Pembangunan Menara BTS dan Jejak Korupsi Menteri Johnny G Plate
Johnny G Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga Sekjen Partai Nasdem, ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan menara BTS. Ini menambah daftar politisi dan menteri yang korup.
Oleh
Yulius Brahmantya Priambada
·5 menit baca
Rabu (17/5/2023) siang, Kejaksaan Agung menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transreceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 program Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menaksir kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi ini mencapai Rp 8,032 triliun.
Penetapan status tersangka Johnny G Plate tak terlepas dari pelaksanaan proyek perluasan jaringan internet oleh BAKTI Kemenkominfo. Perluasan jaringan internet dilakukan dengan membangun menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung di 7.904 desa/kelurahan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Menurut rencana, program ini akan dijalankan secara bertahap, yakni pembangunan di 4.200 desa/kelurahan pada 2021 dan 3.704 desa/kelurahan pada 2022.
Pada perjalanannya, proyek yang merupakan bagian dari transformasi digital ini mulai mendulang kecurigaan. Pasalnya, hingga April 2022, pengadaan proyek baru mencapai 1.900 dari 4.200 lokasi yang ditargetkan rampung 2021. Padahal, anggaran untuk proyek pembangunan menara BTS 4G telah dicairkan 100 persen.
Tim Kejaksaan Agung kemudian mulai melakukan gelar perkara atau ekspose pada 25 Oktober 2022. Dari situ, Kejagung menemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung. Status perkara pun dinaikkan ke tahap penyidikan.
Lantas, pada 1 November 2022, Tim Kejaksaan Agung mulai melakukan penggeledahan ke tujuh tempat yang diduga memiliki kaitan kuat terhadap kasus korupsi. Sejumlah tempat itu adalah kantor PT Fiberhome Technologis Indonesia, PT ZTE Indonesia, PT Aplikanusa Lintasarta, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, PT Moratelindo, PT Sansasine Exindo, dan PT Excelsia Mitraniaga Mandiri.
Selanjutnya, pada 7 November 2022, Tim Kejagung melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Kominfo dan kantor PT Adyawinsa Telecommunication. Dari situ, ditemukan beberapa dokumen terkait kontrak dan dokumen pengadaan serta barang bukti elektronik (Kompas, 8/11/2022).
Setelah melakukan pengumpulan bukti dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, pada awal Januari 2023 Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo. Mereka ialah Anang Achmad Latif (Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo), Galubang Menak (Direktur Utama PT Mora Telematika), dan Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020.
Penggelembungan harga
Dari hasil investigasi, terungkap bahwa Anang diduga sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain dalam penyediaan infrastruktur proyek. Akibatnya, selain menghalangi terciptanya persaingan usaha yang sehat, Anang juga dapat mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark up sedemikian rupa (Kompas, 5/1/2023).
Kemudian, penyidik telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Mukti Ali (Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment) dan Irwan Hermawan (Komisaris PT Solitech Media Sinergy). Dengan demikian, total tersangka yang ditetapkan sudah mencapai lima orang.Dalam kasus ini, Kejagung juga menerbitkan larangan ke luar negeri kepada 25 orang terkait dugaan korupsi BTS 4G.
Kejagung kemudian memanggil Johnny G Plate pada 9 Februari 2023 untuk dimintai keterangan sebagai saksi, selaku menteri yang membawahkan Badan Layanan Umum (BLU) BAKTI. Namun, Johnny tidak dapat memenuhi panggilan karena tengah mendampingi Presiden Joko Widodo dalam acara puncak Hari Pers Nasional di Medan. Akhirnya, setelah dijadwalkan ulang, Johnny G Plate memenuhi panggilan Kejagung dan diperiksa selama kurang lebih 10 jam pada 14 Februari 2023.
Langkah berikutnya yang diambil Kejagung adalah turut memeriksa adik Johnny, yakni Gregorius Alex Plate, pada 16 Januari 2023 dan 13 Februari 2023. Kejagung menyatakan bahwa Alex sempat menerima aliran dana dari BAKTI. Alex kemudian mengembalikan uang Rp 534 juta kepada penyidik yang diakuinya berasal dari BAKTI Kemenkominfo (Kompas, 16/3/2023).
