Survei Litbang ”Kompas”: Sikap Politik Anak Muda, Cair nan Ambigu
Posisi calon presiden yang diusung parpol secara wajar menimbulkan asumsi pilihan yang sejalan dengan pilihan partainya. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya berlaku untuk sikap politik anak muda yang cenderung cair.
Cairnya sikap politik anak muda ini tergambar dalam pilihan terbanyak untuk calon presiden atau capres dan partai politik dalam pemilu. Menariknya, tatkala generasi muda dibagi menjadi dua kelompok generasi, yakni generasi Z dan generasi milenial, terdapat pola yang mirip meski dengan persilangan pilihan yang unik.
Survei periodik Kompas pada Agustus 2023 merekam kelompok responden generasi Z, atau saat ini yang berusia 17-25 tahun, memilih Ganjar Pranowo sebagai presiden dengan persentase terbesar, yaitu 31 persen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Posisi itu diikuti oleh Prabowo Subianto dengan proporsi pilihan sebesar 28,2 persen. Berikutnya, ada Anies Baswedan pada urutan ketiga teratas dengan persentase 8,2 persen.
Meskipun belum didaftarkan secara resmi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ganjar Pranowo merupakan calon presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Menariknya, partai dengan persentase elektabilitas terbesar di kelompok pemilih generasi Z bukanlah PDI-P, melainkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yakni 23 persen.
Padahal, dalam koalisinya sementara ini, Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai capres, yang dalam data di atas menjadi favorit kedua gen Z saat ini.
Baca juga: Demi Bakal Capres, Parpol Rebutan ”Hati” Anak Muda
Cair
Dalam kelompok pemilih paling muda ini, PDI-P dipilih oleh 18 persen responden. Masih dalam soal pilihan partai, Partai Demokrat menempati urutan ketiga yang dipilih generasi Z, yakni 8,7 persen.
Posisi tersebut disusul Partai Persatuan Indonesia (Perindo) sebesar 7,1 persen. Sementara PKB dan Golkar dipilih dengan proporsi yang sama oleh gen Z, yakni 6,3 persen.
Apabila secara khusus membandingkan pilihan partai dan pilihan presiden sementara ini, tampak bahwa kelompok pemilih paling mula ini menunjukkan sikap yang cair. Pilihan terbesar untuk capres nyatanya tidak serta-merta membuat pilihan parpol generasi Z mengikuti partai pengusung presiden pilihannya itu.
Hal yang sama terjadi pada kelompok di atasnya, yakni generasi X atau milenial. Bedanya, tokoh capres yang paling banyak dipilih dan partai teratas berbalik posisi dibandingkan pilihan generasi Z. Dalam generasi milenial muda, yakni berusia 26-33 tahun, partai yang mendapat suara terbesar adalah PDI-P, yakni 25,9 persen.
Posisi kedua untuk pilihan partai adalah Gerindra, yakni 23,6 persen. Kendati begitu, dalam soal pilihan presiden, Prabowo mendapat suara terbanyak, yakni 28 persen. Ganjar mengikuti pada posisi kedua dengan 21,3 persen.
Setali tiga uang dengan generasi milenial madya, yakni mereka yang berusia 34-41 tahun, partai yang paling banyak dipilih adalah PDI-P, yaitu 26,1 persen. Posisi kedua ditempati Gerindra dengan 16,2 persen.
Angka ini sekaligus menjadi perolehan terkecil Gerindra di antara generasi muda meskipun tetap di posisi kedua. Namun, Prabowo menjadi favorit di kelompok ini dengan persentase 28,1 persen
Selain dua capres di atas, menariknya, Anies Baswedan mendapat limpahan suara lebih besar dalam kelompok generasi milenial. Dalam generasi milenial muda, Anies dipilih oleh 11,8 responden.
Sementara pada generasi milenial madya, Anies mendapatkan suara lebih tinggi lagi, yakni 13,6 persen. Meskipun mendapat ceruk suara paling besar pada generasi milenial, posisi Anies sementara ini masih berada di bawah dua capres lainnya.
Baca juga: Partai Politik Gencar Dekati Pemilih Muda
Aliran
Melihat data ini, bagaimana menjelaskan fenomena persilangan antara pilihan capres dan pilihan parpol dalam posisi teratas yang ditunjukkan oleh generasi muda ini?
Hal pertama yang tetap layak dicatat, kekuatan partai tidak lantas dapat dihilangkan begitu saja. Bahkan, limpahan terbesar suara presiden tetap terutama dari pemilih parpol pengusung.
Namun, nyatanya, itu saja tidak cukup. Masih ada pemilih partai lainnya, di luar partai dengan elektabilitas tertinggi pengusung presiden, yang berpotensi mengalirkan suara kepada sosok capres.
