Produksi sampah di Jakarta selama Ramadan 2019 meningkat dibanding 2018. Sisa makanan mendominasi sampah yang masuk ke TPA Bantargembang, Bekasi.
JAKARTA, KOMPAS – Dari awal hingga hari ke-24 Ramadan, volume sampah di Jakarta sebanyak 195.198 ton. Volume sampah itu meningkat 12.756 ton atau 6,53 persen dibandingkan periode sama 2018 menjadi 195.198 ton. Dari jumlah tersebut, sampah sisa makanan mendominasi.
Kelapa Unit Pengelolaan Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto kepada Kompas di Jakarta, Jumat (31/5/2019), mengatakan, jumlah tonase sampah yang masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargembang, Bekasi, dari awal sampai hari ke-24 Ramadan sebanyak 195.198 ton.
Dari volume itu, rata-rata sampah dari Jakarta yang masuk ke TPA Bantargebang sebanyak 8.133 ton per hari. Dari jumlah itu, hampir sebanyak 60 persennya adalah sampah organic yang didominasi sampah sisa makanan.
"Jumlah sampah yang masuk ke Bantargembang dari awal hingga hari ke-24 Ramadan 2019 meningkat dibandingkan periode sama 2018, yaitu sebanyak 182.422 ton dengan rata-rata per hari sebanyak 7.932 ton," kata dia.
Rata-rata sampah dari Jakarta yang masuk ke TPA Bantargebang sebanyak 8.133 ton per hari. Dari jumlah itu, hampir sebanyak 60 persennya adalah sampah organic yang didominasi sampah sisa makanan.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Barat Edy Mulyanto mengemukakan, momen Ramadan membuat jumlah sampah yang dihasilkan warga Jakarta Barat meningkat. Hal ini karena banyak makanan yang terbuang sia-sia selama berbuka puasa.
Dari data sebelum bulan puasa hingga minggu pertama Ramadan. Jumlah tonase sampah satu minggu sebelum Ramadan rata-rata sebanyak 1,4 ton per hari. Satu minggu setelah puasa, volume sampah itu meningkat menjadi rata-rata 1,7 ton per hari.
"Volume sampah itu akan menurun pada minggu terakhir Ramadan karena sebagian besar warga di Jakarta mudik ke kampung halaman,” kata Edy.
Peningkatan volume sampah juga terjadi di Jakarta Pusat. Kepala Suku Dinas LH Jakarta Pusat Marsigit mengemukakan, volume sampah selama Ramadan berjumlah 4.550 meter kubik. “Sampah didominasi sampah organik dan sisa makanan saat buka puasa dan sahur,” lanjutnya.
April lalu, Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengatakan, ketersediaan merupakan salah satu unsur ketahanan pangan. Ketersediaan tidak hanya dipengaruhi faktor produktivitas, tetapi juga pengurangan pemborosan makanan, baik karena kehilangan makanan maupun sampah makanan.
”Permasalahan ketahanan pangan tidak bisa diatasi dengan peningkatan produktivitas saja, tetapi juga dengan menekan potensi kehilangan makanan food loss dan sampah makanan food waste,” kata Arif dalam diskusi ”Overview of Food Security and Nutrition in Indonesia: Accelerating Progress Towards the SDGs”.
Menurut Arif, dunia kehilangan sepertiga atau 1,3 miliar ton makanan setiap tahun akibat kehilangan makanan dan sampah makanan. Sebanyak 10 persen kerugian itu terjadi selama proses produksi; 7 persen penanganan, penyimpanan, dan distribusi pascapanen; 1 persen pengolahan; 6 persen sistem pasar; dan 9 persen konsumsi.
”Indonesia merupakan negara nomor dua dalam produksi sampah makanan setelah Saudi Arabia dan di atas Amerika Serikat. Setiap tahun rata-rata satu orang Indonesia membuang 300 kilogram makanan,” katanya (Kompas.id, 2 April 2019).