Kesejahteraan Sosial Masih Jadi Pekerjaan Rumah
Bidang kesejahteraan sosial masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Jokowi-Amin. Kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan menjadi beban yang harus dihadapi dan diselesaikan. Mampukah pemerintah?
Pandemi Covid-19 dalam kurun waktu enam bulan terakhir, dengan lonjakan kasus yang sangat tinggi mulai Juni hingga September, menjadi tantangan berat pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini terutama terkait tugas pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan mengentaskan rakyat miskin. Setidaknya penilaian ini tampak dari hasil survei Litbang Kompas yang merekam penurunan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial.
Periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendapat tantangan besar dengan terjadinya pandemi Covid-19. Lebih dari empat perlima waktu dalam dua tahun pertama kepemimpinannya dilalui di tengah kondisi pandemi, yang membuat berat berjalannya roda beberapa sektor, antara lain bidang kesejahteraan sosial.
Kondisi tersebut tentu saja memengaruhi kinerja pemerintahan. Hal ini tergambar dalam hasil Survei Nasional Kompas, 26 September-9 Oktober 2021, di 34 provinsi yang memotret kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah.
Secara umum, dibandingkan survei yang sama enam bulan sebelumnya, kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengalami sedikit penurunan sebesar 2,7 persen, dari 69,1 persen menjadi 66,4 persen.
Penurunan kepuasan ini dipengaruhi oleh penurunan tingkat kepuasan pada bidang politik dan keamanan, penegakan hukum, serta kesejahteraan sosial. Salah satu indikator pengukuran kepuasan publik yang mengalami peningkatan hanya bidang ekonomi.
Di antara tiga bidang yang mengalami penurunan dalam survei yang dilakukan secara periodik ini, penurunan kepuasan di bidang kesejahteraan sosial paling rendah, yaitu sebesar 2,7 persen, dibandingkan bidang penegakan hukum (5 persen) ataupun politik dan keamanan (6,2 persen).
Selama pandemi, kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial ini sebelumnya menunjukkan tren positif mulai dari Agustus 2020 hingga April 2021.
Kepuasan publik tertinggi ditunjukkan pada hasil survei April 2021 sebesar 71,3 persen sebelum melemah pada Oktober 2021 (68,6 persen). Meski demikian, kepuasaan publik pada kinerja bidang kesejahteraan sosial pada Oktober 2021 ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil survei pada April 2015, awal periode pertama kepemimpinan Joko Widodo, yaitu sebesar 61,1 persen.
Baca juga : Faktor Penyokong Apresiasi Kinerja Pemerintah
Tugas berat sektor pendidikan
Penilaian kepuasan kinerja di bidang kesejahteraan sosial ini meliputi lima sub-indikator, yaitu bagaimana pemerintah meningkatkan pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan, mengatasi kemiskinan, membangun budaya gotong royong, serta memberikan bantuan langsung untuk kesejahteraan masyarakat.
Dari kelima aspek tersebut, hasil survei menunjukkan, penurunan kepuasan paling tajam terjadi pada kinerja pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Sektor ini menurun sebesar 5,6 persen dibandingkan survei April lalu. Namun, persentase responden yang menyatakan puas (63,7 persen) ini masih lebih tinggi dibandingkan Agustus 2020 pada tahun pertama terjadinya pandemi (60,3 persen).
Tak dapat dimungkiri, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung lama, sudah lebih dari satu setengah tahun, dinilai tidak efektif dan berdampak pada penurunan capaian pembelajaran hingga berpotensi terjadinya learning loss.
Meski upaya untuk melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sudah mulai dijalankan serta vaksinasi untuk guru dan remaja usia sekolah (12-17 tahun) dipercepat, penurunan kualitas pendidikan tidak dapat dihindari.
Berdasarkan hasil survei Inovasi dan Puslitjak Kemendikbudristek, terjadi penurunan 0,44-0,47 standar deviasi (senilai 5-6 bulan pembelajaran) per tahun.
