Gaya Hidup Nol Sampah Kian Populer
Gaya hidup nol sampah saat ini semakin digandrungi. Penerapannya yang komprehensif mulai dari pembiasaan mereduksi sampah sampai cara mengelola bahan sisa membuat siapa pun dapat mengadopsinya dalam keseharian.
Dalam kehidupan modern saat ini, kesadaran untuk peduli terhadap masa depan bumi telah tumbuh dan terus berkembang dengan beragam konsep penerapannya. Salah satu yang sedang digandrungi adalah zero waste lifestyle atau gaya hidup nol sampah.
Jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan kepada 504 responden nasional menangkap besarnya antusiasme publik untuk ambil bagian menerapkan perilaku bijak dalam mengelola sampah tersebut. Tak kurang dari empat perlima bagian responden survei mengungkapkan, mereka tertarik untuk menerapkan gaya hidup nol sampah.
Dari kelompok yang tertarik ini, sebagian besar di antaranya (56,8 persen) mengaku zero waste lifestyle ini telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Sekitar sepertiga lainnya mengaku baru sebatas tertarik dan belum menerapkannya menjadi kebiasaan.
Tak sampai di situ, mereka yang tertarik untuk menerapkan zero waste terbaca juga memiliki kesadaran yang tinggi untuk menularkan kebiasaan baik itu kepada lingkungan sekitar. Jajak pendapat mencatat, tujuh dari 10 responden yang menyatakan tertarik untuk menerapkan gaya hidup nol sampah akan bersedia mengajak orang lain di sekitar untuk turut serta berperilaku sadar mengelola sampah.
Sebagian besar responden yang menyatakan tertarik tersebut berasal dari usia produktif berkisar 24-55 tahun. Temuan ini tentu menjadi angin segar untuk menjaga lingkungan di masa mendatang.
Gerakan dan penyadaran secara komunal memang harus dioptimalkan sehingga penerapannya dapat berdampak sangat signifikan. Masifnya penggunaan media sosial oleh kelompok usia produktif tersebut secara langsung akan dapat menjadikan setiap orang sebagai juru kampanye gerakan peduli pengelolaan sampah dengan lebih bijak.
Perilaku keseharian
Secara garis besar, sesuai namanya, konsep zero waste menekankan pada upaya untuk meminimalkan buangan sampah, mulai dari hulu saat produksi hingga produk digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Prinsip dasar yang paling lumrah dikenal sejak lama dalam menerapkan gaya hidup nol sampah ini berupa reduce (mengurangi), reuse (menggunakan ulang), dan recycle (mendaur ulang) atau biasa disingkat 3R.
Seiring perkembangannya, penerapan 3R diperluas menjadi 4R atau 5R untuk mengakomodasi segala bentuk aktivitas yang berpotensi menghasilkan sampah produk dan dapat berperilaku ramah lingkungan. Selain 3R, kini terdapat pula cara pengelolaan berupa replace (mengganti) dan rot (membusukkan sampah).
Pengelolaan reduce atau mengurangi biasanya dapat diwujudkan dengan mengurangi jumlah pemakaian dan pembelian produk yang dapat menghasilkan sampah dalam jumlah besar. Terkait itu, sebanyak 43,4 persen responden mengaku telah menerapkannya dengan cara membeli dan mengkonsumsi makanan secukupnya. Pada aspek yang lain, sekitar seperlima responden melakukannya dengan meminimalkan pembelian pakaian baru.
Baca juga : Siasat Masyarakat Hadapi Dampak Kenaikan Harga BBM
Reuse atau menggunakan ulang biasa diwujudkan dengan memilih menggunakan produk yang dapat digunakan berulang kali sehingga tidak menimbulkan sisa sampah buangan. Dalam keseharian, tren membawa botol air minum terbilang telah menjadi kebiasaan yang sangat lumrah. Tidak kurang dari dua perlima bagian responden mengaku telah melakukannya. Hal lain yang kini juga cukup jamak dilakukan adalah membawa kantong belanja pakai ulang, seperti yang diungkap oleh sepertiga bagian responden.
