Demi Bakal Capres, Parpol Rebutan ”Hati” Anak Muda
Sebanyak 56,45 persen pemilih dalam Pemilu 2024 merupakan generasi muda. Dengan porsi pemilih yang besar, seluruh kontestan pemilu akan ”mati-matian” memperebutkan pemilih kaum muda.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, KURNIA YUNITA RAHAYU, IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Porsi pemilih yang besar membuat partai politik akan berupaya keras untuk merebut suara kaum muda. Perilaku mereka dinilai sangat berpengaruh terhadap peta politik elektoral. Demi bakal calon presiden masing-masing, sejumlah taktik dan strategi disiapkan partai pendukung.
Survei Litbang Kompas periode 27 Juli-7 Agustus 2023 merekam tren usia pemilih lima besar bakal capres. Komposisi pemilihnya juga terbagi dalam lima kategori yakni usia kurang dari 26 tahun (generasi Z), usia 26-33 tahun (generasi Y muda), usia 34-41 tahun (generasi Y madya), usia 42-55 tahun (generasi X), dan usia 56-74 tahun (generasi baby boomers).
Adapun lima besar bakal capres terdiri dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau RK, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.
Hasilnya, dengan respons di atas 30 persen, pemilih Ganjar dan Prabowo mayoritas berasal dari generasi Z. Komposisi Anies dan AHY didominasi pemilih dari generasi X, sedangkan pendukung RK cukup merata antar-generasi.
Merespons hasil tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Said Abdullah saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (22/8/2023), mengatakan, semua kontestan Pemilu 2024 akan ”mati-matian” memperebutkan pemilih kaum muda. Semangat perjuangan itu juga diilhami oleh PDI-P.
Ia mengutip data Komisi Pemilihan Umum terkait daftar pemilih tetap Pemilu 2024 yang mencatat, sebanyak 66,8 juta atau 33,6 persen pemilih generasi milenial dan 46,8 juta atau 22,85 persen pemilih generasi Z. Gabungan populasi dua generasi itu mencapai 56,45 persen total pemilih.
”Perilaku dan kecenderungan dua generasi itu sangat mempengaruhi peta elektoral. Dengan ceruk pemilih yang besar, PDI-P telah melatih dan menugaskan kaum muda sebagai juru kampanye partai dan Ganjar Pranowo,” kata Said.
Kelompok muda dinilai lebih paham mengenai kecenderungan politik generasi masing-masing. Komunikasi antar-anak muda juga dipandang lebih serasi ketimbang lintas generasi. Menurut evaluasi PDI-P, pendekatan yang dilakukan Ganjar ke generasi muda sudah sesuai dan berhasil membangun bonding atau ikatan.
Strategi pendekatan yang dilakukan berkaitan dengan bahasa tubuh, pemilihan kata dan tempat, hingga gaya komunikasi. Meskipun usia Ganjar (54 tahun) dan generasi muda terpaut cukup jauh, lanjut Said, mereka tampak cocok. Ini karena karakternya yang ”muda”, gaul, dan mampu menyesuaikan diri.
”Kecocokan dibangun dari watak alami Mas Ganjar. Ia bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan generasi milenial dan Z,” ungkapnya.
Kecocokan dibangun dari watak alami Mas Ganjar. Ia bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan generasi milenial dan Z.
Ke depan, Ganjar akan memperluas agenda pertemuan dengan anak muda Indonesia. Tugasnya untuk mendengarkan isi hati dan pikiran generasi muda. Hal ini karena generasi muda, menurut Said, merupakan kelompok yang lebih cerdas sehingga cocok sebagai rekan diskusi.
Terhadap pemilih dari generasi lainnya, Said menyebut kultur PDI-P adalah partai wong cilik. Artinya, merawat dan menumbuhkembangkan pemilih tradisional merupakan keniscayaan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menyampaikan, sebagian besar hasil survei elektabilitas memang menunjukkan Prabowo didominasi pemilih generasi Z. Anak-anak muda merupakan generasi yang tidak mudah untuk diarahkan dan dimanipulasi.
