Hingga kini negara masih diganggu dengan penempatan-penempatan pekerja migran Indonesia secara tidak resmi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Guna mencegah terjadinya penempatan pekerja migran secara tidak resmi oleh sindikasi, BP2MI mengupayakan perlindungan buruh migran sejak dari tingkat desa. Penegakan hukum juga lebih diperkuat.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, dalam pertemuan terkait perlindungan migran dengan sejumlah pemangku kebijakan di Kalimantan Barat, Rabu (24/5/2023), menuturkan, negara masih diganggu dengan penempatan-penempatan pekerja migran Indonesia secara tidak resmi. Pekerja migran Indonesia yang dideportasi dari Timur Tengah dan Malaysia cukup tinggi tiga tahun terakhir secara nasional sekitar 94.000 orang.
Ada 1.935 orang meninggal. Sebanyak 90 persen dari mereka merupakan korban dari penempatan tidak resmi. Mereka yang sakit, cacat secara fisik, hilang ingatan, dan depresi ada sekitar 3.377 orang.
”Penempatan tidak resmi dikendalikan sindikat mafia. Tidak sedikit melibatkan oknum-oknum yang memiliki atributif-atributif kekuasaan, termasuk oknum di BP2MI, lembaga yang saya pimpin. Delapan bulan lalu saya memecat salah satu aparatur sipil negara karena memfasilitasi penempatan secara ilegal,” kata Benny.
Pencegahan pemberangkatan pekerja migran Indonesia secara tidak resmi dari daerah asal terus dilakukan. Pencegahan perlu dilakukan dari hulu tepatnya di tingkat desa. Kepala desa harus memastikan apa tujuan warganya ke luar negeri. Sebab, modus operandi ilegal biasanya menggunakan visa turis atau ziarah.
Aparat penegak hukum di lapangan, misalnya, tidak boleh berkompromi dan tidak menjadi bagian sindikat penempatan pekerja migran ilegal. Sampai saat ini penegakan hukum di lapangan masih bermasalah.
”Yang dipenjarakan baru yang level ’ikan teri’ atau calo-calo. Padahal, bandar-bandarnya sudah diketahui. Negara tidak boleh kalah melawan sindikat,” ujarnya lagi.
Gubernur Kalbar Sutarmidji pun meminta bupati/wakil bupati melalui dinas ketenagakerjaan dan transmigrasi serta kepala desa memiliki kepedulian terhadap hal tersebut. Sebab, pihak desa pasti mengetahui tujuan masyarakatnya ke luar negeri.
Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Kalbar kerap menjadi pintu keluar-masuk pekerja migran Indonesia. Saat pandemi Covid-19 tahun 2021-2022, pekerja migran Indonesia yang kembali dari Sarawak, Malaysia, melalui pos lintas batas negara di Entikong (Kabupaten Sanggau), Aruk (Kabupaten Sambas), dan Badau (Kabupaten Kapuas Hulu), berkisar 34.000-43.000 orang.
Dari jumlah tersebut, pekerja migran Indonesia yang berasal dari Kalbar tidak sampai 30 persen. Sisanya merupakan warga asal luar Kalbar yang kembali dari Sarawak melalui PLBN di wilayah Kalbar.
Berdasarkan catatan Kompas, warga Kalbar pernah menjadi korban sindikasi pemberangkatan secara nonprosedural ke Myanmar. Sebanyak 11 warga Kalbar yang bekerja di Myanmar diduga mengalami kekerasan di tempat kerja (Kompas.id, 27/4/2023).
Mereka diduga dipekerjakan sindikasi di tempat semacam judi daring dan scammer. Berdasarkan informasi dari BP2MI, mereka akan dipulangkan ke Tanah Air oleh Kementerian Luar Negeri dalam waktu dekat di bulan Mei ini.
Negara tidak boleh kalah melawan sindikat.
Selain itu, pernah juga ada 17 warga Kalbar yang diduga menjadi korban perdagangan orang di Laos. Awalnya, mereka dijanjikan agen bekerja di supermarket. Setiba di Laos, korban dipekerjakan sebagai scammer atau penipuan berkedok investasi serta mengalami kekerasan. (Kompas.id, 6/12/2023).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalbar Manto, awal Mei lalu, menuturkan, sejak awal tahun ia telah meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten/Kota untuk menggelar sosialisasi kepada kepala desa/lurah hingga RT/RW. Sosialisasi tersebut untuk mencegah warganya bekerja ke sejumlah negara, terutama Myanmar, Thailand, Laos, dan Kamboja karena bukan negara tujuan penempatan tenaga kerja.
Manto juga telah meminta pihak Imigrasi agar mencegah warga negara Indonesia membuat paspor dan melintas melalui pos lintas batas negara apabila ada indikasi ingin berkunjung ke negara-negara tersebut. Semuanya sebagai langkah antisipatif.