Survei Kepemimpinan Nasional Kompas periode Juni 2022 menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah menurun. Penurunan itu ditemukan di beberapa bidang, antara lain bidang ekonomi dan penegakan hukum.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Dihadapkan pada berbagai ancaman dan tantangan persoalan yang semakin pelik dirasakan, kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo beserta jajaran kabinet pemerintahannya menurun.
Indikasi penurunan kepuasan publik tecermin pada hasil Survei Kepemimpinan Nasional Kompas periode Juni 2022. Derajat kepuasan publik yang terekspresikan pada survei kali ini sebenarnya terbilang masih dominan. Setidaknya, tercatat sekitar dua pertiga bagian (67,1 persen) responden menyatakan rasa puas mereka terhadap segenap kinerja pemerintahan. Sebaliknya, hanya sepertiga bagian lainnya yang menyatakan ketidakpuasan mereka.
Persoalannya, kendatipun masih terbilang besar, proporsi kepuasan publik cenderung menurun jika dibandingkan dengan periode survei sebelumnya, Januari 2022. Saat itu, kabinet pemerintahan Jokowi-Amin diapresiasi hampir tiga perempat bagian masyarakat dan sekaligus menjadi puncak capaian kepuasan publik selama ini. Tampaknya, kepemimpinan dan kerja kabinet dalam mengatasi tekanan pandemi kurun dua tahun terakhir menjadi titik tolak keberhasilan terbesar yang saat itu menjadi sandaran penilaian kepuasan dan keyakinan masyarakat pada pemerintah.
Akan tetapi, kini dalam ancaman ataupun tantangan persoalan yang kian kompleks, kerja kabinet pemerintahan Jokowi-Amin dinilai belum sepenuhnya optimal. Penurunan kepuasan publik terjadi pada setiap kinerja bidang persoalan, baik perekonomian, kesejahteraan sosial, politik dan keamanan, maupun penegakan hukum.
Namun, dari berbagai penurunan yang dirasakan, persoalan perekonomian paling menonjol penurunannya. Kini tinggal separuh bagian responden (50,5 persen) yang masih menyatakan rasa puas. Padahal, periode penilaian sebelumnya, tidak kurang dari 64,8 persen mengungkapkan rasa puas.
Dari berbagai bidang persoalan ekonomi yang dikeluhkan, upaya pemerintah dalam mengendalikan harga barang kebutuhan dan jasa terbilang paling banyak dikeluhkan. Fakta kenaikan beragam harga kebutuhan enam bulan terakhir menjadi sasaran terbesar ketidakpuasan masyarakat. Setidaknya, hampir dua pertiga bagian responden menyatakan tidak puas. Tingginya proporsi ketidakpuasan pengendalian harga barang kebutuhan yang terekam menjadi salah satu catatan prestasi terburuk pemerintahan.
Selain kinerja perekonomian, persoalan penegakan hukum juga masih menjadi keprihatinan publik. Problem-problem pemberantasan korupsi, penanganan kasus hukum, serta persoalan jaminan keadilan bagi setiap warga masih cukup tinggi dipersoalkan. Dengan berbagai keluhan yang masih saja diutarakan, praktis sepanjang dua tahun terakhir, problem penegakan hukum ataupun perekonomian cenderung tidak beranjak lebih baik.
Agak berbeda kondisinya dengan kinerja di bidang persoalan lainnya, seperti bidang politik dan keamanan ataupun kesejahteraan sosial. Persoalan-persoalan yang terkait dengan politik dan keamanan, seperti penanganan konflik antar-kelompok ataupun gerakan separatis, memang masih banyak dikeluhkan.
Begitu juga penurunan yang terjadi pada upaya pemerintah menghadirkan jaminan rasa aman, kebebasan berekspresi, dan pengakomodasian ruang gerak perbedaan dalam masyarakat. Hanya saja, kendati menurun, kepuasan terhadap kinerja persoalan politik dan keamanan masih terbilang besar. Saat ini diapresiasi hampir tiga perempat bagian publik.
Sementara dari sisi kesejahteraan sosial, derajat penurunan relatif tidak dalam. Apresiasi terhadap kinerja kabinet di bidang pendidikan, kesehatan, ataupun perlindungan sosial masyarakat masih terbilang tinggi. Bahkan, dari sekitar 20 indikator penilaian kinerja pemerintahan, kepuasan tertinggi diutarakan publik terhadap kinerja pemerintah dalam peningkatan layanan kesehatan masyarakat. Tingginya apresiasi publik pada bidang kesehatan tidak terlepas dari upaya pemerintah sepanjang dua tahun terakhir dalam mengendalikan Covid-19.
