Penambahan BTS Atasi Ketertinggalan Layanan Internet di NTT
Tahun 2021 Nusa Tenggara Timur akan memiliki 421 base transceiver station di 21 kabupaten/kota untuk mengatasi ketertinggalan di bidang layanan internet yang ada.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Tahun 2021 Nusa Tenggara Timur akan memiliki 421 base transceiver station di 21 kabupaten/kota untuk mengatasi ketertinggalan di bidang layanan internet. Wilayah Taman Nasional Komodo akan dipasangi 17 BTS dalam waktu dekat. Kehadiran BTS ini mengindikasikan tidak ada lagi wilayah di provinsi ini masuk area blank spot.
Kepala Badan Informasi dan Komunikasi Nusa Tenggara Timur (NTT) Aba Maulaka di Kupang, Jumat (6/11/2020) mengatakan, Pemprov NTT Mei 2020 mengajukan permohonan pembangunan layanan internet di 3.241 titik, yang tersebar di 21 kabupaten/kota. Permohonan itu telah terjawab.
Menurut Aba Maulaka, Kemenkominfo melalui Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Latif, berencana membangun 421 base transceiver station atau BTS di 21 kabupaten/kota. Dengan jumlah BTS ini maka kebutuhan layanan internet di 3.241 titik bisa terakomodir. "Titik layanan itu terutama di puskesmas, gedung sekolah mulai dari SD sampai SMA atau sederajat, kecamatan, dan kantor desa,” katanya.
Pembangunan 421 BTS itu sudah disurvei tim teknis Bakti. Wilayah mana yang sampai hari ini masih masuk kategori blank spot, di situ akan dibangun BTS. Masing-masing BTS memiliki kemampuan 5-7 megabite per second (Mbps). Dengan 5-7 Mbs itu akses internet cukup cepat.
Ia mengatakan, Bakti akan menyiapkan layanan internet di 3.241 titik tersebut. Warga bisa menikmatinya secara gratis, tetapi diharapkan agar layanan internet itu dimanfaatkan untuk kegiatan positif dan produktif. Misalnya, menunjang kegiatan belajar mengajar, melayani kesehatan masyarakat, kegiatan pemerintahan desa dan kecamatan, serta mengembangkan usaha mikro kecil dan menengah di desa-desa.
Titik layanan itu terutama di puskesmas, gedung sekolah mulai dari SD sampai SMA atau sederajat, kecamatan, dan kantor desa (Aba Maulaka)
Sasaran pemasangan layanan internet ini, yakni Puskesmas, Puskesmas Pembantu di daerah pelosok, SD, SMP dan SMA di daerah–daerah terpencil, juga kantor desa, kecamatan, pasar tradisional, ruang publik, dan pusat layanan umum. Ini untuk mempermudah akses internet dan komunikasi terkait aktivitas di sector-sektor itu.
Pemprov NTT telah menyurati bupati/wali kota agar menyediakan lahan untuk pembangunan 412 BTS tersebut. Satu BTS butuh lahan 20 x 20 meter per segi. Ini disiapkan dari awal sehingga ketika proyek itu terealisasi tidak menimbulkan kegaduhan antara masyarakat pemilik lahan dengan kontraktor atau Pemda.
Digitalisasi
Saat ini kebutuhan akan dunia digitalisasi tidak bisa dihindari. Masyarakat di pelosok-pelosok mesti mulai dibangun pemahaman seperti ini sehingga mulai belajar bagaimana memanfaatkan layanan internet ini.
Ia mengatakan, kehadiran layanan internet ini mestinya dimanfaatkan masyarakat di desa-desa untuk memperkenalkan, mempromosikan, dan menata potensi sumber daya alam setempat, kemudian dipublikasikan. Misalnya, potensi pariwisata, hasil pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan.
“Tentu ada bimbingan atau pelatihan teknis bagaimana memanfaatkan layanan internet itu untuk mendukung pembangunan ekonomi keluarga atau masyarakat desa. Ini memang tidak mudah tetapi harus dijalankan,”katanya.
Saat ini sekelompok anak muda di Kota Kupang telah mengembangkan aplikasi “Tapaleuk”, untuk mempromosi potensi pariwisata, UMKM, informasi seputar potensi daerah, dan berbagai informasi lain. Tapaleuk dikembangkan anak-anak muda di Kota Kupang sejak 2016.
Jumlah 421 BTS itu, 17 BTS tersebar di Manggarai Barat untuk mendukung pariwisata super premium di daerah itu. Jumlah 17 BTS itu akan dibangun di titik-titik destinasi pariwisata seperti Pulau Padar, Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan titik destinasi di daratan Flores seperti Batu Cermin dan air terjun Cuncha Wulang.
Yosephin Kolo (58) pedagang jamu tradisional di perbatasan RI-Timor Leste mengatakan, desa Manusasi di Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan Distrik Oecussi, Timor Leste, masuk daerah blank spot.
Perbatasan
“Mudah-mudahan tahun 2021 pemerintah membangun satu BTS di desa perbatasan ini. Selama ini, kami sering terganggu dengan jaringan internet dari Timor Telkom dari Timor Leste. Pulsa Telkomsel tersedot Timor Telkom sehingga kami rugi terus,”ujarnya.
Kepala Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dinas Koperasi dan UKM NTT Yohanes Mau mengatakan, jumlah UMKM di NTT 104.000 jenis tetapi datanya belum diverifikasi. Ada yang belum memiliki izin usaha, dan ada pula yang izin usahanya sudah mati, tetapi masih bisa berlaku karena pertimbangan kondisi Covid-19.
Jumlah 104.000 unit usaha ini, sekitar 83.200 unit usaha mikro, sisa 20.800 unit usaha berupa usaha kecil dan menengah. Tetapi sistem pemasaran dari 104.000 UMKM ini sebagian besar masih menggunakan sistem manual.
“Terus didorong sistem pemasaran secara daring. Jika seluruh wilayah di NTT sudah memiliki layanan internet, itu sangat membantu pelaku usaha. Sekarang Pemkab dan Pemkot didorong untuk mengadakan pelatihan-pelatihan untuk pemasaran secara daring ini,”kata Yohanes Mau.
Pemprov NTT mendorong agar pemasaran produk-produk UMKM dilakukan dengan sistem rayonisasi bagi setiap kabupaten/kota. Semua UMKM harus bersinergi membantu satu sama lain. Mereka yang sudah memiliki sistem penjualan daring bisa membantu kelompok UMKM lain yang masih memiliki sistem penjualan luring.
Saat ini Pemprov NTT mendorong UMKM membangun kemitraan dengan pusat-pusat perbelanjaan agar produk pelaku usaha dapat dipasarkan di gerai setempat. Pemilik outlet atau kios meminta agar produk UMKM bisa dihasilkan secara berkesinambungan.
Dengan layanan internet yang akan dibangun secara luas di NTT tahun 2021, pelaku UMKM terus didorong agar dapat memasarkan produk-produk mereka secara daring termasuk media sosial. “Saat ini saja, sudah ada puluhan produk rumah tangga yang dipasarkan secara daring melalui media sosial Facebook, Instagram, WhatsApp dan Line," ujarnya.