Menjaga Harapan Nasib Baik Pekerja Migran Indonesia
Membaiknya situasi dunia setelah pandemi Covid-19 membuat jumlah pekerja migran asal Indonesia di luar negeri pun kembali meningkat. Pengaduan yang masuk di beberapa negara tujuan selayaknya mendapat perhatian serius.
Bekerja di luar negeri masih menjadi harapan sebagian orang Indonesia untuk memperbaiki taraf hidup. Selain memperbaiki kehidupan individu dan keluarganya, pekerja migran Indonesia atau PMI juga menyumbang devisa bagi negara.
Pada 2022, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Benny Rhamdani mengklaim, PMI menyumbang devisa negara hingga Rp 159,6 triliun per tahun. Ini merupakan yang terbesar kedua setelah sumbangan devisa dari sektor migas.
Dengan harapan akan perbaikan nasib dan kontribusi devisa yang tak bisa dipandang sebelah mata, maka menjadi penting bagi pemerintah untuk menjamin perlindungan para PMI. Negara-negara yang menjadi tujuan penempatan pun sudah selayaknya terus dievaluasi demi menjamin keamanan para PMI.
Negara-negara yang menjadi tujuan penempatan sudah selayaknya terus dievaluasi demi menjamin keamanan pekerja migran Indonesia.
Melihat data tahunan yang diterbitkan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tampak negara-negara yang menjadi tujuan penempatan para PMI tidak banyak berubah. Tiga negara teratas yang menjadi tujuan penempatan PMI pada 2022 berturut-turut ialah Hong Kong sebanyak 60.096 orang, Taiwan 53.459 orang, dan Malaysia 43.163 orang.
Urutan tiga negara terbanyak ini masih mirip sebagaimana pada tahun 2020. Saat itu, sebanyak 53.178 PMI ditempatkan di Hong Kong. Di tempat kedua, ada Taiwan dengan 34.287 PMI. Sementara Malaysia di tempat ketiga terbanyak tujuan penempatan sebanyak 14.742 PMI.
Jika secara khusus setelah tahun 2019, jumlah PMI sebenarnya mengalami penurunan signifikan di negara-negara tersebut. Pandemi Covid-19 menjadi hal yang memengaruhi situasi ini.
Baca juga: Dua Sisi Mata Uang Pekerja Migran Indonesia
Pandemi Covid-19
Jika melihat tren lebih dalam selama empat tahun terakhir, tampak bahwa pandemi Covid-19 sangat memengaruhi perubahan jumlah penempatan PMI di luar negeri.
Pertama-tama hal ini bisa dilihat dari penurunan yang cukup dalam dari total penempatan seluruh PMI di luar negeri. Berdasarkan data BP2MI, pada 2019 jumlah total PMI di luar negeri sebanyak 283.640 orang.
Pandemi Covid-19 menghantam jumlah penempatan PMI. Penurunan paling banyak terjadi di Malaysia sebagai negara tujuan. Pada 2019, ada 79.662 PMI di Malaysia. Angka ini anjlok menjadi 14.742 orang pada 2020.
Dengan kata lain, PMI di Malaysia turun 81 persen. Memasuki 2021, penurunan itu makin dalam menjadi 563 orang saja atau turun hingga 99 persen jika dibandingkan tahun 2019.
Hal serupa terjadi untuk negara tujuan Taiwan. Pada 2019, jumlah PMI yang ditempatkan di Taiwan sebanyak 79.574 orang. Setahun berikutnya turun menjadi 34.287 orang atau berkurang 57 persen. Penurunan masih terjadi pada 2021. Hanya 7.789.000 PMI yang bertujuan ke Taiwan atau menurun 90 persen dibandingkan 2019.
Jumlah PMI yang bertujuan di Singapura juga mengalami situasi seperti Malaysia dan Taiwan. Pada 2019, ada 19.354 PMI di Singapura sekaligus menjadikan negara ini tujuan keempat terbanyak kala itu.
Jumlah ini turun 77 persen atau menjadi 4.481 orang saja PMI yang terdata berada di Singapura pada tahun 2020. Setahun berselang jumlah ini kembali menurun menjadi 3.217 orang PMI pada tahun 2021 atau turun 83 persen jika dibandingkan dengan 2019.
Penurunan yang cukup dalam ini tampak dipengaruhi oleh Covid-19. Malaysia, Taiwan, dan Singapura tak lepas dari negara zona merah terkait penularan virus Covid-19. Sementara dengan penanganan Covid-19 yang relatif lebih ketat sejak awal, Hong Kong mencatatkan situasi yang sedikit berbeda.
