Kenaikan harga dan ancaman krisis pangan membuat masyarakat harus mengupayakan beragam cara untuk tetap bertahan. Menanam bahan pangan dari rumah menjadi salah satu solusi agar kecukupan pangan dalam keluarga terjaga.
Oleh
Agustina Purwanti/Litbang Kompas
·5 menit baca
Setelah minyak goreng dan bahan pangan lainnya, kini masyarakat mengeluhkan harga telur ayam ras yang mulai merangkak naik sejak pertengahan Agustus lalu. Kenaikan harga tertinggi mencapai Rp 4.000-5.000 per kilogram (Kompas, 24 Agustus 2022).
Menghadapi situasi yang tidak mudah itu, masyarakat harus mengatur strategi agar kebutuhan pangan harian tetap tercukupi. Hasil jajak pendapat Kompas akhir Agustus lalu merekam, sepertiga responden memilih untuk melakukan realokasi anggaran belanja rutin mereka. Pengeluaran untuk nonmakanan dikurangi guna menambah anggaran kebutuhan makanan.
Ironisnya, di tengah meningkatnya proporsi tabungan masyarakat seiring pemulihan ekonomi, masih ada sebagian masyarakat yang harus berutang demi mencukupi kebutuhan pangan mereka. Jajak pendapat menemukan, terdapat 9,5 persen responden yang harus melakukan pinjaman atau utang agar kebutuhan pangan terpenuhi di tengah melonjaknya harga-harga.
Sebagai informasi, data Bank Indonesia menunjukkan, terjadi peningkatan proporsi tabungan di masyarakat pada Juli 2022 menjadi 17 persen. Pada Desember 2021, proporsinya baru mencapai 14,1 persen dari total pengeluaran responden survei konsumen BI. Meskipun demikian, sebagian responden jajak pendapat justru harus mengurangi alokasi tabungan mereka untuk dialihkan ke kebutuhan makan.
Sementara, sekitar 9 persen responden harus mengurangi porsi hingga frekuensi makan mereka. Sekitar 3,8 persen responden lainnya harus bertahan dengan memperbanyak porsi karbohidrat, tetapi mengurangi komponen lain, seperti protein, buah, dan sayuran.
Jika sudah demikian, anjuran untuk hidup dengan pola makan lebih sehat dengan gizi terpenuhi menjadi semakin jauh dari kata terwujud. Hanya seperempat responden yang tetap makan dengan porsi dan komponen yang sama.
Berkebun
Selain beragam strategi tersebut, jajak pendapat juga menemukan bahwa lebih dari separuh responden melakukan upaya bertahan dengan menghadirkan bahan pangan dari rumah. Mereka memanfaatkan pekarangan rumah mereka untuk bercocok tanam bahan pangan.
Separuh dari mereka memilih menanam sayuran seperti bayam, kangkung, hingga tomat. Seperempat responden lainnya menanam rempah dan aneka bumbu dapur, seperti serai, jahe, cabai, dan daun bawang. Bahkan, dua dari 10 responden lainnya menanam tanaman jenis umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat. Sementara 3,3 persen responden yang memiliki cukup lahan menanam padi di sekitar rumah mereka. Buah-buahan pun diupayakan oleh 2,5 persen responden.
Praktik tersebut sudah dilakukan oleh responden dari Sabang hingga Merauke. Mayoritas (79,9 persen) dilakukan oleh responden dengan kelompok ekonomi lebih rendah (bawah dan menengah bawah).
Lebih dari separuh responden yang menanam bahan pangan dari rumah memanfaatkan tanah kosong di sekitar rumah mereka untuk bertanam. Sementara, separuh responden lainnya menggunakan polybag, pot, hingga metode hidroponik untuk menanam bahan pangan karena lahan kosong yang terbatas.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa menanam bahan makanan dari rumah tak hanya mampu menjaga ketahanan pangan dalam skala kecil seperti rumah tangga, teta juga menghemat pengeluaran keluarga.
Seperti yang dialami Yuliana Rini (48), warga Cibinong, Kabupaten Bogor. Ia mengaku, dapat menghemat sekitar 50-60 persen pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan, khususnya sayuran, setelah menanam sayuran sendiri di rumah. Di lain sisi, hasil panen sayur yang ditanam sendiri lebih sehat dan jelas kandungan gizinya.
“Biasanya sekitar Rp 50.000–100.000 untuk beli sayur dalam seminggu. Sekarang bisa hemat lebih dari Rp 30.000 tiap minggunya”, kata Rini.
Bahkan, Rini bisa menanam kangkung sekaligus memelihara lele dalam satu ember yang sama. Metode tersebut dikenal dengan sebutan “budikdamber” (budidaya ikan dalam ember). “Tidak hanya sayur, kita juga bisa panen lele”, ujarnya.
Bercocok tanam di rumah juga menghadirkan kebahagiaan karena dapat berbagi dengan tetangga sekitar ketika waktu panen sayuran tiba. Bahkan, kini Rini aktif dalam gerakan merawat bumi. Bersama 10 rekannya Rini mendirikan Yayasan Bumi Winaya Lestari yang juga menghadirkan sejumlah sarana edukasi menjaga ketahanan pangan.
Pelajaran pandemi
Meski budaya menanam bahan pangan dari rumah bukan hal yang baru, fenomenanya makin menjamur di tengah pandemi. Jajak pendapat Kompas pada awal pandemi, Mei 2020, menunjukkan bahwa berkebun menjadi kebiasaan baru bagi sebagian responden. Tak hanya tanaman hias, tanaman pangan pun turut digandrungi masyarakat.
Apalagi, di tengah pandemi, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas, termasuk berbelanja. Sehingga, menghadirkan bahan pangan dari rumah menjadi salah satu solusinya. Mereka juga menyatakan bahwa berkebun menjadi salah satu kegiatan yang sebaiknya tetap dilakukan ketika pandemi berakhir.
Langkah kecil dari masyarakat, jika diterapkan secara kolektif dan konsisten dapat membantu mengatasi persoalan krisis pangan.
Bahkan, pandemi menunjukkan bahwa menanam di rumah menjadi kian mudah dan dapat dilakukan oleh siapa pun meski biaya terbatas. Salah satu contoh baik datang dari Kelurahan Bondongan, Bogor Selatan. Warga sekitar membentuk lahan penanaman dengan memanfaatkan media tanam dari plastik bekas kemasan sabun dan detergen dengan tanah kompos.
Mereka juga memanfaatkan tembok pembatas permukiman sepanjang 360 meter sebagai media tanam. Setiap hari mereka bergantian untuk menyiram tanaman. Sayuran menjadi jenis tanaman yang mereka pilih, seperti caisim, bayam, terung, hingga cabai (Kompas, 21 Mei 2020). Kompas mencatat, kegiatan serupa juga dilakukan di sejumlah daerah lain seperti Bali dan Surabaya.
Praktik baik tersebut juga dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Tak hanya memenuhi kebutuhan pangan, daur ulang limbah pun dapat turut dilakukan. Terkait cara menanam hingga metode perawatan pun kini dapat dengan mudah diperoleh masyarakat melalui kanal-kanal daring seperti Youtube.
Pandemi sejatinya telah memberi pelajaran baik bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengatasi persoalan yang terjadi di negeri ini, salah satunya terkait persoalan pangan. Langkah kecil dari masyarakat, jika diterapkan secara kolektif dan konsisten dapat membantu mengatasi persoalan krisis pangan.