Warga Jakarta Khawatir Dampak Cuaca Ekstrem di Akhir Tahun
Berdasarkan survei, sekitar 80 persen dari warga DKI Jakarta mengaku khawatir dengan potensi dampak yang dihasilkan dari kondisi cuaca ekstrem. Bahkan, nyaris seperempat dari responden menyatakan sangat khawatir.
Oleh
RANGGA EKA SAKTI/ LITBANG KOMPAS
·4 menit baca
Menuju masa pengujung tahun 2022, warga DKI Jakarta dikhawatirkan dengan dampak dari cuaca ekstrem. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bencana alam seperti banjir, longsor, puting beliung, hingga gangguan kesehatan dan kemacetan menjadi beberapa poin yang paling dicemaskan. Untungnya, di tengah kekhawatiran tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai siap mengantisipasinya.
Kekhawatiran warga Ibu Kota terhadap dampak cuaca ekstrem ini tertangkap dari hasil jajak pendapat Kompas yang diselenggarakan pada pertengahan Oktober lalu. Berdasarkan survei, sekitar 80 persen dari warga DKI Jakarta mengaku khawatir dengan potensi dampak yang dihasilkan dari kondisi cuaca ekstrem. Bahkan, nyaris seperempat dari responden menyatakan sangat khawatir dengan hal tersebut.
Dampak dari cuaca ekstrem yang selama beberapa tahun ke belakang dirasakan memang cukup membekas bagi warga. Dari beberapa potensi dampak, yang paling dikhawatirkan oleh masyarakat adalah terjadinya bencana alam, termasuk banjir. Kesimpulan ini tampak dari potensi banjir yang dikhawatirkan oleh mayoritas responden.
Selain itu, dampak kesehatan dari kondisi cuaca yang ekstrem ini juga memicu kecemasan. Hampir seperlima dari publik mengaku khawatir akan terganggu kesehatannya di masa-masa akhir tahun ini.
Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 57 persen responden merasa bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah siap mengantisipasi dampak dari cuaca ekstrem di akhir 2022.
Bukan tanpa alasan, kekhawatiran atas dampak gangguan kesehatan ini sejalan dengan potensi beberapa penyakit seperti DBD yang masih meningkat seiring dengan bertambahnya intensitas hujan. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat, kasus demam berdarah mencapai 6.000 kasus sejak Januari hingga Oktober 2022.
Lebih lanjut, setidaknya 18 persen dari responden mengaku khawatir jika cuaca ekstrem juga akan menghambat mobilitas warga. Sebagian besar dari warga yang merasa khawatir ini takut jika akan ada kemacetan ekstrem ketika cuaca buruk terjadi. Tak dapat dimungkiri, kemacetan parah di kawasan Jakarta Selatan awal Oktober lalu cukup membuat masyarakat stres dan cemas bilamana akan terulang ketika nantinya intensitas hujan kembali meningkat.
Kekhawatiran lain juga muncul perihal rusaknya bangunan tempat beraktivitas seperti rumah, sekolah, dan kantor. Tentu masih lekat dalam ingatan bagaimana hujan besar disertai dengan banjir di awal Oktober silam menyebabkan sebuah sekolah di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, ambruk dan mengakibatkan tiga siswa menjadi korban di sore naas tersebut.
Dampak ekonomi
Kondisi cuaca ekstrem dan dampaknya di DKI Jakarta ini sebetulnya bak lagu lama. Nyaris tiap tahun warga Ibu Kota mau tidak mau harus berdamai dengan banjir dan kawan-kawannya. Tak heran, masih ada seperlima dari warga DKI Jakarta yang cenderung tidak khawatir dengan dampak cuaca esktem ini.
Namun, bukan berarti permasalahan tersebut bisa dibiarkan begitu saja. Sayangnya, hingga sekarang, persoalan ini nampak jadi pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai. Sebab, dampak dari cuaca ekstrem ini tak hanya dirasakan oleh masyarakat umum.
Di sektor logistik, misalnya, banjir akibat cuaca ekstrem tahun lalu menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Akibat terputusnya jalur logistik karena banjir, pasokan barang menjadi tidak lancar dan berujung pada kerugian sebesar Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar dari omzet harian sektor logistik yang berkisar di angka Rp 45 miliar.
Kerugian ini tampak kecil dibandingkan dengan dampak ekonomi akibat banjir di awal 2020. Saat itu, banjir di beberapa kawasan Jabodetabek menyebabkan kerugian hingga lebih dari Rp 960 miliar. Bahkan, banjir-banjir sebelumnya menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar di angka Rp 1,5 triliun di 2015, Rp 5 triliun di 2007, dan Rp 9,8 triliun di 2002.
Sudah diprediksi
Padahal, cuaca ekstrem yang terjadi ini telah diprediksi. Misalnya, menyongsong musim hujan di akhir tahun 2022, BMKG telah mengeluarkan rilis yang bisa dijadikan peringatan bagi pemerintah.
Perkiraan dari BMKG menunjukkan bahwa beberapa wilayah di DKI Jakarta memiliki tingkat potensi banjir menengah. Di Jakarta Selatan, wilayah dengan potensi banjir menengah ini meliputi kecamatan Cilandak, Kebayoran Lama dan Pasar Minggu. Sementara kecamatan di Jakarta Timur dengan potensi banjir serupa ialah Cipayung, Ciracas, Kramatjati, dan Pasar Rebo. Selebihnya, nyaris semua kecamatan di Jakarta punya potensi banjir di kategori rendah.
Dengan adanya perkiraan ini, tak heran jika masyarakat menyimpan harapan yang besar pada pemerintah. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 57 persen responden merasa bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah siap mengantisipasi dampak dari cuaca ekstrem di akhir 2022.
Maka, cuaca ekstrem di pengujung 2022 ini bisa dilihat sebagai ujian bagi kebijakan pencegahan dan pengendalian banjir yang diambil oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Salah satu contohnya ialah pendekatan nature based solution, atau pendekatan berbasis alam, yang diejawantahkan dalam beberapa program termasuk pembukaan Ruang Limpah Sungai (RLS).
Dijadwalkan selesai pada Desember nanti, RLS di Lebak Bulus, Brigif, dan Pondok Ranggon ini diharapkan bisa menangani limpahan air sungai agar dapat mengurangi beban aliran sungai di kawasan hilir sehingga dampak banjir akibat cuaca ekstrem bisa dimitigasi.
Tentunya, hasil ini akan makin maksimal dengan upaya yang kini tengah diusahakan oleh Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk mengatasi persoalan banjir Jakarta. Memang, ihwal penanganan dan pencegahan banjir ini menjadi salah satu fokus yang akan dituju oleh Heru. Tak lama setelah dilantik, ia pun menyampaikan beberapa strategi untuk menangani banjir, termasuk melakukan revitalisasi saluran air dan meletakkan rumah pompa di titik-titik kemacetan banjir.
Bagaimanapun dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi di DKI Jakarta ini perlu diselesaikan bersama. Bencana yang terjadi akibatnya nyatanya bisa mengerem laju roda perekonomian yang bisa dirasakan warga di seluruh Indonesia. Karena itu, pemerintah pusat juga harus punya andil untuk mencegah dan menangani dampak dari cuaca ekstrem di Ibu Kota.