Pada tahun ini, pemerintah berupaya membenahi distribusi elpiji 3 kilogram agar lebih tepat sasaran. Konsumen harus menyertakan KTP saat membeli elpiji subsidi sehingga terdata secara akurat.
Oleh
Budiawan Sidik A
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penjual eceran mendorong gerobak bermuatan elpiji 3 kilogram di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (29/9/2022). Daya beli masyarakat yang melemah akibat lonjakan harga pangan dan energi secara global serta biaya hidup yang tinggi dikhawatirkan akan memperburuk prospek ketenagkerjaan dan upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Komoditas energi seperti halnya elpiji 3 kilogram masih didistribusikan secara terbuka sehingga berpotensi besar terjadi salah sasaran. Pemerintah berupaya menertibkannya pada tahun 2023 dengan mendata kembali melalui identitas kartu tanda yang disertakan saat membeli elpiji 3 kg. Harapannya, validitas data penerima subsidi energi akan lebih akurat.
Langkah pembenahan tersebut bertujuan untuk menyalurkan subsidi energi secara efektif dan tepat sasaran. Selain itu, dengan kebijakan ini pemerintah dapat mencocokkan data konsumen elpiji 3 kg dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Tujuannya, subsidi tersalurkan kepada pihak yang berhak seperti keluarga miskin dan kelompok kegiatan ekonomi tertentu yang disasar pemerintah. Bukan seperti saat ini, yang cenderung tidak terkontrol sehingga masyarakat yang mampu sekalipun dapat membelinya secara relatif mudah.
Pada akhir Desember 2022, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji mengatakan, hanya ada tiga jenis konsumen yang diperbolehkan menggunakan elpiji 3 kg. Konsumen ini terdiri dari kelompok rumah tangga, usaha mikro, petani dan nelayan sasaran yang telah menerima pembagian paket konversi dari pemerintah. Di luar dari ketiga kategori konsumen ini tidak diperbolehkan menggunakan atau membeli elpiji subsidi pemerintah.
Masyarakat yang sudah masuk dalam basis data P3KE dapat langsung membeli hanya dengan menunjukkan KTP. Sementara itu, masyarakat yang datanya belum masuk akan dilakukan pengecekan dan pembaharuan data sehingga dapat juga membeli elpiji subsidi tersebut apabila sesuai dengan kriteria yang disasar pemerintah. Dengan demikian, distribusi elpiji 3 kg lebih terkontrol dan tepat sasaran serta menghindari penyalahgunaan.
Tidak ada lagi masyarakat yang masuk dalam golongan ekonomi mampu dapat membeli elpiji subsidi tersebut. Selain itu, tidak ada lagi perbedaan harga yang sangat tinggi antara harga elpiji 3 kg dari pangkalan (agen) resmi dengan kios-kios di sekitar masyarakat. Bahkan, melalui pendataan ini juga dapat menekan tindak kejahatan, seperti memindahkan elpiji dari tabung subsidi ke tabung nonsubsidi demi mendapatkan margin keuntungan yang besar.
Upaya pemerintah tersebut perlu mendapat apresiasi karena selain mengontrol, juga dapat memantau kalkulasi kebutuhan elpiji bersubsidi secara riil. Data penerima subsidi terpantau secara akurat baik dari segi identitas dan kuantitas konsumsinya. Dengan demikian, pemerintah di masa mendatang dapat mengatur alokasi subsidi secara tepat tanpa harus khawatir akan terjadi pembengkakan anggaran yang signifikan akibat penyelewengan distribusi dan fluktuasi harga energi dunia.
Untuk saat ini, PT Pertamina sebagai produsen yang bertanggung jawab terhadap tata niaga energi di Indonesia tengah melakukan uji coba pembelian elpiji subsidi di sejumlah daerah, di antaranya Tangerang, Semarang, Batam, dan Mataram. Uji coba ini dilakukan di sejumlah pangkalan resmi elpiji 3 kg yang telah bekerja sama dengan PT Pertamina.
Subsidi bengkak
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi APBN untuk subsidi elpiji 3 kg terus meningkat secara signifikan. Sejak 2022 hingga tahun ini, alokasi yang disediakan pemerintah sudah tembus melebihi Rp 100 triliun dan menjadi subsidi terbesar dari kelompok energi. Padahal, sebelum 2022, subsidi elpiji ini tidak pernah tembus hingga Rp 100 triliun.
Hal tersebut mengindikasikan dua hal, yakni terjadi peningkatan konsumsi elpiji subsidi di masyarakat atau terjadi lonjakan harga energi akibat konflik Rusia-Ukraina. Dapat pula terjadi akibat efek kedua-duanya dalam tempo bersamaan.
Situasi tersebut memicu kerentanan secara perekonomian makro karena berhubungan dengan anggaran pemerintah yang sangat terbatas. Apabila terjadi kenaikan harga energi dunia, alokasi subsidi juga akan bertambah guna menjaga stabilitas harga energi di pasar domestik. Situasi demikian rawan menggerus anggaran sektor lainnya demi menutup celah kenaikan harga energi dunia. Artinya, menghambat sektor lainnya untuk tumbuh dan berkembang demi menjaga kondusivitas perekonomian.
Hal tersebut umumnya dilakukan pemerintah demi menghindari pengurangan subsidi energi yang memicu kenaikan inflasi yang berpotensi besar melemahkan kemajuan ekonomi nasional. Namun, ketika anggaran sudah benar-benar menipis, mau tidak mau pemerintah harus mengurangi subsidi energi. Kenaikan harga sejumlah bahan bakar minyak subsidi pada awal September 2022 menjadi indikasi bahwa pemerintah sudah kehabisan cara dalam menambah alokasi anggaran untuk menambal subsidi energi.