Tersangka
Pada 15 Maret 2023, Kejagung kembali memanggil Johnny G Plate untuk dimintai keterangan. Johnny diperiksa selama enam jam dan ditanyai 26 pertanyaan oleh penyidik. Selain dalam kapasitas sebagai pengguna anggaran, pemeriksaan ini juga untuk mendalami aliran dana yang diterima oleh Alex. Dalam kesempatan ini pula, Johnny akan dimintai keterangan terkait permasalahan proyek yang dalam kenyataannya belum selesai 100 persen, tapi dalam laporannya dipaksakan telah selesai 100 persen sehingga pembayaran sudah dilakukan.
Johnny G Plate kemudian kembali dipanggil Kejagung untuk diperiksa pada 17 Mei 2023. Datang sekitar pukul 09.00 WIB, ia kemudian keluar dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung sekitar pukul 12.09 WIB dengan mengenakan rompi berwarna merah muda bertuliskan tahanan.
Berdasarkan pernyataan yang diberikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi, tim penyidik menyimpulkan bahwa Johnny G Plate terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut, yakni sebagai pengguna anggara yang memiliki kewenangan terhadap pengeluaran anggaran dan pengawasan anggaran di kementerian yang dipimpin.
Dengan demikian, setelah menaikkan status hukum Johnny dari saksi menjadi tersangka, penyidik juga menahan Johnny G Plate di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Kejagung. Di samping itu, tim penyidik juga melakukan penggeledahan di rumah dinas Menkominfo dan kantor Kementerian Kominfo untuk mendalami kemungkinan penerimaan uang oleh Johnny G Plate dari kerugian negara. Sejauh ini, Johnny dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Reformasi
Penetapan status tersangka Johnny G Plate seakan menambah panjang daftar menteri-menteri era pemerintahan Joko Widodo yang terjerat kasus korupsi. Setidaknya sudah tercatat lima menteri Presiden Jokowi yang tersandung kasus dugaan korupsi, yakni Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, Juliari Batubara, dan kini Johnny G Plate. Jika dihitung sejak reformasi, setidaknya sudah ada 13 menteri yang terjerat korupsi, termasuk Johnny G Plate.
Mengingat Johnny G Plate juga mengemban jabatan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, pusaran korupsi ini juga mencoreng citra politisi. Dalam catatan KPK, sejak 2004-2022 ada 521 politisi, mulai dari anggota DPR, anggota DPRD, gubernur, hingga bupati/wali kota yang terjerat korupsi.
Apalagi, Johnny G Plate adalah Sekjen kedua Nasdem yang menjadi tersangka kasus korupsi. Sebelumnya ada Patrice Rio Capella yang menerima hadiah terkait pengamanan perkara dugaan korupsi mantan Gubernur Sumut.
Terus terjadinya kasus korupsi yang dilakukan menteri dan politisi hingga saat ini menjadi refleksi bagi perjalanan 25 tahun reformasi bangsa. Salah satu tuntutan reformasi 1998 yang diperjuangkan mahasiswa dan masyarakat ialah menghilangkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam tubuh penyelenggara negara.
Terungkapnya kasus korupsi proyek menara BTS ini juga menjadi cermin belum sepenuhnya keberpihakan negara pada rakyat kecil. Anggaran negara, yang seharusnya dapat digunakan membangun akses desa-desa terpencil dan tertinggal, ternyata juga tidak luput digerogoti lingkaran pejabat dan kroninya.
Seharusnya, anggaran negara bagi daerah-daerah tertinggal dan bantuan sosial bagi warga miskin harus menjadi prioritas yang ketat diawasi pelaksanaannya. Jangan sampai, proyek-proyek di wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan dan bantuan bagi warga miskin yang jauh dari akses pengaduan menjadi ajang korupsi yang merugikan kaum papa di negeri ini. (LITBANG KOMPAS)