Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto memberi tenggat dua minggu kepada pejabat terkait untuk mengidentifikasi wilayah rawan longsor dan lokasi relokasi warga. Setelah itu, bisa membuat desain relokasi permukiman yang aman.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Sejumlah pengungsi bencana longsor Gang Barjo, Kebon Kalapa, Kota Bogor, Jawa Barat, keberatan dengan rencana relokasi. Mereka berharap masih bisa kembali dan mendapatkan bantuan pembangunan rumah di Gang Barjo. Hal ini menjadi tantangan Pemerintah Kota Bogor untuk meyakinkan warga untuk pindah dari lokasi rawan bencana.
Di posko pengungsian Masjid Jami Nurul Ikhlas, Panaragan, Bogor Tengah, Kota Bogor, sejumlah petugas masih membantu dan memperhatikan pemenuhan kebutuhan warga terdampak bencana longsor, seperti pemeriksaan kesehatan, kebutuhan makan, pendampingan psikologi, hingga kebutuhan lainnya yang diperlukan.
Tercatat ada 135 warga terdampak longsor di Gang Barjo pada Rabu (12/10/2022). Dari bencana longsor tersebut, ada 8 korban yang tertimbun longsor setinggi sekitar 20 meter. Empat korban di antaranya meninggal, yaitu Cici (57), Simah (75), Iwan (24), dan Dini ( 54). Semua korban berhasil dievakuasi oleh tim gabungan SAR gabungan.
Salah satu warga, Yulia (35), yang sudah mengungsi selama enam hari di Masjid Jami Nurul Ikhlas, mengatakan, perhatian dan bantuan yang diberikan sangat berarti di tengah duka dan keterbatasan. Namun, ia berharap bisa segera kembali ke Gang Barjo dan tidak ingin berlama-lama tinggal di pengungsian.
”Kami ingin kembali ke sana. Pemerintah kembali membantu kami membangun rumah supaya kami bisa kembali menjalani kehidupan dan menata kembali. Anak-anak bisa kembali sekolah,” kata Yulia, Selasa (18/10/2022), yang harus merelakan barang dan harta tertimbun longsoran tanah.
Selain Yulia, sejumlah warga lainnya juga memiliki keinginan untuk kembali ke Gang Barjo. Lurah Kebon Kalapa Budi Jaenadi pun berusaha memberikan pemahaman kepada warga bahwa ada risiko besar yang mengintai setiap saat jika lokasi longsoran kembali menjadi tempat tinggal.
”Karena keselamatan keluarga kita lebih penting. Lebih baik kita menghindari bahaya longsor susulan,” kata Budi kepada warga.
Penanganan permanen
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Selasa malam, mengatakan, ia sudah meminta para camat dan aparatur terkait untuk segera mendata keberadaan lahan milik pemerintah kota, swasta, ataupun pemerintah pusat dan provinsi yang secara aturan bisa digunakan sebagai lahan relokasi.
”Saya meminta agar ada identifikasi wilayah rawan bencana berdasarkan beberapa rumah warga yang berada di lokasi rawan bencana, berapa keluarga yang tinggal di lokasi rawan bencana hingga membuat desain lokasi relokasi, yang aman, nyaman, dan indah agar menyenangkan warga,” kata Bima.
Bima memberi tenggat waktu dua minggu kepada pejabat untuk mendata identifikasi wilayah rawan dan lokasi relokasi sehingga setelah itu bisa membuat desain relokasi dan kebutuhan teknis lainnya.
Sebelumnya, Bima mengatakan, dari rentetan peristiwa bencana yang menimbulkan korban jiwa, perlu ada upaya penanganan komprehensif hingga langkah jangka pendek dan panjang agar bencana alam tidak menimbulkan korban jiwa.
”Di lokasi rawan longsor, seperti di Kebon Kalapa, solusinya harus permanen tidak bisa berulang-ulang seperti ini terus, seperti bom waktu saja. Karena itu, kami berkoordinasi dengan ahli geologi sejauh mana pembangunan di sini. Jika tidak memungkinkan, kami akan relokasi permanen,” ujar Bima.
Bima memberikan instruksi kepada camat, lurah, dan dinas terkait untuk memetakan titik rawan bencana dan jumlah rumah di titik bencana. Data itu sebagai bahan kesiapsiagaan dan rencana merelokasi rumah warga.
Seperti di sekitar Kebon Kalapa, ada beberapa rumah yang mutlak harus pindah. Kami carikan lahan dan anggarannya. Pak Gubernur (Ridwan Kamil) juga siap membantu dan kementerian juga pasti membantu.
Bima menyadari untuk merelokasi warga tidak akan mudah karena belum tentu mereka mau. Namun, demi keselamatan dan kepentingan jangka panjang, warga di daerah rawan bencana sangat diharapkan mau direlokasi.
”Seperti di sekitar Kebon Kalapa, ada beberapa rumah yang mutlak harus pindah. Kami carikan lahan dan anggarannya. Pak Gubernur (Ridwan Kamil) juga siap membantu dan kementerian juga pasti membantu. Ini harus dilakukan agar tidak menjadi beban warga dan wali kota berikutnya. Setiap kejadian pasti ada korban, tidak bisa seperti ini. Kami akan prioritaskan warga yang betul-betul darurat (di titik bencana),” ujar Bima.
Bima melanjutkan, peristiwa bencana yang menimpa korban jiwa seperti Adzra Nabila tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga hikmah untuk jajaran Pemerintah Kota Bogor lebih peka, sigap, dan siaga dalam menghadapi cuaca ekstrem. Pemkot Bogor ke depan harus memberikan atensi lebih terkait dengan perlindungan dan keselamatan warga.
Oleh karena itu, lanjut Bima, di masa tanggap darurat hingga akhir Desember mendatang, Pemkot Bogor mengeluarkan tujuh poin siaga bencana. Adapun tujuh poin tersebut, yaitu posko siaga bencana, pembaruan data bencana, percepatan proses penanganan dan pemulihan fisik di titik bencana alam dengan menggunakan alokasi dana biaya tidak terduga.
Selanjutnya, camat, lurah, dan aparatur wilayah melakukan pemeriksaan dan normalisasi saluran air secara terjadwal. Dinas teknis berkoordinasi dengan kepolisian agar mengantisipasi titik rawan kecelakaan melalui pemasangan pagar atau rambu-rambu peringatan. Camat dan lurah mendata seluruh rumah tinggal di lokasi rawan bencana. Badan Kerjasama Antar-Desa (BKAD) Kota Bogor menyampaikan data opsi lahan untuk warga yang mau direlokasi.
Diharapkan, rencana relokasi didukung warga sasaran agar ada jaminan aman dan terlindungi kelak ketika bencana kembali menghampiri.