Survei Litbang ”Kompas” merekam citra KPK cenderung masih stagnan meskipun sudah mulai merangkak naik. Perbaikan kinerja menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Oleh
Rangga Eka Sakti
·4 menit baca
Setelah mencapai titik terendah pada Oktober 2022, citra Komisi Pemberantasan Korupsi relatif membaik dalam beberapa bulan terakhir. Hanya saja, tren positif ini belum mampu dijaga dengan konsisten. Diperlukan upaya ekstra agar publik semakin diyakinkan dengan perbaikan kinerja lembaga antirasuah tersebut.
Dinamika persepsi publik terhadap kinerja KPK terekam melalui survei Litbang Kompas yang diselenggarakan akhir Juli 2023 hingga awal Agustus 2023. Hasil survei ini menunjukkan, sebanyak 61,2 persen responden memandang positif lembaga itu.
Kendati mayoritas publik masih melihat KPK dalam perspektif yang positif, citra lembaga ini belum bisa dibilang tinggi. Di sisi lain responden yang merespons negatif KPK juga masih cukup tinggi, yaitu di angka 23,5 persen.
Selain itu, dibandingkan dengan beberapa lembaga yang juga diukur dalam survei ini, KPK menempati posisi keempat dengan citra yang paling buruk. Setelah KPK, hanya DPD, partai politik, dan DPR yang dinilai lebih buruk oleh masyarakat.
Secara longitudinal, tren citra positif dari lembaga ini juga cenderung menurun. Jika dibandingkan, citra positif lembaga ini sangat jauh daripada hasil pengukuran setahun silam.
Pada Januari 2022, misalnya, sebanyak 76,9 persen publik memandang positif kinerja KPK. Artinya, dalam setahun terakhir citra lembaga tersebut merosot drastis hingga 15,7 persen.
Memang tingkat kepuasan publik yang terefleksi dari citra saat ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengukuran pada Oktober 2022. Saat itu penilaian publik terhadap KPK mencapai titik terendah dengan hanya 55,9 persen yang memandang positif lembaga ini.
Sebetulnya KPK mampu memperbaiki citra hingga survei sebelumnya pada Mei 2023. Saat itu hampir 62 persen publik memandang positif lembaga ini. Hanya saja, momentum perbaikan citra positif ini sedikit tertahan dengan turunnya citra positif sebesar 0,4 persen di survei Agustus 2023 kali ini.
Tak heran muncul suara-suara yang mulai mempertanyakan relevansi dari lembaga antirasuah ini. Salah satunya dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Dalam acara di The Tribrata, Jakarta, Senin (21/8/2023), ia menyampaikan bahwa kerja KPK sudah tidak efektif. Bahkan, ia juga melontarkan usul untuk membubarkan lembaga antikorupsi ini.
Di balik pasang-surut penilaian masyarakat dalam memandang KPK, argumentasi yang mengarah pada pembubaran lembaga ini masih perlu dipertanyakan. Sebab, di satu sisi, tren penindakan kasus korupsi justru terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Data Indonesia Corruption Watch (ICW) merekam tren positif peningkatan jumlah penindakan kasus korupsi selama 2019 sampai 2022, baik dari segi jumlah kasus maupun jumlah tersangka.
Pada 2019 terdapat 271 kasus korupsi dan 580 tersangka korupsi yang berhasil ditindak di Indonesia. Pencapaian tersebut berhasil digenjot secara konsisten hingga 579 kasus korupsi dan 1.396 tersangka korupsi pada 2022.
Perlu diakui, Undang-Undang KPK yang memicu kontroversi tampak cukup berpengaruh bagi upaya penindakan korupsi. Sebelum UU ini disahkan pada 2019, jumlah kasus korupsi yang berhasil ditindak pada 2018 relatif tinggi, yaitu mencapai 454 kasus.
