Jutaan Ton Bahan Pangan Terbuang di Indonesia
Terdapat 48 juta ton makanan terbuang setiap tahunnya di Indonesia. Apabila seluruh makanan tersebut tidak dibuang, ada 61 juta orang yang dapat diberi makan layak.

Makanan berlebih dari sebuah acara pesta pernikahan dikumpulkan oleh kru dapur Hotel Ritz-Carlton untuk disumbangkan kepada Food Cycle Indonesia di Jakarta, 9 Maret 2019.
Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih menyisakan banyak sampah makanan, khususnya sayur-sayuran. Dibutuhkan perubahan paradigma pengelolaan makanan, mulai dari tahapan produksi hingga konsumsi, terlebih masih ada permasalahan kurang gizi yang mengancam kualitas hidup masyarakat.
Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan setiap individu memiliki pola yang beragam. Dalam lingkup pola konsumsi, keberagaman jenis dan jumlah pangan menentukan banyaknya energi yang masuk dan jumlah sampah yang dihasilkan.
Sayangnya, pola konsumsi yang terbentuk saat ini menghasilkan banyak sampah makanan atau dikenal dengan food waste. Tak hanya di level individu, proses produksi makanan juga menghasilkan sampah atau buangan makanan yang terhitung banyak atau food loss. Keduanya menggambarkan tingginya kontribusi makanan terhadap sampah secara nasional.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa jenis sampah terbesar secara nasional adalah sisa makanan, sementara sumber sampah hampir 40 persen berasal dari rumah tangga. Di sisi lain, makanan yang terbuang karena proses produksi bisa mencapai hingga 20 persen. Artinya, permasalahan food loss dan food waste perlu mendapat penanganan dengan serius.
Pola produksi bahan pangan dan konsumsi makanan kebanyakan masyarakat Indonesia terbilang cukup boros. Banyak sekali buangan yang dihasilkan dari proses produksi, diikuti banyak orang yang tidak makan secara efisien dengan mengambil makanan melebihi porsi yang wajar bagi tubuhnya.

Para remaja yang tergabung dalam Feeding Hands membagikan paket makanan kepada anak-anak asuh Yayasan Kemah Kasih di kawasan Pademangan, Jakarta Utara, 10 Maret 2019. Paket tersebut berasal dari makanan katering yang tersisa dan masih layak makan.
Hasil penelitian Bappenas yang dipublikasikan pada Juni 2021 menunjukkan bahwa sedikitnya ada 23 juta-48 juta ton makanan yang hilang dan terbuang per tahunnya atau setara 115-184 kilogram per kapita per tahun. Analisis selama hampir 20 tahun terakhir juga memperlihatkan bahwa sampah dari makanan cenderung meningkat setiap tahunnya.
Fase kehilangan makanan paling besar terjadi pada tahap konsumsi, di mana total makanan terbuang dapat mencapai 5 ton-19 juta ton per tahunnya. Apabila dilihat berdasarkan jenis pangan, maka sampah terbanyak berasal dari sektor tanaman tangan yang tidak dikelola dengan efisien, yaitu sayur-sayuran.
Puluhan ton makanan yang terbuang setiap tahunnya tentu berharga sebab apabila seluruh makanan tersebut tidak dibuang, ada 61 juta-125 juta orang yang dapat diberi makan layak. Tak hanya itu, jumlah populasi yang dapat terpenuhi kebutuhan proteinnya bisa mencapai 30-50 persen penduduk Indonesia.
Sampah makanan yang dihasilkan juga memiliki dampak serius terhadap pengelolaan lingkungan dengan besar kerugian finansial yang besar. Bappenas mencatat bahwa kerugian karena food loss dan food waste mencapai Rp 213 triliun-Rp 551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Dari sisi lingkungan, emisi sampah makanan menyumbang 7,29 persen dari total emisi karbon nasional.

Akses makanan
Besarnya sampah yang dihasilkan dari makanan tersebut menjadi ironi berharganya komoditas makanan bagi masyarakat luas. Di sisi lain, masih ada banyak individu dan kelompok yang mengalami kesulitan akses terhadap makanan dan pemenuhan energi harian yang layak.
Hingga Maret 2021, masih ada 27,54 juta warga Indonesia yang terjerat kemiskinan dan hidup di bawah standar kelayakan, termasuk dari aspek pemenuhan makanan bergizi. Timbunan sampah makanan menjadi alarm pengingat terhadap masyarakat luas dan pelaku usaha makanan.
Tidak semua orang memiliki akses terhadap makanan yang terbuka lebar. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan ekonomi dan situasi krisis. Sebagai contoh, Bappenas mencatat penurunan permintaan pangan di Indonesia selama pandemi Covid-19 sebesar 0,71 persen pada kuartal II tahun 2020.
Dampak lain permasalahan akses makanan yang muncul adalah banyaknya anak tumbuh dalam kondisi stunting atau kerdil. Berdasarkan definisinya, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang pada periode janin hingga anak berusia 23 bulan.

