Banjir Berulang Bukti Lemahnya Pencegahan
Hampir setiap daerah di Indonesia terdapat kawasan yang dikenal sebagai wilayah rawan banjir. Hal ini menjadi sebuah ironi karena berkesan ”membiarkan” masyarakat menghadapi rutinitas ancaman bencana.
Sejumlah wilayah di Indonesia menjadi langganan banjir setiap kali memasuki musim hujan. Curah hujan ekstrem ditambah dengan buruknya sistem drainase menjadi penyebab utama luapan banjir itu. Terus berulangnya rutinitas kejadian ini kian menunjukkan betapa lemahnya upaya mitigasi di Indonesia.
Sebutan wilayah langganan banjir umumnya tersemat pada sejumlah daerah yang sering kali dilanda banjir. Hampir dapat dipastikan di sejumlah daerah di Indonesia terdapat kawasan-kawasan yang dikenal masyarakat setempat sebagai wilayah rawan banjir. Hal ini sejatinya menjadi sebuah ironi karena secara tidak langsung menunjukkan kelalaian pemerintah daerah dalam perencanaan tata kelola ruang daerah. Masyarakat menjadi berpotensi menghadapi ancaman bencana banjir yang terus berulang setiap saat.
Memasuki bulan Oktober, intensitas curah hujan mulai meningkat di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, BMKG mencatat ada dua periode peringatan cuaca ekstrem, yaitu 9-15 Oktober dan 15-21 Oktober 2022. Saat periode pertama, muncul dinamika atmosfer yang meningkatkan pertumbuhan awan hujan. Ada 32 provinsi yang diprediksi muncul hujan intensitas sedang-lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang. Sayangnya, sebelum muncul peringatan tersebut, telah terjadi hujan lebat dan menimbulkan banjir di sejumlah wilayah.
BNPB melaporkan telah terjadi beberapa peristiwa banjir di Indonesia. Misalnya, banjir di Aceh Timur pada 7 Oktober 2022 yang menyebabkan 2.436 orang terpaksa mengungsi. Selanjutnya, ada lagi enam desa dilanda banjir dan tanah longsor di Trenggalek, Jawa Timur. Berselang sehari, dua desa di Langkat, Sumatera Utara, terendam banjir hingga ketinggian air mencapai 60 sentimeter. Daerah destinasi wisata unggulan seperti Bali juga tak luput dari bencana banjir, khususnya di Kota Denpasar dan Seminyak.
Kejadian ini seperti terus merembet ke daerah lainnya dengan berbagai tingkatan dampak. Salah satu kejadian yang relatif besar terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yang menyebabkan 11.419 orang terimbas akibat luapan banjir sejak 7 Oktober lalu. Intensitas kejadian banjir ini diperkirakan akan terus meningkat dan bermunculan di sejumlah daerah di Indonesia.
BMKG telah memberikan peringatan akan terjadi hujan ekstrem hingga 21 Oktober 2022 di sejumlah wilayah Indonesia. Peningkatan curah hujan ini kian diperparah dengan kemunculan siklon tropis SONCA di sekitar Laut China Selatan sisi timur Vietnam. Artinya, wilayah kejadian banjir diprediksi akan terus bertambah di berbagai lokasi di Indonesia.
Baca juga: Tata Ulang Kawasan Rawan Longsor di Kota Bogor
Daerah-daerah yang secara rutin terdampak bencana banjir itu diperkirakan akan semakin tinggi lagi risiko pengulangan bencana serupa pada periode ini. Salah satu wilayah di Indonesia yang sering kali menjadi langganan banjir adalah wilayah Tangerang Selatan, Banten. Dalam kurun peristiwa seminggu terakhir, hanya karena hujan deras lebih dari dua jam telah menyebabkan sedikitnya 14 kawasan terendam banjir. Setidaknya ada 2.135 keluarga terdampak banjir hingga ketinggian air 1,2 meter.
Selain Tangerang Selatan, ada juga 11 titik yang langganan terendam banjir di Kota Bogor, Jawa Barat. Di luar Jawa, salah satu wilayah berisiko tinggi adalah bagian utara hingga timur Aceh yang juga menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Upaya mitigasi pemerintah dinilai sangat lemah. Apalagi, kian diperparah dengan penggunaan tata guna lahan yang tidak sesuai.
Pencegahan lemah
Dalam konsep manajemen kebencanaan, fase pencegahan dilakukan dengan langkah penguatan mitigasi. Fase preventif ini dilakukan sebelum potensi bencana itu muncul sehinggga dapat mencegah perburukan kondisi di suatu wilayah akibat bencana.
Fase pencegahan tidak akan menghilangkan faktor penyebab bencana, tetapi secara maksimal akan menahan terjadinya bencana di tempat tersebut. Misalnya, curah hujan yang tinggi dan embusan angin yang kencang tetap akan terjadi di suatu wilayah. Namun, faktor alam ini tidak mampu memicu munculnya bencana alam karena kawasan bersangkutan sudah ”bersiap” dengan pembenahan dan adaptif terhadap lingkungan sekitarnya. Artinya, keberhasilan fase pencegahan dibuktikan dengan tidak berulangnya kejadian bencana di wilayah yang sama secara periodik.
