Perindo Melangkah ke Papan Tengah?
Partai Persatuan Indonesia menjadi partai baru yang diperhitungkan di Pemilu 2024. Memperkuat ikatan emosional dengan pemilih menjadi tantangan bagi partai ini dalam mendulang elektoral.
Kelihaian beradaptasi dalam sosialisasi di lapisan akar rumput, ditambah kekuatan kapital, menambah kemampuan konsolidasi Partai Persatuan Indonesia (Perindo) di tengah makin terpolarisasinya pemilih parpol. Perlahan tapi pasti, partai ini menambah elektabilitas di sejumlah hasil survei.
Perindo merupakan kelanjutan dari Ormas Perindo (deklarasi pada 24 Februari 2013) yang dipimpin Hary Tanoesudibjo yang saat itu baru saja mundur dari keanggotaan di Partai Nasdem. Sebelumnya, Hary Tanoe bergabung dengan Nasdem sejak Oktober 2011 dan menduduki jabatan Ketua Dewan Pakar dan Wakil Ketua Majelis Nasional. Namun, karena perbedaan pendapat, Hary Tanoe mundur dari Nasdem pada 21 Januari 2013.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Meski sudah tiga tahun ikut membesarkan Nasdem hingga lolos ambang batas DPR, Hary Tanoe tak membuang waktu setelah mundur dari partai besutan Surya Paloh, pemilik Media Group itu. Tak sampai sebulan, pada pertengahan Februari 2013, CEO MNC Group ini sudah ”beralih hati” masuk ke Partai Hanura dan mendapat posisi sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.
Kelihaian beradaptasi dalam sosialisasi di lapisan akar rumput, ditambah kekuatan kapital, menambah kemampuan konsolidasi Perindo di tengah makin terpolarisasinya pemilih parpol.
Di Hanura, karier politik Hary Tanoe tak butuh waktu lama untuk segera menanjak. Bergerak cepat, Hary Tanoe pada 2 Juli 2013 sudah bisa mendeklarasikan diri bersama Ketum Hanura Wiranto sebagai pasangan capres dan cawapres Pemilu 2014.
”Saya bersama Bapak Hary Tanoesoedibjo merupakan perpaduan yang saling mengisi dan melengkapi. Saya punya pengalaman 30 tahun di organisasi militer, mendampingi tiga presiden. Pak Hary Tanoe pengusaha sukses yang memahami masalah ekonomi militer, serta semangat toleransi antara kelompok mayoritas dan minoritas,” kata Wiranto sebagaimana diberitakan Kompas.com (2/7/2013).
Cepatnya pencapresan Wiranto dan Hary Tanoe ini tak pelak menimbulkan friksi dan kritik di dalam internal kepengurusan Hanura saat itu, sebagaimana pemberitaan berbagai media. Kritik terutama diarahkan pada aspek keterburuan, kurangnya pertimbangan Dewan Pakar, dan tudingan soal pertimbangan pragmatisme karena kekuatan modal/kapital.
Karena perolehan suara Hanura tak mampu membawa pasangan Wiranto-Hary Tanoe maju ke Pemilu Presiden 2014, peluang politik pasangan ini pun kandas dan akhirnya bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat yang mencalonkan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namun, selepas itu, Hary Tanoe kembali bergerak cepat mendirikan partai baru dan hasilnya Partai Perindo resmi disahkan sebagai badan hukum partai politik pada 8 Oktober 2014.
Saat Partai Perindo dideklarasikan pada 7 Februari 2015, sejumlah anggota keluarga Hary Tanoe turut duduk di susunan pimpinan partai ini, termasuk Liliana Tanoesudibjo (istri) di Majelis Persatuan Partai dan Angela Herliani Tanoesudibjo (putri sulung) sebagai Wasekjen DPP.
Hal ini menunjukkan basis penguasaan struktural yang luas dalam partai baru tersebut. Saat ini, Angela Herliani ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.
Pada pidato pembentukan sejumlah DPW dan DPD Perindo, Hary Tanoe kerap mengatakan tekad Partai Perindo untuk ambil bagian dalam mengembangkan demokrasi dan mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
”Partai Perindo berdiri dengan basis perjuangan untuk mewujudkan Indonesia sejahtera lahir dan batin, dan bukan hanya peramai panggung politik Indonesia,” kata Hary Tanoe berjanji.
Baca juga : Partai Persatuan Indonesia (Perindo)
Modal politik
Meski tergolong parpol baru dan baru satu kali mengikuti Pemilu Legislatif (2019), elektabilitas Perindo sebenarnya tergolong cukup menjanjikan. Di Pemilu 2019, Perindo memang belum berhasil menembus ambang batas parlemen 4 persen, tetapi partai ini mampu meraup 3.738.320 suara yang setara 2,68 persen total suara sah pemilu.
Jumlah suara Perindo itu merupakan yang tertinggi dibandingkan perolehan suara parpol-parpol yang tak lolos ambang batas parlemen, di antaranya Partai Berkarya (2,11 persen), PSI (1,89 persen), Partai Hanura (1,56 persen), PBB (0,79 persen), Partai Garuda (0,52 persen), dan PKPI (0,27 persen). Berdasar data KPU, sebaran suara Perindo cukup besar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi, Sumatera Utara, Papua, dan NTT.
