Aliran remitansi diperkirakan tumbuh melambat seiring melambatnya perekonomian negara sumber remitansi pada 2023. Selain itu, mahalnya biaya transfer dan lamanya durasi pengiriman uang juga masih menjadi persoalan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arus remitansi yang tercatat secara resmi ke negara berpenghasilan rendah dan menengah secara khusus, sesuai laporan Migration and Development Brief 38 yang dirilis oleh Bank Dunia, diperkirakan hanya tumbuh 1,4 persen menjadi 656 miliar dollar AS pada akhir tahun 2023. Hal ini disebabkan oleh aktivitas ekonomi di negara-negara sumber remitansi yang melemah sehingga membatasi pekerjaan dan perolehan upah bagi para pekerja migran.
Bank Dunia dalam laporan Migration and Development Brief 38 (Juni 2023) menyebutkan, pada periode pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat pascapandemi Covid-19 dan investasi asing langsung yang menurun, arus masuk remitansi menjadi lebih penting bagi negara dan rumah tangga. Hal ini terutama terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan utang luar negeri yang tinggi.
Direktur Penempatan Nonpemerintah Kawasan Asia dan Afrika Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Sri Andayani, saat menghadiri peluncuran kerja sama penyedia layanan keuangan digital DANA dengan perusahaan pengiriman uang Ria Money Transfer di Jakarta, Selasa (27/6/2023), mengatakan, di Indonesia, penerimaan remitansi sempat menurun saat pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 tahun 2020-2021. Namun, penurunan penerimaannya tidak terlalu signifikan.
Sebagai gambaran, pada 2019, penerimaan remitansi di Indonesia mencapai 11,4 miliar dollar AS. Lalu, pada tahun 2020, total penerimaan remitansi turun menjadi 9,4 miliar dollar AS. Setahun berikutnya, penerimaan kembali turun menjadi 9,1 miliar dollar AS.
”Adapun pada 2022, penerimaan remitansi di Indonesia telah naik menjadi 9,7 miliar dollar AS sejalan dengan proses penempatan pekerja migran Indonesia yang mulai pulih dari pandemi Covid-19. Jumlah pekerja migran Indonesia yang ditempatkan di luar negeri sepanjang 2022 tercatat 200.761 orang,” ujar dia.
Sebelum pandemi Covid-19, jumlah pekerja migran Indonesia yang ditempatkan selalu berkisar 200.000. Remitansi dari mereka pernah dianggap sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar setelah sektor minyak dan gas bumi.
Menurut Sri, di Indonesia, remitansi biasanya dipakai oleh keluarga pekerja migran Indonesia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Dia menilai, kebiasaan ini bermanfaat sebagai sumber untuk meningkatkan taraf hidup.
”Pengiriman uang telah menjadi penyangga keuangan di banyak negara selama pandemi dan akan menjadi lebih penting lagi di masa mendatang,” kata Dilip Ratha, penulis utama laporan tentang migrasi dan pengiriman uang dan Kepala The Global Knowledge Partnership on Migration and Development (KNOMAD), dalam siaran pers, Selasa (13/6/2023).
Global Director of the Social Protection and Jobs Global Practice di Bank Dunia, Michal Rutkowski, mengatakan, remitansi melengkapi transfer tunai pemerintah, selain memegang peran penting bagi keuangan rumah tangga. Bank Dunia memfasilitasi kajian analitis dan operasional terkait migrasi global. Misalnya, pengurangan biaya pada saat proses pengiriman dana.
Sepanjang tahun 2022, laporan Migration and Development Brief 38 menyebutkan, arus remitansi didukung oleh beberapa faktor, antara lain harga minyak yang tinggi yang meningkatkan pendapatan pekerja migran. Pada tahun 2022, aliran remitansi secara global tumbuh 8 persen atau mencapai 647 miliar dollar AS.
Berdasarkan wilayah, arus masuk pengiriman uang tumbuh sebesar 0,7 persen di Asia Timur dan Pasifik, 19 persen di Eropa dan Asia Tengah, 11,3 persen di Amerika Latin dan Karibia, 12,2 persen di Asia Selatan, dan 6,1 persen di Afrika Sub-Sahara. Arus masuk pengiriman uang turun sebesar 3,8 persen untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Secara global, biaya rata-rata untuk mengirim remitansi senilai 200 dollar AS adalah 6,2 persen pada triwulan IV-2022, naik dari 6 persen tahun sebelumnya. Angka ini lebih dari dua kali lipat target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) sebesar 3 persen.
Bank merupakan saluran pengiriman uang yang paling mahal, yakni dengan biaya rata-rata 11,8 persen, diikuti oleh kantor pos 6,3 persen, operator pengiriman uang 5,4 persen, dan operator telekomunikasi seluler 4,5 persen. Kendati biaya kirim uang yang dipatok operasi telekomunikasi seluler merupakan yang termurah, total remitansinya kurang dari 1 persen dari total volume transaksi remitansi global.
Deputy Director of Policy Southeast Asia Women’s World Banking, Vitasari Anggraeni, Selasa (27/6/2023), di Jakarta, mengatakan, berdasarkan riset Women’s World Banking dan DANA, 80 persen pendapatan pekerja migran Indonesia dipergunakan untuk transfer kepada keluarga pekerja di kampung halaman. Sisanya dipakai untuk dirinya sendiri.
”Semangat inklusivitas tetap perlu dikedepankan saat proses aliran remitansi. Maka, mekanisme pengiriman uang yang memakai teknologi digital pun harus inklusif. Ramah terhadap perempuan, misalnya,” kata Vitasari.
Chief of Product DANA Indonesia, Rangga Wiseno, mengatakan, pengguna dompet elektronik DANA terbanyak bertempat tinggal di kota tier dua dan tier tiga. Di antara mereka memiliki suami atau istri yang bekerja sebagai pekerja migran Indonesia dan belum memiliki rekening uang atau tidak memiliki akses keuangan memadai. DANA bekerja sama dengan RIA Money Transfer untuk mengatasi permasalahan itu sekaligus mempercepat durasi uang diterima.
”Kami pernah menyurvei, keluarga pekerja migran umumnya masih menerima uang dari luar negeri selama 1-2 hari setelah uang dikirim. Bersama RIA Money Transfer, kami membuat terobosan berupa same day transfer—terima uang,” kata Rangga.