Pemilih Ganjar di Jawa dan Luar Jawa Paling Timpang Dibandingkan Pemilih Prabowo dan Anies
Proporsi pemilih para bakal capres yang sudah didukung parpol dan gabungan parpol relatif merata di Jawa dan luar Jawa. Namun, pemilih Ganjar di dua wilayah tersebut paling timpang dibandingkan pemilih Prabowo dan Anies.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, IQBAL BASYARI, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proporsi pemilih para bakal calon presiden yang sudah mendapatkan dukungan partai politik dan gabungan partai politik relatif merata di Jawa dan luar Jawa. Hanya pemilih Ganjar Pranowo, bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang menunjukkan ketimpangan di dua wilayah tersebut. Peningkatan intensitas kunjungan ke sejumlah daerah dan penetapan bakal calon wakil presiden diharapkan dapat menjadi cara untuk menutup ketimpangan tersebut.
Survei Litbang Kompas pada 27 Juli hingga 7 Agustus 2023 merekam ketimpangan proporsi pemilih Ganjar Pranowo di Jawa dan luar Jawa. Di Pulau Jawa, pemilih bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mencapai 69,9 persen. Sementara itu, pemilih Ganjar dari luar Jawa tercatat 30,1 persen.
Berbeda dengan Ganjar, proporsi pemilih bakal capres lain relatif lebih imbang. Untuk bakal capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, misalnya, jumlah pemilih di Jawa mencapai 49 persen, sedangkan di luar Jawa 51 persen. Adapun Anies Baswedan, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), didukung oleh 48 persen pemilih dari Jawa dan 52 persen pemilih dari luar Jawa.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Said Abdullah mengatakan, ketimpangan pemilih terjadi karena selama ini Ganjar lebih banyak menggalang dukungan di Jawa. Hal itu tidak terlepas dari statusnya yang masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah sehingga tak dapat leluasa bergerak ke daerah-daerah lain.
”Beliau (Ganjar) terikat jam kerja dan selama ini kerja penggalangan, ya, terbatas di hari Sabtu dan Minggu. Awal September nanti beliau demisioner dari posisi Gubernur Jateng, Nah, saat itulah Ganjar memiliki waktu yang lebih leluasa untuk menggalang dukungan dari masyarakat di luar Jawa,” ujar Said di Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Namun, menurut Said, elektabilitas Ganjar di beberapa daerah di luar Jawa unggul atas bakal capres lain. Daerah dimaksud, di antaranya, adalah Sulawesi Utara dan Sumatera Utara. Ganjar sudah pernah datang untuk menyapa masyarakat di kedua daerah tersebut.
Cawapres yang tepat
Selain meningkatkan intensitas kunjungan ke daerah di luar Jawa, ketimpangan pemilih itu juga akan ditekan dengan memilih bakal calon wakil presiden (cawapres) yang tepat. Dukungan suara di Jawa dan luar Jawa tidak dimungkiri merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan partai dalam menentukan calon pendamping Ganjar. Sejumlah faktor lain, seperti latar belakang sipil dan militer, birokrat dan pengusaha, juga diperhitungkan.
”Semua variabel akan digunakan. Sebab, kita akan memilih pemimpin yang menentukan nasib kita lima tahun ke depan. Jadi, harus benar-benar memiliki keunggulan kualitatif dan komparatif,” kata Said.
Semua variabel akan digunakan. Sebab, kita akan memilih pemimpin yang menentukan nasib kita lima tahun ke depan. Jadi, harus benar-benar memiliki keunggulan kualitatif dan komparatif.
Ia menambahkan, di tengah ketatnya persaingan elektoral tiga bakal capres saat ini, bakal cawapres tentu menempati posisi krusial. PDI-P berharap bakal cawapres pendamping Ganjar nantinya dapat menambah daya dorong elektoral untuk memenangi kontestasi. ”Sehingga kami di PDI Perjuangan dan partai-partai yang mendukung Ganjar serta Ganjar (sendiri) akan sangat hati-hari dalam menentukan bakal cawapres,” ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, pemilihan bakal cawapres merupakan kewenangan para ketua umum pengusung Prabowo. Selain Gerindra, ada pula Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sosok yang dipilih nantinya dipastikan merupakan hasil kesepakatan di antara partai-partai politik pengusung.
Ia tidak memungkiri, elektabilitas merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan dalam menetapkan bakal cawapres. Akan tetapi, itu bukan satu-satunya faktor. ”Kita ini, kan, akan memilih sosok yang amat penting, baik terkait dengan kontestasi maupun nanti setelah bekerja mendampingi presiden (terpilih). Tentu pimpinan kami akan sangat berhati-hati dalam menentukan cawapres,” ujar Habiburokhman.
Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, dinamika penentuan sosok bakal cawapres saat ini menjadi hal yang menarik. Wajar jika setiap parpol ingin mendorong kandidat jagoan masing-masing. Namun, di KPP, sudah ada kesepakatan untuk menyerahkan kewenangan penentuan bakal cawapres kepada Anies Baswedan. Tidak hanya soal sosok yang dipilih, tetapi juga waktu pengumuman.
”Melihat dinamika yang ada, tentunya tidak perlu kita terburu-buru untuk menentukan bakal cawapres, karena bakal capres lain pun belum menentukan bakal cawapresnya. Sehingga, kenapa kemudian harus Mas Anies dulu yang mengumumkan cawapres?” kata Taufik.