Jumlah PMI yang berada di Hong Kong memang menurun. Namun, di antara tiga besar negara tujuan PMI, Hong Kong mencatatkan penurunan paling sedikit.
Pada 2019, jumlah PMI yang bertujuan ke negara ini sebanyak 70.840 orang. Ketika pandemi Covid-19 melanda, jumlah PMI di Hong Kong menjadi 53.178 orang pada 2020 atau menurun 25 persen.
Pada 2021, jumlah PMI yang tercatat di Hong Kong sebanyak 52.278 orang. Dengan begitu, penurunan hanya terjadi 1 persen dibandingkan tahun 2020 atau 26 persen dibandingkan tahun 2019. Hal ini membuat Hong Kong menjadi tujuan terbanyak sekaligus yang paling sedikit penurunannya meskipun pandemi Covid-19 melanda.
Baca juga: Lindungi Pekerja Migran sejak dari Desa
Setelah pandemi
Hingga Mei 2023, tercatat Malaysia sudah menjadi negara tujuan PMI dengan jumlah terbanyak, yakni 33.646 orang. Sementara pada posisi kedua adalah Taiwan menerima 33.026 PMI hingga bulan kelima tahun ini. Dalam periode yang sama, Hong Kong di posisi ketiga dengan 28.251 PMI.
Jika diproyeksikan secara sederhana, jumlah PMI yang bekerja di ketiga negara ini kemungkinan besar akan menyamai bahkan melebihi catatan tahun 2019 atau sebelum pandemi.
Membaiknya jumlah PMI yang ditempatkan di luar negeri harus ditopang dengan perlindungan yang memadai dari pihak Indonesia.
Malaysia, misalnya, jika tren lima bulan awal tahun 2023 ini tidak berubah signifikan, jumlah PMI yang ditempatkan di negara itu bisa saja menyentuh 80.000 orang. Hal serupa mungkin juga terjadi untuk Taiwan dan Hong Kong.
Selain itu, menarik untuk dicermati bahwa jumlah akumulatif PMI yang berangkat ke tiga negara ini hingga Mei 2023 mencapai 94.923 orang.
Sementara jumlah total PMI yang sudah diberangkatkan hingga periode ini adalah 115.414 jiwa. Jika dihitung distribusinya, 82 persen PMI bekerja di Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan.
Baca juga: Penyelesaian Masalah Pekerja Migran Perlu Mengacu Konsensus ASEAN
Pengaduan
Makin pulihnya jumlah PMI yang ditempatkan di luar negeri tentu menjaga harapan akan nasib baik para pekerja ini. Namun, pemerintah sudah semestinya tidak menutup mata pada pengaduan PMI ketika mereka bekerja di negara tujuan. Hal yang problematik muncul apabila mencermati jumlah pengaduan tertinggi tidak berasal dari tiga negara dengan tujuan tertinggi di atas.
Pengaduan paling banyak terjadi di Arab Saudi yang notabene berada di posisi delapan sebagai negara tujuan terbanyak PMI. Pada tahun 2022, jumlah PMI yang berangkat ke Arab Saudi sebanyak 4.676 orang.
Namun, jumlah pengaduan di Arab Saudi pada tahun yang sama mencapai 475 kasus. Jumlah aduan itu di atas Malaysia dengan 451 aduan dan Taiwan dengan 197 aduan. Data ini mengisyaratkan, iklim kerja PMI di Arab Saudi membutuhkan evaluasi dan perhatian yang lebih serius.
Jika melihat secara umum, jumlah total pengaduan PMI tahun 2022 di semua negara sebanyak 1.987 laporan. Dari jumlah ini, isu terbanyak yang dikeluhkan PMI adalah mereka ingin dipulangkan. Indikasinya tentu suasana kerja yang tidak memungkinkan para pekerja ini untuk beradaptasi.
Penting pula untuk melihat bahwa dalam tiga tahun terakhir, kasus gaji yang tidak dibayar juga cukup tinggi, yakni 622 laporan. Persoalan gaji tak dibayar ini jadi kasus terbanyak kedua yang diadukan oleh PMI dalam tiga tahun terakhir.
Laporan-laporan yang masuk dari PMI ini selayaknya mendapat perhatian serius mengingat sumbangan devisa oleh PMI tak dapat dipandang sebelah mata. Membaiknya jumlah PMI yang ditempatkan di luar negeri harus ditopang dengan perlindungan yang memadai dari pihak Indonesia.
Hal ini sekaligus sebagai upaya untuk terus mengevaluasi negara-negara mana yang memiliki komitmen menghargai PMI. Upaya ini menjadi langkah strategis demi menjaga harapan nasib baik para pekerja migran asal Indonesia di negara tujuan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Arus Remitansi Hanya Tumbuh 1,4 Persen