Bayraktar TB 2, Elang Tempur Andalan Ukraina
Perang udara tidak melulu harus melibatkan pesawat canggih atau jet tempur modern. Berbekal “drone” yang berukuran lebih kecil, Ukraina mampu meladeni serangan Rusia.
Peran pesawat terbang nirawak atau drone Bayraktar TB 2 dalam perang Rusia-Ukraina terbukti sangat strategis dan andal. Memang memiliki keterbatasan, tetapi diimbangi dengan taktik dan kecerdikan pengguna, senjata minimalis yang dibawanya mampu membuat kerusakan yang berarti.
”Anda tak memerlukan sebuah mobil sport Ferrari di jalan raya, sebuah Toyota sudah cukup menangani sebagian besar keperluan” menjadi sebuah jargon yang menggambarkan kemampuan yang terbatas dari drone Bayraktar TB 2, tetapi memiliki keefektifan yang memukau.
Banyak pengamat militer kini bersimpati pada unmanned aerial vehicle (UAV) atau drone buatan Turki ini. ”Murah, tapi mematikan” adalah julukan yang banyak diberikan kepada Bayraktar TB 2 oleh media-media Barat. Hingga tiga minggu setelah invasi Rusia, pasukan Ukraina mampu menahan gerak maju pasukan Rusia dan meningkatkan pertahanan di kota-kota Ukraina mengandalkan drone TB 2 dan serangan rudal panggul.
Setelah sejumlah gempuran efektif TB 2 terhadap senjata dan pasukan Rusia, memasuki bulan kedua pertempuran barulah Rusia menyadari perlunya menurunkan sistem pertahanan udara yang lebih canggih untuk menangkal drone ini. Dengan sistem pertahanan udara Rusia tersebut, pasukan Ukraina terpaksa perlu lebih hati-hati menyerang dan lebih terbatas dalam mengeksploitasi sisi lemah Rusia yang kebanyakan disediakan oleh intelijen Ukraina dibantu informasi intelijen NATO.
Video terbaru yang dirilis Angkatan Bersenjata Ukraina pada Minggu (8/5/2022) menunjukkan sebuah helikopter jenis Mi-8 milik Rusia yang sedang bersiap lepas landas di Pulau Ular, Ukraina, ditembak oleh Bayraktar TB 2. Serangan sukses terhadap pesawat terbang berawak yang sedang beroperasi ini menjadi yang pertama mampu dilakukan TB 2 dalam perang Rusia-Ukraina. Sehari sebelumnya, TB 2 berhasil mengebom dua sistem pertahanan udara berbasis rudal TOR dan kapal pendarat Rusia tipe Serna di tempat yang sama.
Sulit dimungkiri, Bayraktar TB 2 makin populer sejak sukses di ajang konflik Timur Tengah (2019-2020). Bayraktar berperan dalam memukul mundur pasukan Jenderal Khalifah Haftar dari kelompok Tentara Nasional Libya (LNA) di perang perebutan kota Tripoli, Libya, pada Mei 2019-Juli 2020. Beberapa bulan kemudian pamor TB 2 kembali moncer dalam perang Azerbaijan versus Armenia pada September-November 2020, di mana ratusan tank, kendaraan militer, dan peluncur rudal Armenia menjadi bulan-bulanan serangan drone.
Kini, dalam perang Rusia–Ukraina, peralatan tempur berat Rusia, termasuk tank, kendaraan angkut lapis baja, truk logistik militer, hingga tempat persembunyian personel terbukti tak ada yang mampu menghindari terjangan ”sang elang” ini. Jumlah serangan terkonfirmasi dari TB 2 memang cenderung lebih sedikit daripada hasil serangan rudal panggul Stinger atau Javelin, tetapi efek psikologis yang diakibatkannya sangat signifikan menaikkan moral tempur pasukan Ukraina, terutama di minggu-minggu awal perang.
Jasa Bayraktar tak hanya di darat. Dalam peristiwa tenggelamnya kapal penjelajah utama Rusia, Moskva, pejabat Ukraina menyatakan penggunaan dua drone Bayraktar TB 2 sebagai pengecoh bagi sistem antiserangan udara kapal Moskva sehingga para awak kapal tak sigap mendeteksi kedatangan rudal antikapal Neptunus yang diluncurkan Ukraina secara cerdik dari pantai Odessa.
Belakangan, salah satu kemampuan yang mengerikan dari Bayraktar adalah kemampuannya berkolaborasi dengan pasukan artileri untuk menembak secara akurat posisi musuh dengan panduan laser. Bayraktar akan membidik sasaran dengan laser dan menemukan koordinat musuh secara lengkap, yang otomatis terhubung dengan pusat komando yang kemudian segera menginstruksikan pasukan artileri membidik koordinat tersebut.