Sejalan dengan itu, kebiasaan untuk mendaur ulang produk lama yang tak lagi terpakai atau recycle juga cukup marak dilakukan. Sekitar sepertiga responden mengaku telah menerapkan kebiasaan ini. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan barang yang tak lagi digunakan untuk didesain ulang sehingga dapat berubah fungsi, misalnya mengubah baju atau celana lama menjadi berbentuk tas.
Pengembangan konsep dasar dari 3R berupa replace dimaksudkan untuk mengganti kebiasaan dengan menggunakan barang-barang yang bisa digunakan berulang. Salah satu gerakan yang banyak dikampanyekan adalah menggunakan sedotan berbahan stainless steel yang dapat dipakai berulang selayaknya sendok dan garpu berbahan serupa. Namun, untuk hal ini, baru sebagian kecil responden yang merapkannya (4,6 persen).
Model penerapan zero waste yang terakhir adalah rot atau membusukkan sampah. Cara ini sebetulnya merupakan salah satu tahap dari siklus manajemen sampah terbuang. Kesadaran untuk menerapkan hal ini pun terbaca belum begitu masif, hanya sekitar 15 persen responden yang telah melakukan.
Sekitar 39,2 persen responden menilai bahwa pemerintah secara nyata telah menunjukkan peran besar dalam menggalakkan perilaku zero waste. Namun, ada separuh lebih responden yang justru berpendapat sebaliknya.
Biasanya membusukkan sampah dilakukan dengan campuran bahan kimia tertentu, yang kemudian hasil fermentasinya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman. Meskipun belum banyak diterapkan, cara ini semakin diminati seiring dengan berkembangnya tren berkebun di rumah.
Dukungan semua pihak
Upaya menerapkan gaya hidup nol sampah seharusnya tidak hanya menjadi tren sesaat yang kemudian euforianya akan terkikis karena tak ada lagi yang merawat kebiasaan itu. Zero waste perlu dimaknai sebagai tanggung jawab bersama yang memang akan menjadi kebutuhan untuk menjadi jawaban atas kekhawatiran kualitas lingkungan di masa mendatang.
Selaras dengan itu, hasil jajak pendapat menangkap bahwa publik menaruh keyakinan yang besar terhadap gaya hidup nol sampah sebagai cara efektif untuk menjaga masa depan kehidupan di bumi. Tidak kurang delapan dari 10 responden menyatakan keyakinan tersebut.
Besarnya kemanfaatan yang dapat diwujudkan dari upaya mengelola sampah ini memang perlu komitmen dan dukungan dari semua pihak. Penyadaran setiap individu yang menjadi modal dasar tentu akan semakin terakselerasi realisasinya ketika ada dukungan dari pemerintah.
Terkait hal itu, 39,2 persen responden menilai bahwa pemerintah secara nyata telah menunjukkan peran besar dalam menggalakkan perilaku zero waste. Namun, ada separuh lebih responden yang justru berpendapat sebaliknya.
Baca juga : Menjaga Ketahanan Pangan dari Pekarangan Rumah
Peran dari pemerintah melalui kementerian, lembaga, ataupun dinas terkait yang berada di daerah menjadi sangat penting mengingat tujuan besar untuk kepentingan bersama. Andil besar pemerintah bukan hanya menyediakan prasarana dan sarana fisik, melainkan juga penguatan pada regulasi dan pendidikan pada masyarakat.
Masing-masing tentu memiliki porsi untuk dapat mengambil peran dalam merawat lingkungan. Sejatinya zero waste lifestyle ini merupakan aksi nyata kepedulian pada masa depan yang dapat diterapkan mulai dari skala terkecil sebagai individu dan pada tataran yang sangat luas. Sepatutnya pula agenda untuk memuliakan lingkungan dan kehidupan ini terus dirawat dan semakin diperluas.