Meskipun demikian, kebijakan tersebut tidak signifikan dalam meredam belanja subsidi energi yang juga tetap membesar. Indikasinya terlihat dari subsidi elpiji 3 kg yang justru meningkat drastis. Hal ini dikarenakan harga jual elpiji subsidi di tingkat konsumen akhir tetap dibanderol Rp 4.250 per kg. Penetapan harga ini tidak pernah berubah sejak tahun 2007.
Berbeda dengan harga elpiji nonsubsidi yang berfluktuasi menyesuaikan harga dunia. Pada 2021, misalnya, harga elpiji 12 kg sudah senilai Rp 1,46 juta per barel atau sekitar Rp 10.700 per kg. Bahkan, pada 2022, harga elpiji nonsubsidi di tingkat eceran sempat melejit hingga di atas Rp 20.000 per kg karena menyesuaikan harga energi dunia yang tengah naik akibat dampak konflik Ukraina-Rusia.
Warung Madura "Barokah" yang berada di kawasan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022). Dalam beberapa tahun terakhir, warung atau toko kelontong Madura banyak bertebaran di sejumlah tempat di Jakarta dan sekitarnya. Selain menjual kebutuhan sehari-hari, seperti beras, sabun, dan elpiji, sebagian besar warung ini juga buka 24 jam. Sejumlah toko juga buka berdekatan dengan waralaba modern seperti Alfamart dan Indomaret.
Fenomena tersebut berpotensi besar dapat membuat sebagian konsumen elpiji beralih. Dari yang terbiasa mengonsumsi elpiji nonsubsidi menjadi membeli elpiji 3 kg. Apalagi, produk tersebut sangat mudah ditemukan di kios atau warung-warung di sekitar masyarakat. Meskipun terjadi disparitas harga elpiji subsidi antara pangkalan resmi dan kios-kios tersebut, tetap saja tidak akan menyurutkan minat konsumen yang tidak berhak ini untuk beralih. Perilaku demikian tentu saja sangat memberatkan bagi keuangan negara.
Oleh sebab itu, pendataan konsumen elpiji 3 kg tersebut menjadi tahapan yang sangat penting dalam membenahi mata rantai distribusi pemasaran agar tepat sasaran di masa selanjutnya. Perlu dukungan semua pihak, terutama masyarakat, untuk secara sadar menyesuaikan kondisi perekonomiannya dengan komoditas energi yang dikonsumsinya. Dengan demikian, pemerintah dapat mengalokasi anggaran subsidi secara akurat dan sekaligus dapat mendorong kemajuan perekonomian secara lebih optimal.
Elpiji impor
Pengaturan distribusi elpiji 3 kg di Indonesia sangat penting untuk segera dilakukan. Dengan kemampuan produksi elpiji yang kian terbatas dan tidak sebanding dengan konsumsi elpiji secara nasional, permintaan impor elpiji kian membesar setiap saat.
Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia (HEESI) 2021, Kementerian ESDM, menunjukan bahwa pada kurun 2011-2021, impor elpiji nasional terus membesar. Bahkan, komoditas impor ini kian mendominasi pasar domestik Indonesia.
Pada tahun 2021, sekitar 6,3 juta ton atau 75 persen komoditas elpiji yang ada di pasaran dalam negeri berasal dari luar negeri. Diperkirakan, besaran impor ini akan terus meningkat hingga tahun 2024 menjadi sekitar 81 persen. Tingginya impor ini berbanding terbalik dengan produksi elpiji domestik yang cenderung stagnan dan bahkan terus menurun hingga di bawah 2 juta ton sejak tahun 2018.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Kapal LPG bersandar di Dermaga Donan untuk discharge (bongkar) ke gas domestik di Kilang Pertamina Internasional Unit Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu (25/9/2021).
Kondisi tersebut menjadi tantangan berat bagi ketahanan energi nasional terutama dari sisi ketersediaan (availability) komoditas elpiji. Kedaulatan Indonesia terancam karena impor menjadi tulang punggung utama suplai energi di dalam negeri. Terlebih lagi, mayoritas konsumen elpiji itu sekitar 90 persennya selalu menggunakan tabung elpiji subsidi 3 kg. Artinya, sangat rentan memengaruhi perekonomian nasional karena negara harus selalu menyediakan anggaran besar agar elpiji dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat dengan harga terjangkau.
Namun, urgensi pembenahan tata niaga distribusi elpiji 3 kg secara keseluruhan ini memerlukan implementasi yang terarah dan terpadu. Penggunaan KTP sebagai syarat pembelian elpiji subsidi harus diimbangi dengan aspek pengawasan untuk mencegah pemalsuan identitas. Rumitnya birokrasi penjualan juga dapat menjadi celah terhambatnya kelompok masyarakat sasaran dalam mengakses elpiji subsidi.
Di luar pembenahan tata niaga elpiji subsidi ini, pemerintah perlu memberikan prioritas kebijakan jangka panjang kemandirian energi melalui pengurangan impor. Untuk mengurangi belenggu ketergantungan elpiji impor tersebut, pemerintah dapat merealisasikan sejumlah diversifikasi energi secara bertahap. Salah satunya mendorong masifnya hilirisasi batubara yang menghasilkan dimethyl ether (DME) untuk substitusi elpiji.
Selain itu, pemerintah dapat terus mengembangkan jaringan gas kota (jasgas) berbasis gas alam terutama di wilayah perkotaan dan mendorong substitusi penggunaan kompor listrik. Dengan demikian, permintaan elpiji impor dapat terus ditekan secara bertahap, tetapi di sisi lain kedaulatan energi nasional dapat kian terjaga. (LITBANG KOMPAS)