Dalam persaingan politik kali ini, kehadiran sosok Presiden Joko Widodo tidak terabaikan. Posisi politiknya semakin signifikan, menjadi faktor yang memoderasi pilihan pemilih pada setiap bakal calon presiden rujukan.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Hasil survei periodik Kompas, Agustus 2023, mengindikasikan, persaingan antarkekuatan politik menjelang Pemilu 2024 bakal semakin kompetitif. Dinamika persaingan tidak lagi sebatas pada perubahan konfigurasi penguasaan dukungan pemilih sebagai hasil dari kerja politik masing-masing kekuatan yang berkompetisi. Namun, ada kehadiran sosok Presiden Joko Widodo yang turut mewarnai persaingan dan berpotensi memengaruhi peluang perluasan dukungan publik.
Sebagaimana ditunjukkan hasil survei, posisi politik Jokowi semakin menguat. Kecenderungan ini terjadi lantaran kinerja pemerintahannya kian banyak diapresiasi publik.
Bahkan, terbangun hubungan erat capaian kinerja pemerintahan dengan besarnya derajat kepercayaan dan loyalitas publik pada rekomendasi politik Jokowi pada Pemilu 2024. Sejalan dengan meningkatnya derajat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan, meningkat pula kecenderungan publik menggantungkan pilihan politik mereka pada rekomendasi Jokowi.
Hasil survei periode Agustus 2023 mengungkapkan, tidak kurang dari tiga perempat bagian responden menyatakan rasa puas mereka atas segenap kinerja pemerintahan saat ini.
Pada saat yang sama, hasil survei menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan kepercayaan terhadap kiprah politik Presiden Jokowi, termasuk rekomendasi politik pada bakal sosok calon presiden dalam pemilu mendatang. Saat ini terbilang 18,1 persen responden yang memastikan bakal memilih sosok ataupun calon presiden yang direkomendasikan oleh Presiden Jokowi.
Sementara itu, teridentifikasi pula ada sekitar separuh bagian responden (49,7 persen) yang masih mempertimbangkan, menyatakan pikir-pikir, dan menggantungkan putusan pada kualitas sosok calon yang direkomendasikan. Sisanya, hampir sepertiga bagian (32,6 persen) menyatakan kepastian tak akan memilih siapa pun calon yang terekomendasikan Jokowi.
Rekomendasi politik
Merujuk pada berbagai hasil survei sebelumnya, menarik mencermati terjadi peningkatan kalangan yang terbilang loyal pada rekomendasi politik Jokowi. Peningkatan loyalitas dukungan didapatkan dari kalangan yang sebelumnya merasa ragu-ragu pada pilihan mereka. Kali ini, mereka semakin teryakinkan. Pada sisi lain, kalangan yang memastikan tidak akan menjadikan Jokowi sebagai rujukan politik terbilang memiliki proporsi yang tetap.
Berdasarkan kondisi itu, ada korelasi antara kepuasan kinerja yang diekspresikan publik dan kepercayaan atau loyalitas pilihan mereka pada sosok yang direkomendasikan Presiden Jokowi. Hal ini mengindikasikan posisi tawar politik Jokowi semakin kuat.
Sosok Jokowi menjadi faktor yang turut memoderasi pilihan politik publik. Dalam survei ini, setidaknya terdapat dua kondisi yang menguatkan signifikansi kehadiran faktor Jokowi dalam persaingan politik.
Pertama, semakin kuatnya daya tawar politik Presiden Jokowi tampak dalam kaitannya dengan keberlanjutan program-program kerja dan capaian kabinet pemerintahan selama masa kekuasaannya. Hasil survei mengungkapkan, siapa pun sosok calon presiden yang bersaing dalam pemilu kali ini, mereka akan lebih banyak mendapat insentif elektoral jika keberlanjutan program kerja kabinet pemerintahan Jokowi menjadi pilihan program kerja. Sebaliknya, disinsentif elektoral menjadi ancaman jika mereka menafikan capaian kinerja kabinet selama ini.