Namun, upaya pencegahan bencana tersebut terbilang relatif lemah dilakukan di Indonesia. Banyak wilayah yang secara rutin dilanda bencana setiap periode tertentu, mulai dari banjir, tanah longsor, atau kekeringan. Kondisi demikian menggambarkan stagnasi penanganan bencana di suatu daerah. Akibatnya, banyak warga yang harus menderita dan mengalami kerugian besar karena bencana serupa terus-menerus terjadi.
Padahal, upaya pencegahan bencana sesungguhnya dapat dicermati dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan juga tipologi sosial-budaya masyarakat. Misalnya, pencegahan bencana banjir dapat dicermati melalui ilmu tata wilayah perkotaan atau pedesaan berikut mempelajari aktivitas harian penduduknya. Dari sisi tata wilayah, satu unsur paling penting dalam manajemen aliran permukaan adalah sistem irigasi. Sistem irigasi akan berfungsi maksimal apabila pola pembangunan di sepadan sungai juga terkontrol dan ditunjang oleh ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai area serapan.
Sementara itu, ditinjau dari aktivitas penduduknya, sangat penting apabila memperhatikan cara pengelolaan sampah domestik dan perawatan saluran irigasi di sekitar tempat tinggal masyarakat. Apabila dilihat dari skala lebih besar, peran pemerintah turut andil besar dalam keberhasilan program pencegahan banjir.
Dari sekian banyak jenis bencana, banjir merupakan bencana yang paling lazim terjadi di berbagai wilayah, baik di desa maupun kota. Saat ini pun, banyak kejadian banjir yang dilaporkan BNPB dengan ribuan warga terdampak. Hingga Oktober 2022, cakupan bencana banjir mencapai 40 persen secara nasional dari total 2.860 kejadian.
Apabila ditarik satu dekade ke belakang hingga tahun 2012, kejadian bencana banjir mencapai 8.621 kejadian secara nasional. Jumlah tersebut menggambarkan dominasi kejadian bencana yang sangat besar. Setiap tahun, setidaknya terjadi rutinitas banjir tidak kurang dari 850 kali peristiwa.
Baca juga: Cuaca Ekstrem Berpotensi Landa Aceh hingga 25 Oktober, Perkuat Mitigasi
Dari 34 provinsi, ada tiga wilayah dengan tingkat kejadian banjir sangat tinggi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Implikasi dari tingginya frekuensi kejadian banjir itu adalah besarnya kerugian yang harus ditanggung masyarakat. Kerusakan infrastruktur juga tidak luput dari hantaman banjir.
Selain tiga provinsi tersebut, ada tujuh provinsi lainnya dengan catatan frekuensi bencana banjir yang tergolong besar, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Sepuluh provinsi dengan frekuensi bencana banjir tinggi tersebut juga kembali melaporkan banjir di berbagai titik pada Oktober 2022. Artinya, banjir sudah menjadi rutinitas di daerah yang memang identik ”rawan” banjir.
Risiko kewilayahan
Tingkat risiko banjir saat ini masih sangat tinggi. Mengingat bulan Oktober adalah permukaan periode basah atau musim hujan yang terjadi setiap tahun. Berdasarkan hasil prakiraan daerah potensi banjir bulanan oleh BMKG, hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki risiko mulai dari kategori rendah hingga tinggi.
Selama periode November 2022, sejumlah wilayah yang berpotensi tinggi banjir tersebar dominan di Pulau Jawa sisi selatan, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan area kota Makassar di Sulawesi Selatan. Sementara itu, Pulau Sumatera sisi utara dan selatan lebih jauh berisiko dari sisi tengah. Pulau Kalimantan hampir seluruh wilayahnya masuk kategori risiko menengah terjadinya banjir.
Baca juga: Transformasi Perkotaan Menghadapi Perubahan Iklim
Sedikit ada perubahan, periode Desember 2022 sejumlah wilayah menunjukkan penurunan risiko banjir, kecuali area kota Makassar yang masih berisiko tinggi. Pulau Jawa masih didominasi risiko menengah, khususnya sisi barat dan tengah. Sementara di sisi timur Jawa, risiko banjirnya cenderung lebih rendah.
Bergeser ke prediksi bulan Januari 2023, hampir seluruh wilayah Indonesia masih berpotensi banjir. Risiko besar kejadian banjir terlihat bertambah, yaitu di pesisir utara dan bagian tengah pulau Jawa. Sejumlah kota masuk ke area berisiko tinggi, seperti Bandung, Semarang, Surabaya, dan Banyuwangi.
Peringatan keras untuk wilayah kota Makassar dan sekitarnya yang masih tercatat berisiko tinggi sepanjang November hingga Januari 2023. Penguatan pencegahan banjir harus dikuatkan setiap saat, termasuk mengoperasikan jaringan komunikasi risiko antarwilayah atau titik pantau ketinggian air.
Bencana banjir sebenarnya memiliki proses yang dapat diprediksi melalui intensitas curah hujan. Nyatanya, banyak wilayah yang gagap menghadapi bencana ini sehingga wilayah langganan banjir akan tetap menjadi area tergenang. Inilah urgensi penguatan pencegahan, sekaligus menuntaskan program-program mitigasi bencana. (LITBANG KOMPAS)