Permasalahan drainase hingga izin pembangunan rumah atau gedung perlu ditinjau dan ditata ulang. Dalam mitigasi bencana, pemerintah daerah juga harus membuat aturan mengenai garis sepadan bangunan di lereng atau sungai.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Salah satu penyebab longsor di Gang Barjo, Kebon Kalapa, Kota Bogor, Jawa Barat, karena ada pengikisan batu dan tertutupnya ruang resapan air di sekitar kawasan rumah warga. Selain rencana relokasi, Pemerintah Kota Bogor juga berencana untuk menata ulang kawasan atau urban renewal.
Ahli geologi dari Pusat Kajian Geopark dan Kebencanaan Geologi Universitas Pakuan, Denny Sukamto Kadarisman, menjelaskan, selain faktor hujan intensitas tinggi, penyebab longsor di Gang Barjo pada Rabu (12/10/2022) karena ada batuan lapuk menjadi lapisan tanah. Longsoran di Gang Barjo bukan karena bidang gelincir seperti longsor jenis translasi, rotasi, atau pergerakan blok.
”Ada lapisan tanah yang tebal. Kami jarang menemukan tanah yang begitu tebal seperti itu. Artinya, ada batuan yang lama-lama terkena air, lapuk menjadi tanah tebal. Kemudian, kemungkinan ada Kali Cidepit dan Cisadane, pengaruh air masuk ke lokasi sehingga tanah menjadi lapuk dan tebal,” ujar Denny, Rabu (19/10/2022).
Penyebab longsor juga sistem drainase internal di rumah tertutup atau hilangnya daerah resapan air. Saat terjadi curah hujan tinggi, air menjadi deras mengalir dan tidak terkendali. Faktor lainnya karena sistem saluran pembuangan air yang tidak maksimal.
Denny melanjutkan, dari hasil diskusi dengan ahli sipil, kawasan di Gang Barjo masih bisa dibenahi dengan penanganan membangun turap atau terasering. Selain itu, pembenahan di aliran sungai, drainase, dan saluran pembuangan air, dan membuat area terbuka hijau.
Meski secara teknis masih bisa dibenahi, kata Denny, bukan berarti warga bisa kembali begitu saja membangun atau memperbaiki rumah mereka.
Relokasi atau "urban renewal"
Sekretaris Daerah Kota Bogor Syarifah Sofiah melanjutkan, salah satu lahan milik warga sudah sepakat lahannya akan digunakan sebagai ruang terbuka hijau. Kebetulan rumah pemilik berada di tepi longsoran sehingga membahayakan dan sewaktu-waktu bisa roboh. Sejumlah rumah lainnya terutama yang berisiko tinggi terdampak longsor juga akan ditata.
Penanganan yang akan segera dilakukan oleh Dinas PUPR yaitu perbaikan dan penataan saluran air dan membersihkan reruntuhan bangunan akibat longsor. ”Pembangunan fisik dulu seperti turap. Kami tetap memberikan perhatian kepada warga,” kata Syarifah.
Harus dicek semua area di Kota Bogor mana potensi terjadi longsor. Edukasi masyarakat untuk menjaga (lingkungan) dan membuat terasering di daerah longsoran.
Syarifah mengatakan, pihaknya akan memberikan bantuan selama tiga bulan kepada warga yang masih mengungsi. Mereka belum diizinkan untuk kembali karena kondisi cuaca dan potensi longsor susulan. Di masa tiga bulan itu, Pemkot Bogor akan membenahi kawasan Gang Barjo dan mematangkan konsep relokasi.
”Kami mengonsepkan rencana relokasi atau urban renewal. Jadi bedanya relokasi itu pindah ke lokasi lain. Urban renewal di situ kawasan kita tata lagi. Kita akan lakukan pembahasan dulu,” kata Syarifah.
Pengamat Tata Kelola Kota dari Universitas Pakuan, Budi Arief, menuturkan, bencana yang terjadi di Kota Bogor harus menjadi pelajaran agar Pemkot Bogor untuk kembali menata dan memetakan kawasan rawan bencana, terutama upaya mitigasi bencana.
Permasalahan drainase hingga izin pembangunan rumah atau gedung perlu ditinjau dan ditata ulang. Dalam mitigasi bencana, pemerintah daerah juga harus membuat aturan mengenai garis sepadan bangunan di lereng atau sungai.
Produk aturan berupa pemanfaatan tata ruang memperhatikan daya dukung lingkungan harus dijalankan dan tidak boleh dilanggar.
”Harus dicek semua area di Kota Bogor mana potensi terjadi longsor. Edukasi masyarakat untuk menjaga (lingkungan) dan membuat terasering di daerah longsoran. Mitigasi bencana secara fisik hingga aturannya,” ujar Budi.