Kemampuan Perindo meraih suara relatif besar di pemilu 2019 hanya dalam waktu empat tahun setelah dideklarasikan agaknya tak lepas dari gerak cepat Hary Tanoe dalam mensosialisasikan Perindo.
Salah satunya, sejak 2015 video klip mars Perindo rutin muncul di layar kaca. Saking seringnya muncul memapar audiens televisi grup MNC, sampai-sampai mars Perindo sangat akrab di masyarakat bawah termasuk anak-anak.
Perindo memiliki ”privilege” beriklan secara massif karena Hary Tanoe pendiri Perindo sekaligus pemilik MNC Grup yang menaungi stasiun TV besar, seperti RCTI, MNCTV, Global TV(GTV), dan iNews TV.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 10 Mei 2017 pun sampai perlu menjatuhkan sanksi teguran tertulis pada empat stasiun televisi milik Harry Tanoe terkait penyiaran iklan politik Perindo secara massif. Sanksi tersebut diberikan atas dugaan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dilakukan dalam iklan Partai Perindo.
Kekuatan ”serangan udara” Perindo didukung dengan ”serangan darat” berupa bantuan-bantuan sistematis yang menyasar pedagang-pedagang kecil. Bantuan diberikan secara gratis berupa gerobak-gerobak pedagang kaki lima dengan logo Perindo yang mencolok. Tak hanya pedagang, divisi UMKM Perindo juga membuka peluang para pembuat gerobak kayu untuk bekerja sama dengan Perindo menjadi jejaring.
Sulit dimungkiri, pengelolaan organisasi yang relatif ”ketat” serta potensi penguasaan ruang publik dan masyarakat kecil melalui jaringan MNC grup menghasilkan kenaikan popularitas dan elektabilitas yang menguat untuk Perindo.
Baca juga: Nasdem dan Perindo Siap Mendaftar di Hari Pertama
Hasil survei
Kenaikan elektabilitas Perindo terpantau konsisten terjadi sejak hasil survei Litbang Kompas bulan Agustus 2020 hingga Juni 2022. Pada bulan Juni lalu elektabilitas Perindo terpantau 3,3 persen, naik 0,8 persen dari Januari 2022.
Dibandingkan sesama parpol tidak tembus ambang batas yang justru melemah elektabilitasnya, seperti PSI, PBB, PKPI, dan Partai Berkarya, kenaikan elektabilitas Perindo tentu saja merupakan anomali.
Tak hanya elektabilitas yang naik, tingkat soliditas parpol dalam hal kandidat calon presiden yang diusulkan parpol tak sesuai harapan responden juga menunjukkan nilai relatif tinggi.
Sebanyak 55 persen pemilih Perindo menyatakan bakal tetap memilih partai ini meski kandidat nama capres yang diajukan partai bukan sosok yang mereka favoritkan. Loyalitas tersebut relatif setara dengan milik pemilih Partai Kebangkitan Bangsa yang terkenal solid dengan balutan nilai keagamaan NU.
Menilik postur sosial ekonomi pemilih Perindo, tampak bahwa komposisi responden yang diraih cukup ideal menggambarkan populasi, kecuali dalam segi sosial ekonomi yang agak condong ke kelas menengah. Hal ini agak kurang sesuai dengan gerakan pemberdayaan ekonomi mikro yang banyak digalang oleh divisi UMKM Perindo.
Motivasi memilih parpol ini sebagaimana disuarakan bagian terbesar responden berturut-turut adalah program parpol (35 persen), popularitas partai (15 persen), serta visi misi (10 persen, dan tokoh parpol (10 persen). Hanya 5 persen responden yang menyatakan memilih parpol ini karena alasan ideologi partai.
Seluruh gambaran itu menunjukkan, nuansa politik yang ditawarkan Perindo memang relatif sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi pemilih, tetapi di sisi lain belum mampu menanamkan ikatan emosional yang lebih dalam. Keterpilihan parpol ini dengan demikian lebih ditunjang oleh segi-segi keterikatan yang lebih pragmatik ketimbang ikatan nilai mendalam.
Nuansa politik yang ditawarkan Perindo memang relatif sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi pemilih, tetapi di sisi lain belum mampu menanamkan ikatan emosional yang lebih dalam.
Hal ini membawa risiko pemilih memang mudah diraih jika program-program karitatif dan merakyat mampu menjangkau publik, tetapi di sisi lain bisa menjauhkan keterpilihan pula jika program itu mengendur.
Bagaimanapun, publik juga yang akan menguji sejauh mana kontribusi nyata Perindo terhadap janji kesejahteraan rakyat di tengah minimnya segi ideologis dan sistem nilai kepercayaan demi melangkah menuju papan tengah elektabilitas parpol. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Partai Solidaritas Indonesia di Tengah Konservatisme-Pragmatisme Politik