Dengan menggunakan senjata artileri masa kini yang rata-rata bisa menembak hingga empat puluhan kilometer dengan akurasi deviasi di bawah satu meter, banyak tank dan lapis baja Rusia luluh lantak terhunjam peluru meriam. Catatan perang Rusia-Ukraina menunjukkan, hingga hari ke-67 ada ribuan kendaraan tempur dan pasukan kedua pihak yang hancur digempur artileri berpemandu.
Saking efektifnya drone ini, tak heran jika pada bulan kedua peperangan, Rusia menurunkan drone pula. Pesawat nirawak andalan mereka adalah Orlan-10, yang memiliki bentuk lebih kecil daripada Bayraktar. Namun, sejauh ini, prestasi drone Rusia itu belum semoncer ”si elang tempur” dari Turki yang jadi andalan Ukraina.
Kemampuan tempur
Menurut laman Baykartech.com, drone Bayraktar B2 telah berhasil menembus lebih dari 400.000 jam terbang operasional. Dikembangkan sejak 2014, saat ini ada 257 drone Bayraktar yang telah dikirim melayani angkatan bersenjata Turki, Qatar, Ukraina, dan Azerbaijan.
Semula pesawat nirawak ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah drone yang andal di medan tempur sebagaimana saat ini. Bayraktar TB2 dikategorikan sebagai UAV taktis untuk membedakannya dengan UAV kelas di atasnya, yaitu Anka TAI (Akinci), sebagai UAV dengan kapasitas angkut dan kecepatan jelajah yang lebih besar. Namun, prestasi di pertempuran menunjukkan hasil berbeda.
Analis Royal United Service Institute, Jack Watling, menyatakan Bayraktar TB 2 sebetulnya tidak mampu menimbulkan dampak berarti karena hanya terbang di ketinggian menengah, berkecepatan rendah, serta tanda elektromagnetik dan radar cross-section yang besar. ”Pertahanan udara Rusia sebenarnya sangat mampu menangkalnya karena geomorfologi daratan Ukraina yang datar dan terbuka sehingga memberi cakupan radar yang baik,” kata Watling sebagaimana ditulis The Timesofisrael (17/3/2022).
Namun, pasukan Ukraina rupanya mengantisipasi kelemahan ini dengan melakukan modifikasi taktik, yaitu menerbangkan drone dengan ketinggian rendah di tempat yang lemah sistem anti-drone, kemudian muncul dan menyerbu pasukan lawan, dengan menghilangkan peluang antisipasi lawan. Kombinasi antara kemampuan terbatas persenjataan dan keberanian semacam ini juga dilakukan menggunakan rudal panggul Javelin ataupun Stinger yang memberi dampak signifikan kerusakan lawan.
Menggunakan pesawat nirawak, tak hanya prajurit petempur yang bisa ”menikmati” laga pertempuran yang terjadi, tetapi warganet dan penonton di seluruh dunia juga bisa turut menonton di media sosial. Kini warganet bahkan bisa berdebat keampuhan persenjataan setiap negara dengan membuktikan keampuhan tembakan rudal, bom, dan pasukan lawan yang disasar di darat berdasarkan rekaman video.
Karena terbukti sudah battle proven, kini terjadi fenomena negara-negara Barat yang terkenal dengan industri perang kelas berat, seperti negara-negara Eropa, termasuk Jerman memesan Bayraktar TB 2 dalam jumlah besar. Hal ini membuat pabrik Baykar kewalahan membuat drone untuk memenuhi pesanan. Bagaimanapun, kini negara-negara itu sadar kemampuan teknologi serangan melalui penguasaan ruang udara menggunakan drone memasuki tahap baru yang strategis.
Rudal mikro
Rudal yang dibawa TB 2 dikembangkan khusus oleh perusahaan Turki, Roketsan, berupa rudal cerdas mikro (smart micro munition) berjuluk MAM-C berbobot 6,5 kg atau MAM-L berbobot 22 kg. Meski berukuran kecil, rudal yang dikembangkan Roketsan itu sudah berpemandu laser, memiliki jarak tembak 8 hingga 15 km, dan memiliki hulu ledak multipurpose sehingga bisa dipasangi hulu ledak penembus baja (armor piercing), antipersonel (blast fragmentation), atau bahkan dipasangi hulu ledak jenis termobarik.