Menariknya, pada survei kali ini, tinggi rendahnya apresiasi publik diekspresikan secara berbeda oleh setiap latar belakang kelompok masyarakat. Semakin tinggi status sosial ekonomi responden, misalnya, cenderung semakin rendah penilaian kepuasan yang mereka utarakan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah kondisi sosial ekonomi responden justru cenderung semakin tinggi kepuasan yang diutarakan terhadap kinerja pemerintah.
Perbedaan pola penyikapan yang terbentuk tampaknya tidak hanya terkait dengan derajat kekritisan dalam penilaian. Perbedaan pola penyikapan yang tampak bias kelompok sosial ekonomi masyarakat semacam ini tampak tidak terlepas dari beragam kebijakan pemerintah dalam menghadapi tantangan dan persoalan yang tengah dihadapi.
Dalam menghadapi gejolak peningkatan harga barang kebutuhan, misalnya, berbagai upaya proteksi dan subsidi yang gencar dilakukan pada kelompok ekonomi bawah masyarakat dan kecenderungan melepas campur tangan pemerintah pada risiko yang ditanggung kelompok masyarakat menengah dan atas, turut berkonsekuensi pada perbedaan kepuasan di antara kelompok masyarakat.
Namun pada dimensi lain, perbedaan apresiasi terhadap kinerja pemerintahan juga tampak pada setiap latar belakang politik responden. Hasil survei menunjukkan, bagi para simpatisan yang tergolong sebagai pendukung Jokowi-Amin, tidak kurang dari 82,8 persen menyatakan rasa puas mereka terhadap kinerja pemerintahan. Pada sisi sebaliknya, bagi mereka yang mengaku bukan menjadi pendukung Jokowi-Amin, kepuasan kali ini hanya disampaikan sebesar 47,7 persen responden.
Konsolidasi
Penurunan apresiasi terhadap kinerja pemerintah dengan sendirinya mengikis legitimasi kualitas kepemimpinan Jokowi-Amin yang selama ini tampak tinggi di hadapan publik. Menjadi semakin nyata, tatkala hasil survei mengungkapkan pula penurunan ekspektasi publik terhadap kemampuan kabinet pemerintahan dalam mengatasi persoalan bangsa.
Sebagai gambaran, apabila sebelumnya masih 70,5 persen meyakini pemerintah akan mampu mengatasi persoalan, kini menjadi 63,5 persen. Sejalan dengan penurunan tersebut, jurang perbedaan antara harapan yang selama ini dibangun dan realisasi yang dirasakan publik kembali melebar.
Dihadapkan pada ancaman dan tantangan persoalan bangsa yang kian pelik dirasakan, gambaran penurunan kepuasan dan keyakinan publik semacam ini tidak dapat dipandang remeh. Prestasi kabinet yang selama ini terbangun dan keberlanjutan program-program spektakuler pemerintahan Jokowi-Amin dipertaruhkan. Dalam kepungan ancaman dan tantangan, baik eksternal maupun internal, tampaknya pemerintah tidak lagi cukup bersandar pada modal keberhasilan mengatasi tekanan pandemi yang sempat memasung segenap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Secara eksternal, misalnya, potensi ketidakstabilan ekonomi global yang dipicu oleh konflik bersenjata Rusia-Ukraina menjadi ancaman terbesar dalam pemulihan perekonomian bangsa. Konflik yang belum juga berkesudahan, semakin memengaruhi perekonomian dunia itu, juga berdampak pada ketidakstabilan produksi, distribusi, dan harga berbagai barang kebutuhan negeri ini. Kerja segenap kabinet dalam meredam ketidakstabilan ekonomi menjadi dambaan.
Pada sisi lain, semakin dinamisnya agenda perpolitikan jelang Pemilu 2024 menjadi tantangan paling krusial dihadapi kabinet pemerintahan Jokowi-Amin, yang dibangun beragam kekuatan partai politik. Padahal, kompetisi dan perluasan pengaruh dukungan politik elektoral menjadi orientasi utama kerja partai beserta segenap jajaran tokoh politik.
Uniknya, di tengah dualisme kerja politik semacam itu, kecenderungan pengakomodasian kekuatan politik justru mewarnai kebijakan pemerintah sebagaimana yang tecermin dari perombakan kabinet lalu. Itulah mengapa, di tengah tekanan arus persoalan ekonomi maupun gerak politik yang semakin dinamis ini, kepiawaian pemerintah mengonsolidasikan kinerja kabinetnya dalam menghadapi setiap tuntutan persoalan bangsa dinantikan.