Riset Bank Dunia juga memprediksi skor kemampuan membaca siswa Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) berpotensi menurun hingga 20 poin dari penilaian tahun 2018 akibat dari pembelajaran jarak jauh ini.
Proyeksi penurunan poin tersebut untuk skenario pesimistik, yaitu jika pandemi berlangsung selama delapan bulan. Faktanya, kini pembelajaran jarak jauh sudah lebih dari satu tahun, skor PISA mungkin bisa lebih melorot lagi.
Ancaman bidang pendidikan lain yang merupakan dampak pandemi adalah peningkatan angka putus sekolah. Menurut Kemendikbudristek, tingkat putus sekolah sebesar 1,12 persen dengan perbedaan antara wilayah barat dan timur yang signifikan. Angka ini 10 kali lipat dari angka putus sekolah di jenjang SD tahun 2019 dan didominasi keluarga tidak mampu secara ekonomi.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi learning loss lebih dalam lagi, pemerintah mengefektifkan kembali PTM dengan protokol kesehatan ketat dan mengupayakan percepatan vaksinasi untuk remaja, bahkan terus mengupayakan agar anak-anak usia di bawah 12 tahun juga segera bisa mendapatkan vaksinasi Covid-19.
Meski masih menghadapi sejumlah kendala, seperti distribusi dan pemerataan, sampai dengan 22 Oktober 2021, data Kementerian Kesehatan mencatat, vaksinasi dosis penuh bagi pendidik dan tenaga pendidikan sudah mencapai 39,6 persen, sedangkan vaksinasi remaja mencapai 11,2 persen.
Upaya mempercepat pemberian vaksinasi secara lebih masif tersebut juga turut berkontribusi pada penilaian kepuasan pada aspek pelayanan kesehatan masyarakat.
Meski mengalami penurunan, apresiasi yang tinggi diberikan pada upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tingkat kepuasan publik pada sub-indikator ini masih di atas 70 persen, yaitu 72,5 persen.
Upaya keras pemerintah memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat ketika kasus Covid-19 sedang melonjak tajam pada Juni hingga September serta peningkatan pelayanan kesehatan reguler lain di tengah situasi pandemi turut memengaruhi kepuasan publik pada aspek ini.
Baca juga : Optimisme Ekonomi Bangkit
Bantuan sosial dan kemiskinan
Satu lagi tugas berat pemerintah di bidang kesejahteraan sosial adalah dalam hal mengatasi kemiskinan. Dari beberapa kali survei periodik yang dilakukan Kompas, apresiasi atau kepuasan yang ditunjukkan publik pada sub-indikator ini terpantau selalu paling rendah dibandingkan sub-indikator lain.
Angkanya hampir selalu di bawah 50 persen, kecuali survei April 2021 yang sempat menyentuh angka 50,7 persen. Bahkan, kepuasan publik turun kembali sebesar 3,1 persen pada survei terbaru menjadi 47,6 persen.
Artinya, selama dua tahun kepemimpinan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, masyarakat cenderung belum puas dengan kerja-kerja pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Terlebih terpaan pandemi Covid-19 membuat upaya pengentasan rakyat miskin yang sudah membaik dengan tren terus menurun dari periode pertama kepemimpinan Joko Widodo tahun 2015 hingga persentasenya menyentuh angka satu digit kini kembali meningkat.
Data Badan Pusat Statistik mencatat, pada September 2019, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,22 persen dan pada September 2020 menjadi 10,19 persen.
Tak dapat dimungkiri, akibat pandemi, perekonomian sebagian besar masyarakat menjadi terpuruk karena berbagai kebijakan pembatasan aktivitas. Namun, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam melaksanakan tugas perlindungan sosial agar kesejahteraan masyarakat tetap terpenuhi, antara lain dengan memberikan bantuan sosial (bansos).
Beragam bansos yang dikelola Kementerian Sosial terdiri atas dua jenis. Pertama, bansos reguler yang dirancang untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam percepatan penanganan kemiskinan. Kedua, bansos khusus untuk membantu masyarakat di tengah pandemi. Baik bansos reguler maupun bansos khusus ini sudah terealisasi.
Pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 203,9 triliun untuk program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bansos tunai, BLT dana desa, Kartu Prakerja, diskon listrik, dan program bantuan logistik/pangan lain.
Bahkan, ketika wabah Covid-19 gelombang kedua terjadi pada pertengahan 2021, pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 55,21 triliun untuk warga terdampak kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dengan demikian, ada beberapa program bantuan yang diperpanjang hingga Desember 2021.
Berbagai program perlindungan sosial tersebut ditujukan kepada kelompok masyarakat paling terdampak pandemi, yaitu kelompok masyarakat miskin dan rentan. Tujuannya, agar daya beli masyarakat tetap tumbuh.
Selaras dengan hal tersebut, hasil survei juga menggambarkan bahwa tingkat kepuasan yang tinggi di bidang kesejahteraan sosial ini mayoritas dinyatakan oleh masyarakat dari kelompok ekonomi bawah dan menengah bawah sebesar total 80 persen.
Namun, berbagai kendala dalam proses penyaluran bantuan, seperti terjadinya keterlambatan atau kurang tepat sasaran dalam pendataan, bisa menjadi faktor penurunan persepsi masyarakat dalam menilai kepuasan terhadap aspek pemberian bantuan sosial ini. Karena itu, pemerintah membutuhkan bantuan masyarakat untuk bersama-sama dan bergotong royong menghadapi pandemi.
Baca juga : Dinamika Perubahan Kebijakan Pengaruhi Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
Budaya gotong royong
Satu-satunya aspek yang mengalami peningkatan dibandingkan survei sebelumnya adalah membangun budaya gotong royong. Dari kelima aspek lain, publik memberikan apresiasi tertinggi pada kinerja pemerintah dalam membangun budaya gotong royong sebesar 78,2 persen.
Budaya gotong royong merupakan kekuatan besar masyarakat Indonesia yang majemuk, yang sejak dulu dikenal sebagai sarana untuk bekerja sama dan tolong-menolong antar-anggota masyarakat dalam menyelesaikan kepentingan bersama. Dalam masa pandemi, budaya gotong royong yang didasarkan pada rasa solidaritas sosial ini semakin terlihat.
Gotong royong warga lingkungan rukun tetangga, salah satunya, mewujud dalam upaya membantu logistik warga yang menjalani isolasi mandiri akibat terpapar Covid-19 atau terdampak secara ekonomi akibat pandemi. Selain itu, kerja sama dalam mendukung anak-anak yang kesulitan belajar daring. Hal itu merupakan contoh nyata yang dilakukan masyarakat untuk bersama-sama menghadapi pandemi.
Bahkan, Charities Aid Foundation kembali menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia pada tahun 2021 dalam laporan Indeks Kedermawanan Dunia atau World Giving Index (WGI).
Dalam WGI tahun ini, skor Indonesia mencapai 69 persen, naik signifikan dari skor 59 persen pada WGI tahun terakhir, yaitu 2018. Saat itu, Indonesia juga menjadi negara paling dermawan di dunia. Rajin berdonasi dan meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan kesukarelawanan menyumbang skor tertinggi pencapaian indeks ini.
Pemerintah masih mempunyai pekerjaan rumah terkait persoalan kesejahteraan sosial yang harus segera diperbaiki dan dituntaskan melalui program dan kinerja yang lebih baik.
Hal ini bisa jadi menjadi alasan publik memberikan apresiasi yang tinggi pada kinerja pemerintah dalam membangun budaya gotong royong. Beragam bentuk kepedulian sosial yang hadir di masyarakat sejalan dengan imbauan Presiden Joko Widodo agar masyarakat Indonesia terus menggaungkan semangat kegotongroyongan di tengah pandemi Covid-19.
Berbagai penilaian plus dan minus kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial tersebut memberikan gambaran dan catatan bahwa pemerintah masih mempunyai pekerjaan rumah terkait persoalan kesejahteraan sosial yang harus segera diperbaiki dan dituntaskan melalui program dan kinerja yang lebih baik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Dinamika Apresiasi di Tengah Gelombang Pandemi