Sadar tidak sadar, kita terkadang menyantap makanan di luar batas kapasitas perut kita sehingga kita banyak membuang makanan yang tersisa atau berlebih. Dua karyawati seusai menyantap makan siang di sebuah warung makan di kawasan Jakarta, 12 Februari 2014.
Hingga tahun 2019, angka stunting anak Indonesia masih sebesar 27,7 persen. Salah satu dimensi penentu tengkes tidak lepas dari makanan, yaitu prevalensi penduduk yang mengalami kerawanan pangan dan ketidakcukupan konsumsi pangan.
Berdasarkan laporan dari The Hunger Index, saat ini Indonesia menempati peringkat ke-73 dari 116 negara dengan tingkat kelaparan penduduk sedang. Kondisi sekarang terbilang cukup baik sebab selama dua dekade terakhir, tingkat kelaparan penduduk masuk kategori serius.
Perhitungan Indeks Kelaparan sebuah negara disusun dari tiga elemen utama, yaitu ketimpangan ketersediaan pangan, tingkat kematian anak, dan kondisi gizi buruk anak. Oleh sebab itu, hasil indeks dapat menjadi referensi lanskap kelaparan secara nasional.
Penurunan permintaan pangan, kasus stunting, hingga tingkat kelaparan penduduk adalah permasalahan yang perlu diselesaikan oleh Indonesia untuk menjamin kebutuhan hidup masyarakat. Kondisi tersebut juga menunjukkan adanya ketimpangan pangan, di mana jutaan ton makanan dibuang setiap tahunnya, sementara sebagian penduduk Indonesia mengalami kesulitan akses makanan.

Pengelolaan pangan
Sampah makanan yang dihasilkan dari proses produksi hingga konsumsi oleh masyarakat adalah persoalan yang perlu diselesaikan. Ada tahapan yang cukup panjang dalam proses pengelolaan makanan, sehingga banyak pula yang terbuang dan menjadi sampah.
Apabila dilihat dari inti permasalahannya, yaitu food loss dan food waste, maka ada lima tahapan yang perlu diperhatikan dan disusun strategi pelaksanaannya agar tidak banyak makanan terbuang. Tahapan tersebut adalah produksi, penanganan dan penyimpanan, pengolahan dan pengemasan, distribusi dan penjualan, serta konsumsi.
Baca juga: Sisa Makanan Mendominasi Sampah Jakarta
Saat proses produksi, strategi yang dapat dilakukan adalah menerapkan praktik budidaya yang baik, meningkatkan teknologi budidaya, melakukan penyuluhan pertanian, dan memperbaiki akses pasar untuk produk yang dihasilkan. Sementara tahap penanganan dan penyimpanan menekankan pada perbaikan infrastruktur dan teknologi pascapanen.
Tahapan pengolahan dan pengemasan makin membutuhkan pembaruan teknologi. Adapun tahap distribusi dan pemasaran perlu melakukan perbaikan terhadap manajemen dan infrastruktur rantai pasokan pangan, serta membuka fasilitas penyaluran produk yang tidak terjual.

Tahapan terakhir adalah konsumsi oleh masyarakat luas. Tiga strategi utamanya adalah melakukan edukasi pola konsumsi individu, melakukan inovasi pengolahan makanan yang tidak terjual level domestik, dan mengatur porsi konsumsi pangan.
Salah satu contoh permasalahan food loss dan food waste terjadi di sektor padi-padian. Saat proses panen dan perontokan bulir padi, kehilangan pangan sudah mencapai 11,66 persen dari total panen. Tahap selanjutnya, yaitu pengeringan, pengumpulan, dan penyimpanan, menyumbang kehilangan pangan sebesar 9,26 persen.
Tak berhenti, buangan sampah dari padi yang telah diolah menjadi beras dan nasi terbilang besar. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian mencatat sedikitnya setiap orang membuang 2,7 kilogram beras setiap tahunnya. Komoditas lain yang terbuang dengan jumlah besar di level individu dan rumah tangga adalah sayuran (7,3 kg/orang/tahun) dan buah-buahan (5 kg/orang/tahun).
Baca juga: Indonesia Membuang Makanan
Proses produksi pangan dan pola konsumsi masyarakat Indonesia perlu dilakukan perubahan yang jauh lebih efektif sehingga dapat menekan jumlah pangan yang hilang dan terbuang menjadi sampah. Kehilangan pangan dapat dikategorikan sebagai permasalahan serius mengingat besarnya dampak dan kerugian yang muncul.
Membuang makanan juga tak elok dilakukan mengingat masih banyak orang yang mengalami kesulitan mendapatkan makanan yang layak. Pemerintah Indonesia perlu melakukan perbaikan dalam pengelolaan pangan nasional, dimulai dari proses produksi yang minim kebocoran, hingga edukasi ke masyarakat tentang pola konsumsi sehat dan sesuai porsi tubuh. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pengelolaan Sampah Makanan Mulai Diajarkan di Bangku Sekolah