi peluncuran dari udara dan memiliki kecepatan lebih tinggi. Sejumlah pengamat Barat bahkan berani menyindir bahwa Kinzhal yang disebut-sebut sebagai rudal hipersonik tidaklah secanggih seperti apa yang diberitakan. Analis militer Ryan Pickrell bahkan menyebut bahwa Kinzhal memang bukanlah rudal yang tak dapat dicegat. Meski demikian, kemampuan menangkal Kinzhal dengan sistem pertahanan Patriot tetap merupakan sesuatu yang mengesankan, ujarnya di laman Business Insider edisi 11 Mei 2023.
Dari segi jangkauan roket, Kinzhal dan Iskander sebenarnya sama-sama memiliki jarak jangkau 400 km hingga 500 km. Namun, karena Kinzhal ”digendong” pesawat yang memiliki jarak jangkau optimum 1.500 km (Mig-31 Foxhound) ataupun 2.500 km (Tupolev -22M3 Backfire) maka jarak yang mampu dijangkau Kinzhal meningkat drastis menjadi 2.000 km hingga 3.000 km.
Baca juga: HIMARS, Roket Andalan Ukraina yang Memusingkan Rusia
Hal ini karena pada saat peluncuran dari pesawat tempur, kecepatan pesawat jet sudah berada di mach 2,2 hingga mach 3,0 dengan ketinggian di atas 10 km. Bahkan ketinggiannya dapat mencapai 15 km ketika menggunakan Mig-31 Foxhound. Dengan awalan demikian, kecepatan Kinzhal sebenarnya sudah pada tahap satu dan siap menyalakan roket pendorong untuk meluncur naik pada ketinggian 20 km dan berakselerasi menuju kecepatan hipersonik.
Pada saat rudal sudah mencapai titik final penerbangan, arah Kinzhal mengarah kebawah dan menukik turun ke sasaran dalam sudut mendekati 90 derajat. Kemampuan Kinzhal mengubah arah semacam ini yang membedakan Kinzhal dengan rudal balistik Iskander.
Media Rusia mengklaim, kecepatan Kinzhal ketika menghantam target mencapai 15.000 km per jam, sedangkan ketika masih dalam lintasan stratosfer mencapai 11.000 km per jam. Adapun Yuri Ihnat dari Angkatan Udara Ukraina memperkirakan kecepatan Kinzhal mencapai lebih dari 7.000 km per jam (Kyiv Post, 30/10/2023).
Disergap Patriot
Sejauh ini, Badan Intelijen Ukraina (HUR) menengarai bahwa Rusia memiliki minimal 75 Kinzhal dan 25 unit di antaranya sudah dipakai untuk menyerang Ukraina. Meski demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya pascaserangan terbaru Rusia ke Ukraina menyatakan akan segera memproduksi Kinzhal secara besar-besaran karena melihat efektifitasnya di medan laga.
Direktur Rostec, perusahaan negara Rusia yang membawahi Mashinostroyeniya Design Bureau (KBM) sebagai pembuat rudal Kinzhal, menyatakan kesiapan memproduksi Kinzhal di tengah situasi embargo suku cadang eletronik, mikrocip, dan berbagai komponen optik dari negara Barat. Hal ini tentu merupakan kabar buruk bagi pertahanan udara Ukraina yang terengah-engah menangkal serbuan rudal dan drone Rusia.
Betapapun hebatnya rudal hipersonik Kinzhal, faktanya sejumlah rudal ini semakin mampu ditangkap oleh rudal-rudal sistem Patriot. Kisah sesungguhnya tentang bagaimana sebetulnya kemampuan rudal Patriot secara teknis mencegat Kinzhal hingga saat ini masih menjadi misteri dan pembicaraan di dunia militer.
Karena di atas kertas, rudal hipersonik tak akan mampu dicegat oleh sistem pertahanan udara mana pun. Hal ini bahkan ditegaskan oleh Presiden Putin saat peluncuran operasional perdana Kinzhal dalam perang menginvasi Ukraina. Di sisi lain, pihak Amerika Serikat dalam hal ini perusahaan Raytheon, Lockheed Martin, dan Boeing sebagai pembuat sistem Patriot tak kalah pesimistik dalam menghadapi kehadiran Kinzhal yang memiliki kecepatan bak meteor itu.
Pejabat AS semula mengakui bahwa mereka tak memiliki kemampuan untuk mencegah secara efektif sebuah rudal yang meluncur sedemikian cepat. Oleh karena itu, keberhasilan Ukraina mencegat 10 rudal Kinzhal yang diluncurkan Rusia sesungguhnya merupakan sebuah momentum besar yang tak hanya memberikan harapan baru bagi Ukraina, tetapi juga Amerika Serikat dan negara-negara Barat.
Karena dipandang efektif, Perdana Menteri Jerman Olaf Scholf pada akhir Desember 2023 mengatakan, Jerman akan kembali mengirimkan sistem rudal Patriot tambahan untuk mempertahankan kota-kota penting Ukraina dari serangan Rusia. Jerman merupakan negara pertama yang mengirimkan sistem pertahanan Patriot ke Ukraina pada 19 April 2023 atau 13 bulan setelah Ukraina menjadi bulan-bulanan rudal-rudal canggih Rusia.
Rahasia di balik kemampuan sistem Patriot yang diproduksi pertama kali tahun 1976 dan memiliki empat varian ini diperkirakan berada pada aspek pembaruan peranti lunak (software) rudal. Sebuah artikel di laman Defence One edisi 20 September 2023 menuliskan bagaimana Kementerian Pertahanan AS pernah berdiskusi dengan CEO Locheed Martin, James Taiclet, terkait pembaruan sistem software Patriot agar mampu mengatasi rudal canggih Rusia yang lebih baru.
Menurut mereka, Pentagon akhirnya bisa menyingkirkan hambatan politis pengembangan Patriot dengan memperbarui aspek yang lebih murah dan cepat, ketimbang membuat sebuah sistem pertahanan baru yang mahal dan membutuhkan waktu lama. ”Sistem software yang baru akan meningkatkan performa sistem Patriot yang sudah usang,” kata James.
Terlepas dari bagaimana sesungguhnya sistem kerja alutsista di balik keberhasilan mencegat rudal pemukul utama Rusia tersebut, nama sistem pertahanan udara Patriot buatan AS kembali melambung.
Baca juga: Arah Perang Rusia-Ukraina Mulai Berubah
Pesanan panic buying marak dilakukan sejumlah negara NATO. Mereka telah sepakat membeli 1.000 rudal Patriot senilai 5,5 miliar dollar AS agar negara-negara anggotanya, Jerman, Belanda, Romania, dan Spanyol, dapat lebih melindungi wilayah masing-masing. Demikian pula Swiss, Polandia dan sejumlah pelanggan lama rudal Patriot yang kembali bersemangat setelah prestasi menumbangkan rudal hipersonik Rusia.
Keberhasilan sistem Patriot mencegat lesatan ”meteor” Kinzhal telah memberikan dukungan moral bagi negara-negara Barat dalam mendukung perjuangan Ukraina mempertahankan negerinya dari ambisi invasif Rusia. Pamor sistem rudal Patriot kembali meningkat dan sang meteor Kinzhal ternyata bisa dicegat olehnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Bayraktar TB 2, Elang Tempur Andalan Ukraina