Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu Kedua, gejala sebaliknya terjadi, yakni pemilih tidak sejalan dengan pilihan bakal capres yang diusung partai politik atau kerap disebut sebagai split-ticket voting.
Gejala kedua ini terjadi ketika pemilih tidak memberikan suaranya di pemilihan presiden kepada sosok capres yang diusung oleh partai pilihannya bersama koalisinya. Pemilih memiliki preferensi sendiri terkait sosok capres yang berbeda dengan pilihan partainya.
Hasil survei Kompas periode Agustus 2023 ini merekam dua gejala tersebut berpotensi terjadi di kontestasi pemilihan presiden nanti. Jika angka 50 persen dijadikan ukuran untuk membagi apakah pemilih suatu partai politik cenderung lebih mengarah straight-ticket voting atau split-ticket voting, tidak banyak partai yang memiliki pemilih yang sejalan dengan arah politik partai, terutama di pemilihan presiden.
Menggunakan patokan angka 50 persen atau lebih pemilih partai yang suaranya sejalan dengan pilihan partai politik di pilpres, yang kemudian dikategorikan sebagai straight-ticket voting, hanya ada empat partai politik yang masuk kategori ini. Keempatnya ialah PDI-P, Partai Gerindra, Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PDI-P dan Gerindra memiliki tingkat loyalitas pemilih yang relatif berimbang. Sebanyak 62,2 persen pemilih PDI-P akan memberikan suaranya untuk Ganjar Pranowo, bakal capres yang diusung partai ini di Pilpres 2024.
Hal yang sama juga terdeteksi di kelompok pemilih Gerindra. Sebanyak 62,3 persen pemilih Gerindra akan menjatuhkan pilihannya kepada Prabowo Subianto, bakal capres yang diusung partai tersebut.
Sementara itu, dari kelompok pemilih PKS, terekam 52,9 persen pemilihnya akan memberikan dukungan di bilik suara nanti untuk Anies Baswedan, bakal calon presiden yang diusung koalisi Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat. Gejala serupa ditemukan pada pemilih Nasdem. Separuh dari pemilih partai ini juga akan menjatuhkan pilihannya kepada Anies.
Baca juga : Partai Politik Terkonsolidasi Pilihan Calon Presiden
Pilihan terbagi
Berbeda dengan PKS dan Nasdem, pemilih dari Partai Demokrat yang menjadi salah satu partai pengusung Anies cenderung mengarah pada gejala pilihan yang terbagi (split-ticket voting).
Hanya 27,4 persen dari pemilih Demokrat yang akan memberikan suaranya untuk Anies pada 2024. Sementara 72,6 persen pemilih partai ini akan memberikan dukungannya kepada beberapa nama, seperti Prabowo (20 persen) dan Ganjar (14,7 persen).
Selain Demokrat, Partai Golkar juga terekam memiliki potensi gejala split-ticket voting yang relatif tinggi, yakni 72,4 persen. Pilihan Partai Golkar bergabung dengan koalisi pendukung Prabowo bersama Gerindra, PKB, dan PAN ternyata tidak diikuti secara penuh oleh pemilihnya.
Hanya 27,6 persen dari pemilih partai berlambang pohon beringin ini yang mengikuti langkah politik Golkar mendukung Prabowo. Sebagian pemilih Golkar yang lain tersebar mendukung Anies dan Ganjar.
Hal yang sama dialami PAN yang justru sebagian besar pemilihnya malah tidak memilih Prabowo, tetapi lebih banyak memilih Ganjar. Hanya 19,1 persen pemilih PAN yang memberikan dukungan kepada Prabowo. Sementara sisanya, 80,9 persen, terbagi ke sejumlah nama, seperti Ganjar (21,3 persen) dan Anies (14,9 persen).
Gejala yang sama juga dialami oleh PKB, PPP, dan Perindo. Keputusan PKB yang bergabung dalam koalisi pendukung Prabowo tidak serta-merta diikuti pemilihnya.
Hanya 34,6 persen responden pemilih PKB yang mengaku akan memilih Prabowo di pilpres nanti. Hal yang sama dialami Perindo yang sudah menyatakan dukungan kepada Ganjar Pranowo. Hanya 30,4 persen pemilihnya yang akan mengikuti langkah partai.
Berbeda dari partai politik dengan gejala split-ticket voting yang relatif masih menunjukkan dominasi terhadap capres yang diusung, meskipun di bawah separuh dari pemilihnya, pemilih PPP justru sebaliknya.
Sebagian besar pemilih PPP (42,9 persen) justru memilih Anies, padahal partai ini sudah mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar. Ganjar hanya mendapatkan dukungan sekitar 19 persen dari pemilih PPP.
Baca juga : Ganjar dan Prabowo Bersaing Ketat di Puncak
Insentif partai
Langkah partai politik mengusung bakal capres tentu disertai harapan akan mendapatkan insentif bagi keterpilihan partai. Gejala ini disebut sebagai efek ekor jas (coat tail effect), yaitu partai mendapatkan keuntungan elektoral atas langkahnya mendukung seorang capres.
Hasil survei Kompas periode Agustus 2023 ini merekam, partai-partai yang memiliki gejala straight-ticket voting tinggi, yakni 50 persen ke atas, berpotensi mendapat insentif elektoral lebih tinggi.
Dari empat partai yang pemilihnya masuk kategori straight-ticket voting tinggi, PDI-P terekam akan mendapatkan limpahan 60,9 persen dukungan dari pemilih Ganjar. Hal yang sama dialami Partai Gerindra.
Hampir separuh dari pemilih partai ini disumbang dari pemilih Prabowo. Tampak kedua partai ini memiliki hubungan timbal balik atau resiprokal dengan pemilih dari bakal capres yang diusungnya.
Hal berbeda terjadi di PKS, Nasdem, dan Demokrat. Disebabkan mengusung sosok yang sama, sumbangan dukungan dari pemilih Anies relatif terbagi ke tiga partai ini.
Pada akhirnya, dukungan partai politik bersama koalisi yang dibangunnya kepada sosok bakal capres memang tidak menjamin akan diikuti oleh pemilihnya.
Dari distribusi dukungan kepada partai politik ini, tampak gejala efek ekor jas memang mulai mengemuka dengan adanya relasi yang resiprokal antara pemilih capres dan pemilih partai politik yang mengusung bakal capres tersebut.
Pada akhirnya, dukungan partai politik bersama koalisi yang dibangunnya kepada sosok bakal capres memang tidak menjamin akan diikuti oleh pemilihnya.
Pemilih yang cenderung berbeda pilihan capres dengan partai politik ini umumnya berada di wilayah perkotaan. Hampir 60 persen dari mereka tinggal di wilayah urban dengan akses informasi yang lebih masif. Mereka juga didominasi oleh pemilih muda berusia di bawah 40 tahun dan seperempat di antaranya pemilih mula.
Tentu, kecenderungan pilihan mereka akan lebih banyak bertumpu pada isu ataupun program yang ditawarkan bakal capres. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Faktor Jokowi Memperketat Persaingan