Survei Litbang ”Kompas”: Pergeseran Apresiasi Pemilih Partai pada Kinerja Pemerintah
Relasi partai politik dengan kekuasaan tidak selalu berbanding lurus dengan sikap konstituen partai. Pemilu 2024 menjadi penilaian dari pemilih apakah langkah partai politik selama ini mampu mendulang potensi elektoral.
Oleh
YOHAN WAHYU
·6 menit baca
Meningkatnya dukungan partai politik ke pemerintah ternyata bukan menjadi jaminan akan diikuti dengan melonjaknya apresiasi publik pada kinerja pemerintah. Menurunnya apresiasi publik pada kinerja pemerintah juga menampakkan partai politik yang menjadi barisan di pemerintahan kurang mendapatkan dukungan dari pemilihnya.
Temuan ini tampak dari hasil survei Kompas, Juni 2022. Ada pesimisme pemilih pada kinerja pemerintah yang cenderung meningkat. Menariknya, gejala ini tidak saja ditunjukkan oleh pemilih dari partai politik yang selama ini berada di luar pemerintahan, tetapi juga berasal dari pemilih partai-partai pendukung loyal pemerintah yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dalam survei kali ini pemilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini konsisten berada di luar pemerintahan dan mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah relatif berjalan linier dengan pendukungnya.
Meningkatnya dukungan partai politik ke pemerintah ternyata bukan menjadi jaminan akan diikuti dengan melonjaknya apresiasi publik pada kinerja pemerintah.
Tampak dari visual kuadran antara tingkat kepuasan dan tingkat keyakinan pemilih terhadap kinerja pemerintahan, baik dalam survei Januari maupun Juni 2022, pemilih PKS konsisten cenderung berada di kuadran kiri bawah yang menunjukkan rendahnya tingkat kepuasan dan keyakinan pemilihnya pada performa pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin saat ini.
Hal yang lebih kurang sama juga terjadi pada pemilih Partai Demokrat. Meskipun tingkat kepuasannya berada di kuadran kanan, yang artinya memiliki kepuasan tinggi terhadap kinerja pemerintah, tingkat keyakinannya dalam survei Juni ini cenderung menurun.
Maka, jika dalam survei Januari 2022 posisi pemilih Partai Demokrat berada di kuadran kanan atas dengan tingkat keyakinan lebih rendah dari tingkat kepuasan, dalam survei Juni ini posisinya turun berada di kuadran kanan bawah.
Jika merujuk posisi dalam kuadran yang dialami pemilih Partai Demokrat, ada kecenderungan pemilih partai ini semakin pesimistis melihat performa kinerja pemerintahan Jokowi dalam dua tahun sisa masa pemerintahannya.
Dengan semakin menurunnya tingkat keyakinan dari pemilih Partai Demokrat, pada akhirnya kelompok pemilih partai ini berada di kuadran kanan bawah. Posisi ini semakin meneguhkan pemilih Demokrat cenderung tidak lagi menaruh harapan yang lebih pada pemerintahan ini ke depan.
Tentu, apa yang terjadi pada pemilih PKS dan Partai Demokrat relatif wajar jika melihat posisi yang diambil kedua partai ini terhadap pemerintahan Jokowi.
Sepanjang delapan tahun terakhir ini, keduanya relatif konsisten memilih di luar pemerintahan. Bahkan, pada perombakan kabinet pekan lalu, kedua partai politik ini tetap tidak masuk dalam skema perombakan kabinet.
Menariknya, apa yang terjadi pada pemilih PKS dan Demokrat cenderung juga terjadi pada pemilih dari sejumlah partai politik pendukung pemerintah, seperti halnya pemilih dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pemilih dari kedua partai ini justru cenderung mengambil sikap yang sama dengan pemilih dari partai-partai oposisi.
Sebut saja pemilih PPP yang selama ini dalam dua survei (Januari dan Juni) konsisten berada di kelompok kuadran dengan tingkat keyakinan yang relatif rendah terhadap performa pemerintahan Jokowi.
Dalam survei Januari 2022, pemilih PPP berada di kuadran kiri bawah, yakni mereka yang cenderung tidak puas dengan kinerja pemerintah dan sekaligus tidak meyakini performa kinerja pemerintah akan lebih baik ke depan.
Kondisi ini relatif terjaga dalam survei Juni 2022, meskipun tingkat kepuasannya cenderung meningkat, sehingga pemilih PPP bergeser dan masuk dalam kelompok kuadran kanan bawah, yakni mereka yang cenderung cukup puas dengan kinerja pemerintah, tetapi tidak cukup meyakini pemerintah akan lebih baik kinerjanya di sisa periodenya nanti.