Dengan contoh fenomena yang terjadi pada generasi Z, misalnya, elektabilitas PDI-P dalam kelompok ini sebesar 18 persen, sementara proporsi pemilih Ganjar sebesar 31 persen. Artinya, dengan pengandaian positif, yaitu seluruh pemilih PDI-P akan memilih Ganjar, ada potensi limpahan suara dari partai lain kepada Ganjar sebanyak 13 persen.
Selanjutnya, juga sebagai pilihan teratas, Prabowo dipilih oleh 28 persen generasi milenial muda. Sementara pemilih Gerindra pada kelompok ini sebanyak 23,6 persen.
Dengan asumsi yang sama, aliran suara dari partai lain yang mengarah kepada Prabowo sebanyak 4,4 persen pada generasi milenial muda. Berbekal perhitungan yang sama, aliran partai lain yang mengarah kepada Prabowo di generasi milenial madya lebih besar, yaitu 11,8 persen.
Baca juga: Pemilih Lebih Bimbang Memilih Capres
Alasan
Tak hanya soal relasi antara partai pengusung dan calon presiden, alasan khusus tiap generasi dari kelompok pemilih muda ini memilih capresnya menarik untuk ditelisik.
Secara umum, terdapat tiga hal utama yang dijadikan dasar alasan memilih presiden. Pertama, calon itu memiliki pribadi yang sederhana dan merakyat. Kedua, calon yang dipilih berkarakter tegas dan berwibawa. Ketiga, memiliki pengalaman dan prestasi sebagai pemimpin.
Secara umum, generasi Z sama proporsinya dalam mempertimbangkan pribadi yang sederhana (24,8 persen) dan karakter yang tegas serta berwibawa (25,5 persen).
Namun, melihat alasan generasi Z memilih Ganjar, alasan pertama memang sederhana dan merakyat dengan persentase 13,4 persen. Namun, alasan lain yang mendapat sorotan adalah pengalaman dan prestasinya sebagai pemimpin (6,5 persen).
Sementara pada generasi milenial, terlihat Prabowo dipilih sebagai presiden dengan alasan utama tegas dan berwibawa. Sebanyak 14,6 persen generasi milenial muda dan tak kurang dari 17,8 persen generasi milenial madya memilih Prabowo karena karakternya yang tegas dan berwibawa.
Generasi milenial madya menjadi kelompok responden yang paling konsisten antara pilihan presidennya dan alasan di balik itu. Dengan persepsi ketegasan lebih condong kepada Prabowo, menjadi terjelaskan mengapa generasi milenial madya memilih ketua umum Gerindra tersebut sebagai presiden.
Sebab, 29,4 persen responden kelompok ini, sekaligus yang paling tinggi, memilih sosok presiden dengan pertimbangan ketegasan dan kewibawaan.
Dengan persepsi sementara yang tergambar dalam survei ini bahwa sosok Ganjar lebih lekat dengan pribadi yang merakyat dan Prabowo lebih dianggap sosok yang tegas dan berwibawa, kelompok pemilih milenial muda menjadi yang paling ambigu.
Di satu sisi pilihan presiden favoritnya ialah Prabowo. Di sisi lain, sosok yang merakyat dan sederhana (31,2 persen) menjadi pertimbangan yang paling utama.
Masih cairnya sikap politik anak muda dan dibayangi ambiguitas pilihannya, berbagai kemungkinan masih terbuka sebagai ujung perjalanan proses pemilu mendatang.
Akhirnya, melihat sikap politik anak muda dalam survei ini, pertanyaan mendasarnya ialah seberapa menentukan anak muda dalam pemilu mendatang?
Berkaca pada jumlah pemilih dari daftar pemilih tetap (DPT) yang dihimpun Komisi Pemilihan Umum (KPU), diperkirakan 22,85 persen pemilih pada Pemilu 2024 adalah generasi Z. Sementara itu, sekitar 33,60 persen adalah generasi milenial.
Dengan kata lain, hampir enam dari sepuluh pemilih pada pemilu mendatang merupakan anak muda. Di atas kertas, jumlah ini akan menentukan bagaimana arah politik dari pemilu nanti. Namun, melihat masih cairnya sikap politik anak muda dan dibayangi ambiguitas pilihannya, berbagai kemungkinan masih terbuka sebagai ujung perjalanan proses pemilu mendatang.
Di sisi lain, sikap pemilih muda yang cair dan ambigu ini menuntut aktor politik yang berada di panggung kontestasi untuk membentuk poros politik berbasis idealisme ketimbang pragmatisme akumulasi suara belaka. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Survei ”Kompas”: Dukungan Pemilih dan Partai Tidak Selalu Sejalan