Simulasi pada tiga sosok bakal calon presiden yang menduduki posisi teratas pilihan publik, misalnya, menguatkan adanya potensi peningkatan elektabilitas jika masing-masing bakal calon presiden memilih melanjutkan program-program kerja kabinet pemerintahan Jokowi. Ganjar Pranowo, jika memilih melanjutkan program kerja kabinet pemerintahan saat ini, memiliki potensi dipilih 36,9 persen responden. Sebaliknya, jika Ganjar menanggalkan keberlanjutan program kerja kabinet, dukungan menyusut, tinggal 30 persen.
Bagi Prabowo Subianto, dengan mengusung komitmen keberlanjutan program kerja kabinet, ia meraih 35,4 persen dukungan potensial. Akan tetapi, dukungan publik akan berkurang menjadi 27,8 persen tatkala ia memilih tidak melanjutkan program kerja pemerintahan.
Tidak terkecuali bagi Anies Baswedan. Pilihan untuk meneruskan program kerja pemerintahan Jokowi berpotensi meningkatkan elektabilitas Anies hingga sekitar 7 persen ketimbang sebaliknya, yakni tidak melanjutkan program kerja kabinet sekarang.
Kedua, semakin kuatnya daya tawar politik Presiden Jokowi berimplikasi langsung pada potensi elektabilitas yang akan diraih masing-masing bakal calon presiden. Dengan menampilkan simulasi persaingan tiga sosok bakal calon presiden, tampak signifikan keberadaan faktor Jokowi dalam memoderasi pilihan publik.
Dampak elektabilitas
Simulasi persaingan antara Ganjar, Prabowo, dan Anies menunjukkan elektabilitas Ganjar saat ini relatif unggul. Sebanyak 34,1 persen responden memilih Ganjar dan terpaut tipis berselisih sekitar 3 persen dengan elektabilitas Prabowo.
Menyusul kemudian Anies dengan dukungan sekitar 19,2 persen. Pada simulasi tiga tokoh tersebut, masih terdapat 15,4 persen yang belum menunjukkan pilihan atau menganggap tiga sosok yang tengah bersaing itu bukan menjadi pilihannya.
Keunggulan Ganjar tidak lepas dari aliran suara dukungan dari bekas pemilih Jokowi pada Pemilu 2019. Tidak kurang dari 63,6 persen dari pemilih Ganjar saat ini merupakan pemilih Jokowi pada pemilu lalu.
Dengan barisan dukungan sebesar itu, jika pada pemilu kali ini secara langsung Jokowi memberikan dukungan terbuka kepada Ganjar, elektabilitas potensial bertambah. Namun, hasil survei menunjukkan, tidak banyak tambahan elektabilitas yang diraih Ganjar. Hasil survei memperkirakan elektabilitas Ganjar menjadi 34,9 persen saja.
Hal sebaliknya terjadi pada Prabowo. Kehadiran Jokowi dalam wujud dukungan kepadanya justru signifikan menambah besaran elektabilitas. Sebelumnya, menjadi keuntungan bagi Prabowo jika barisan pemilih Prabowo pada Pemilu 2019 bergerak kembali memilih Prabowo dalam Pemilu 2024.
Pada survei Januari 2023, misalnya, mereka yang kembali memilih Prabowo berada di angka 72,5 persen. Saat ini (Agustus 2023) angkanya mencapai 85,7 persen.
Dengan soliditas sekuat itu, pada simulasi persaingan tiga sosok papan atas capres, diketahui elektabilitas Prabowo mencapai 31,3 persen. Apabila dukungan Jokowi tertuju kepadanya, elektabilitas Prabowo potensial semakin bertambah.
Hasil survei kali ini menunjukkan 35,1 persen yang bakal ia raih. Dari berbagai kalkulasi dukungan tersebut, tampak faktor Jokowi memperketat persaingan politik Ganjar dan Prabowo.
Kondisi demikian amat berbeda dengan yang dialami Anies. Berdasarkan kalkulasi yang sama, kehadiran dukungan Jokowi kepada Anies terbilang kurang signifikan. Sekalipun terjadi peningkatan, insentif elektoral yang diperoleh Anies masih belum mampu mengantarkan dirinya pada posisi teratas persaingan. (Litbang Kompas)