Hal yang lebih kurang sama juga terjadi pada pemilih PAN. Pada survei Januari lalu, posisi pemilih PAN masih berada di kuadran kanan atas, yakni mereka yang tingkat kepuasan dan tingkat keyakinannya tinggi pada kinerja pemerintahan Jokowi.
Namun, dalam survei Juni 2022, kondisinya bergeser. Apresiasi terhadap kinerja pemerintah memang masih stabil, tetapi tingkat keyakinannya menurun drastis sehingga kelompok pemilih PAN bergeser ke kuadran kanan bawah.
Kondisi ini seakan berbanding terbalik dengan langkah Presiden Jokowi dalam merombak kabinet pekan lalu. Dengan ditunjuknya Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan, semestinya di atas kertas dukungan terhadap pemerintah semakin kuat dan kokoh. Hal ini tidak lepas dari semakin banyaknya jumlah kursi di DPR yang berada di barisan pendukung pemerintah.
Dengan bergabungnya PAN, total sudah tujuh partai politik di DPR yang mendukung pemerintah. Koalisi pendukung pemerintah ini sudah menguasai 471 kursi DPR atau setara dengan 81,9 persen dari total kursi parlemen di Senayan.
Fakta ini semakin menegaskan, pemerintah sudah mendapatkan dukungan mayoritas kekuatan parlemen. Tentu, kondisi ini semestinya menjadi modal politik besar bagi pemerintah untuk dengan mudah menggerakkan sumber dayanya guna menjalankan program-programnya tanpa khawatir diwarnai ”gangguan” dan hiruk pikuk kekuatan politik di DPR.
Apalagi sepanjang periode pemerintahan yang dipimpin Jokowi, pemerintah sebenarnya juga sudah mampu mengondisikan dukungan di DPR. Hal ini sudah dibuktikan dengan dukungan parlemen pada pengesahan sejumlah undang-undang yang sebelumnya melahirkan polemik dan kontroversi di publik.
Di antaranya adalah Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Cipta Kerja, dan Undang-Undang Minerba yang semuanya memicu perdebatan publik. Namun, pengesahan undang-undang tersebut jalan terus dan terbukti berjalan mulus meskipun sempat ramai mendapatkan penolakan publik.
Adanya perbedaan sikap partai dengan aspirasi politik pemilihnya yang dialami sejumlah partai politik ini menjadi gambaran mulai bergesernya konsep dari aspirasi politik itu sendiri. Jika merujuk teori klasik Aristoteles, tentu ada kesenjangan antara kehendak rakyat dan kepentingan partai politik.
Aristoteles menyebutkan, politik itu sebagai usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama sehingga lahirnya partai politik dapat menjadi acuan dalam menentukan langkah yang sejalan dengan harapan rakyat.
Dengan terjadinya perbedaan langkah partai politik dengan aspirasi pemilihnya, hal ini menunjukkan bahwa aspirasi politik partai cenderung lebih banyak tidak mendasarkan pada kehendak politik konstituennya. Langkah-langkah politik partai cenderung lebih banyak didominasi oleh para elite partai. Partai politik juga belum secara kuat memperjuangkan kehendak rakyat.
Pergeseran apresiasi pemilih partai pada kinerja pemerintah, khususnya yang terjadi pada pemilih dari partai-partai yang justru menjadi pendukung pemerintah ini, semestinya menjadi alarm pengingat agar kerja-kerja politik partai kembali pada kepentingan konstituennya.
Tentu, tantangan ini menambah pekerjaan rumah bagi partai politik. Sebab, partai selama ini juga sudah dihadapkan pada lemahnya identitas kepartaian pemilih yang sampai saat ini cenderung rendah dan lemah.
Ke depan, upaya membangun relasi yang kuat antara partai politik dan pemilih semestinya menjadi agenda penting untuk membangun kelembagaan partai yang aspiratif dan akomodatif pada kehendak rakyat.
Upaya membangun relasi yang kuat antara partai politik dan pemilih semestinya menjadi agenda penting.
Tentu, hal yang sama juga membangun konsolidasi, tidak saja bagi partai politik pendukung pemerintah, tetapi juga konsolidasi konstituen dari partai politik pendukung pemerintah tersebut.
Hal ini tidak lepas dari upaya untuk memperkuat partisipasi publik dalam mendukung kerja-kerja pemerintahan yang diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyat. (LITBANG KOMPAS)