”Mereka (generasi muda) akan melihat dari kesatuan perkataan dan perbuatan dari pemberi pesan. Hal itu terdapat dalam figur Prabowo yang merupakan sosok apa adanya dan konsisten,” tutur Habiburokhman.
Gerindra juga sempat bertemu dengan influencer atau pemengaruh sebagai bagian dari penyerapan aspirasi. Para pemengaruh tersebut merupakan kalangan berprestasi yang paham keraguan serta pandangan anak muda saat ini.
Oleh karena itu, menurut Habiburokhman, partai perlu membuka diri untuk menerima masukan karena generasi muda merupakan kelompok yang akan melanjutkan perjuangan. Saat ditanya mengenai generasi lainnya, ia menyebut tidak ada perlakuan khusus dalam menjangkau kelompok-kelompok tertentu.
”Yang jelas, kami memaksimalkan kinerja dari para legislator di parlemen, serta memanaskan mesin-mesin partai politik pengusung,” katanya.
Ikut berebut
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali, survei Litbang Kompas menunjukkan pemilih Anies didominasi oleh generasi X yang berusia 42-45 tahun. Hal ini berarti pendukung Anies sekarang merupakan kelompok yang sudah matang dalam memilih.
Nasdem tidak ingin gegabah dalam menentukan strategi Anies. Selama satu bulan ini, tim kecil dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan terus merancang dan membahas rencana pemenangan.
”Kalau Anies ingin merebut generasi Z dan Y, ia perlu mengubah metode pendekatan, melakukan penyesuaian. Kami pasti akan turut menjangkau kaum muda, pasti,” kata Ali.
Pendekatan yang dilakukan tidak semata untuk kepentingan elektoral belaka, melainkan proses edukasi politik. Selain kunci kemenangan, kaum muda merupakan pemilih rasional yang akan menentukan wajah demokrasi Indonesia.
Sosok Anies, lanjut Ali, berperan sebagai pembawa harapan dari generasi muda. Harapan tersebut berupa ruang untuk kaum muda berkarya dan menjadi pemimpin meski tanpa memiliki hak istimewa atau privilege sekalipun.
”Selain itu, harapan-harapan kaum muda dikumpulkan dalam satu wadah berupa program kebijakan, visi, dan misi Mas Anies,” ujarnya.
Jadi, kaum muda tidak merasa dieksploitasi hanya demi suara, tetapi turut dilibatkan dalam pembangunan bangsa ke depan. Oleh karena itu, akhir-akhir ini Anies langsung bertemu dengan kaum muda untuk berdialog, misalnya agenda ”Desak Anies!” yang beberapa hari lalu dilaksanakan.
Dalam konteks tersebut, tutur Ali, Anies tengah berupaya untuk menjawab tuduhan-tuduhan publik terhadapnya. Hal ini, misalnya, terkait kinerja selama memimpin Jakarta dan klaim ”bapak politik identitas” yang kerap disematkan kepada Anies.
Menurut Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, generasi muda cenderung mudah berpindah-pindah dukungan sesuai dengan isu yang tengah berkembang. Sebab, paparan informasi yang mereka terima jauh lebih banyak ketimbang kelompok usia tua.
Hingga saat ini belum tampak adanya bakal calon presiden yang membahas suatu isu. Oleh karena itu, pola perpindahan masih akan terus berlangsung hingga periode kampanye dan minggu tenang.
”Saya kira, bakal capres bisa mulai membahas suatu isu ke publik. Khususnya isu ketenagakerjaan dan pemberantasan korupsi yang masih hangat bagi generasi muda,” ujar Arya.
Selain itu, perilaku pemilih Indonesia dalam menentukan pilihan cukup sama sehingga strategi catch all atau menangkap seluruh ceruk pemilih masih relevan. Namun, pada pemilih muda, partai politik dan bakal capres harus bisa memperhatikan isu yang terkini.