Tak heran tank modern Rusia sekalipun tak mampu menahan serangan rudal yang dibawa Bayraktar TB 2, khususnya dari jenis MAM-L. Sejumlah video yang bertebaran di media sosial menunjukkan bagaimana Bayraktar menembakkan rudal berpemandu menuju sasaran dan meledakkannya berkeping-keping.
Memang, bagaimanapun kapasitas tempur drone ini kalah jauh dibandingkan dengan drone kelas kakap, seperti MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper milik AS, atau Chengdu Pterodactyl-1 milik China yang memiliki ”gengsi” di atas Bayraktar TB 2. Meski sama-sama masuk dalam kelas MALE (medium altitude long endurance), kapasitas angkut senjata, kecepatan jelajah, kemampuan optik surveilans, hingga beragam perangkat elektronik yang dimiliki TB 2 masih kalah daripada kompetitornya.
Tak hanya kapasitas tempur, Bayraktar TB 2 juga sangat murah dari segi harga per unit. Harga Bayraktar ”hanya” di bawah 2 juta dollar AS, sementara drone MQ-1B Predator AS berharga 20 juta dollar AS alias 10 kali lipat. Bandingkan pula dengan drone Elbit Hermes 900 buatan Israel seharga 25 juta dollar AS atau drone besar Turki bernama Anka yang dihargai 100 juta dollar AS. Namun, setelah battle proven, harga Bayraktar TB 2 diyakini akan naik berkali lipat dari sebelumnya.
Drone swasta
Bayraktar TB2 adalah drone yang sejak kelahirannya di 2014 sudah “disalahpahami”. Meski tujuan awal pembuatan drone ini adalah untuk Angkatan Bersenjata Turki, namun sejumlah komponen pesawat ini ternyata semula diperuntukkan tujuan non militer alias dibuat untuk tujuan sipil. Hal itu terungkap setelah ada embargo terhadap sejumlah komponen vital drone ini oleh negara barat pembuatnya karena penggunaan dalam perang Nagorno-Karabakh.
Pesawat kecil tak berawak ini sebelumnya mengandalkan mesin piston Rotax 912 produksi Austria dan alat optoelektronik (sensor FLIR) dari Wescam Kanada atau Hensoldt Jerman. Karena dipakai untuk berperang, perusahaan Bombardier, pemilik Rotax, menangguhkan pengiriman mesin mereka karena mesin-mesin itu disertifikasi untuk penggunaan sipil saja.
Untunglah perusahaan Turki mampu berswasembada dalam pengadaan mesin-mesin penggerak rotor utama (diproduksi oleh perusahaan TEI) dan peralatan penginderaan optik sistem CATS FLIR (diproduksi oleh Aselsan) untuk Bayraktar. Pada 6 November 2020, semua komponen yang diembargo barat telah diganti dengan produk alternatif yang diproduksi secara lokal meski sedikit kalah dalam kualitas.
Hal itu tampak ketika mayoritas pelanggan Baykar, termasuk Ukraina, Polandia, Maroko, dan Kuwait, menolak untuk membeli turret elektro-optik CATS Aselsan dan memilih untuk memesan Wescam MX-15D langsung dari Kanada. Alasannya karena soal peningkatan berat dari 45 menjadi 61 kg, juga soal kinerja dan kompatibilitas dengan armada yang ada.
Adapun kualitas mesin rotor buatan perusahaan Turki tidak diganti karena tak mengecewakan, paling tidak jika dibandingkan kualitas drone Rusia Orlan-10, yang mesin penggeraknya dinilai berisik dan mudah diketahui musuh. Selain itu alat optik drone Rusia itu juga dinilai ketinggalan zaman karena hanya memasangkan kamera generik SLR merk Canon yang biasa dipakai fotografer sipil, sesuai rilis dari pasukan Ukraina yang berhasil menjatuhkan Orlan-10.
Baca juga: Faktor-faktor Pengubah Narasi dalam Perang Rusia-Ukraina
Semua itu menunjukkan semakin berharganya sebuah drone dalam peperangan. Parachini, seorang peneliti militer Rand Corporation, mengatakan, tank adalah kunci pertempuran pada satu titik, tetapi sekarang drone mungkin menjadi sistem senjata yang lebih menentukan.
Bayraktar TB 2 telah membuktikan kemampuan tempur yang mumpuni. Pesawat kecil tanpa awak itu telah andal meladeni terjangan alutsista tempur Rusia hingga bulan ketiga ini dan bertransformasi menjadi elang tempur Ukraina yang gagah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Javelin, ”Santo” Pelindung Bangsa Ukraina