Dibutuhkan waktu dua tahun untuk bisa mengembalikan kinerja penindakan korupsi hingga menyamai level sebelum peraturan tersebut diketok palu.
Meskipun begitu, jumlah potensi kerugian keuangan negara yang diselamatkan oleh penindakan tindak korupsi tetap meningkat tiap tahun. Pada 2018 potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 5,6 triliun. Pada 2022, angka tersebut terus meningkat hingga sekitar Rp 42,7 triliun atau naik lebih dari delapan kali lipat.
Selain rapor penindakan yang relatif baik, publik secara umum juga menilai keberadaan KPK masih relevan. Dalam rangkaian skema pemberantasan korupsi, lembaga ini masih dinilai sentral, bahkan ketika sebagian kewenangan berpindah ke kejaksaan atau lembaga peradilan lain seperti peradilan militer.
Relevansi dari KPK sebagai aparat penegak hukum yang terlibat dalam penumpasan korupsi ini diperkuat oleh harapan publik. Besarnya harapan masyarakat ini terlihat dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 8-11 Agustus 2023. Saat itu survei ditujukan untuk menangkap persepsi masyarakat terhadap penyelesaian dugaan kasus korupsi di Basarnas.
Dari hasil jajak pendapat tersebut, sebagian besar responden melihat bahwa KPK masih relevan dalam upaya pemberantasan korupsi. Bahkan, sebanyak 88,2 persen responden berpendapat bahwa KPK perlu mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk anggota TNI aktif.
Dinamika citra positif KPK di mata publik ini juga sejalan dengan tingkat kepuasan terhadap pemerintah di bidang penegakan hukum. Di satu sisi, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah terkait dengan penegakan hukum memang mengalami peningkatan. Sekitar 61 persen responden Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) menyatakan puas atas kinerja pemerintah di bidang ini.
Meski demikian, jika ditilik indikator yang membangun kepuasan bidang penegakan hukum, aspek pemberantasan korupsi menjadi salah satu yang paling rendah. Hasil survei menunjukkan bahwa hanya sekitar 55 persen masyarakat yang mengaku puas terhadap upaya pemberantasan korupsi. Tingkat ketidakpuasan pun relatif tinggi, di atas 36 persen.
Aspek pemberantasan suap dan jual beli kasus hukum bahkan mendapatkan skor kepuasan yang lebih mengenaskan. Pada aspek ini, tak sampai 45 persen dari publik yang mengaku puas. Tingkat ketidakpuasan pada aspek ini pun cukup ekstrem, nyaris di angka 42 persen.
Urgensi penanganan korupsi ini pun dipertegas oleh masyarakat sebagai salah satu persoalan terbesar bangsa saat ini. Survei Litbang Kompas periode Agustus 2023 menunjukkan, pemberantasan korupsi menjadi isu kedua yang paling mendesak diselesaikan (8,9 persen).
Dari segudang persoalan bangsa, hanya persoalan ekonomi (23,2 persen) yang dirasa lebih penting untuk diselesaikan dibandingkan dengan pemberantasan korupsi.
Rendahnya kepuasan dan pentingnya pemberantasan korupsi di mata masyarakat ini menjadi alarm keras bagi pemerintah. Alih-alih mengerdilkan, pemerintah justru harus bisa menguatkan peran KPK dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. Tentunya hal ini harus diimbangi dengan integritas dan profesionalitas dari pimpinan dan anggota KPK itu sendiri.
Pembuktian kepada masyarakat ini paling dekat bisa dilakukan dengan menyelesaikan dua kasus korupsi besar yang tengah menyita perhatian publik, yakni kasus korupsi BTS dan Basarnas.
Kedua kasus ini bisa memunculkan preseden buruk di benak warga karena melibatkan figur besar seperti mantan menteri dan jenderal TNI aktif. Keberhasilan penuntasan kasus-kasus tersebut menjadi bagian penting momentum perbaikan citra lembaga antirasuah ini. (LITBANG KOMPAS)