Optimisme Ekonomi Bangkit
Kepuasan publik pada kinerja pemerintah di bidang ekonomi relatif membaik, tetapi pandemi masih menjadi tantangan. Mampukah pemerintah kembali membangkitkan perekonomian seperti sebelum pandemi?
Kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di bidang ekonomi pada masa dua tahun periode kedua ini mendapat penilaian kepuasan yang meningkat dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya.
Peningkatan ini terjadi saat kepuasan di bidang lain, yaitu politik dan keamanan, penegakan hukum, serta kesejahteraan sosial, justru menurun. Kepuasan ekonomi di periode ini pun merupakan yang tertinggi sejak Presiden Joko Widodo menjabat.
Kepuasan publik terhadap kinerja ekonomi yang terekam dalam survei opini Kompas, Oktober 2021, ini sekaligus menunjukkan pemulihan ekonomi di masa pandemi sudah pada jalurnya.
Dalam survei yang dilakukan secara periodik, kali ini kepuasan publik di bidang ekonomi mencapai 58,7 persen, sedikit naik dibandingkan dengan periode enam bulan sebelumnya yang di angka 57,8 persen.
Sementara itu, kepuasan terhadap tiga bidang lainnya kali ini menurun. Kepuasan terhadap kinerja bidang politik dan keamanan turun dari 77,0 persen menjadi 70,8 persen.
Kepuasan di bidang penegakan hukum turun dari 65,6 persen menjadi 60,6 persen. Sedangkan kepuasan terhadap kinerja bidang kesejahteraan sosial juga turun dari 71,3 persen menjadi 68,6 persen. Meski kepuasan di bidang ekonomi naik, angkanya tetap lebih rendah dibandingkan dengan tiga bidang lainnya.
Membaiknya kepuasan terhadap kinerja bidang ekonomi ini tidak lepas dari meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021. Perekonomian Indonesia berhasil tumbuh 7,07 persen secara tahunan (year on year). Angka pertumbuhan yang tinggi ini didapat dari membandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu yang angkanya minus 5,32 persen.
Dengan dicapainya angka 7 persen ini, Indonesia berhasil keluar dari situasi krisis. Indonesia selama empat triwulan sebelumnya secara berturut-turut mengalami penurunan pertumbuhan.
Setelah turun drastis pada triwulan II-2020, pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2020 tercatat minus 3,49 persen. Selanjutnya, di triwulan IV-2020 tercatat minus 2,19 persen dan di triwulan I-2021 terkoreksi menjadi minus 0,71 persen.
Baca juga: Dinamika Perubahan Kebijakan Pengaruhi Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
Sumber pertumbuhan
Kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021 bersumber dari sektor industri pengolahan yang menyumbang peran cukup tinggi membentuk produk domestik bruto (PDB), yaitu 1,35 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, kenaikan pertumbuhan dipicu konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,93 persen.
Hal itu, antara lain, disebabkan pertumbuhan yang tinggi di sektor penjualan eceran, yaitu 11,62 persen, terutama di kelompok penjualan makanan, minuman, dan tembakau; sandang; suku cadang dan aksesori; bahan bakar kendaraan; serta barang lainnya.
Sementara itu, penjualan dari pabrikan ke dealer (wholesale) mobil penumpang dan sepeda motor tumbuh lebih besar lagi, yaitu masing-masing 904,32 persen dan 268,64 persen.
Adapun konsumsi pemerintah tumbuh 8,06 persen yang dipengaruhi oleh pengeluaran untuk berbagai program penanganan pandemi Covid-19. Di antaranya untuk pelaksanaan vaksinasi, pengadaan alat uji medis, serta kegiatan testing dan tracing.
Meski demikian, meningkatnya pertumbuhan di triwulan kedua tahun ini dibayangi kekhawatiran akan kembali terjadinya kontraksi pada triwulan berikutnya.
Hal itu karena sejak awal Juli 2021 pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Jawa-Bali diikuti dengan wilayah lainnya di luar Jawa-Bali.
Pembatasan melalui kebijakan PPKM darurat yang selanjutnya diganti dengan PPKM level 1-4 ini berdampak pada menurunnya mobilitas masyarakat sehingga menurunkan pula tingkat konsumsi. Perekonomian kembali terkontraksi.
Pelaksanaan survei Kompas pada Oktober ini berlangsung di tengah situasi sudah dilakukannya pelonggaran PPKM. Hal ini karena penanganan Covid-19 sudah lebih terkendali dan jumlah kasus yang terkonfirmasi positif harian sudah jauh menurun. Pelonggaran PPKM ini memberikan optimisme bagi ekonomi untuk bergerak dan bangkit kembali.
Sejumlah tujuan destinasi wisata sudah dibuka kembali. Bahkan, Bali mulai menerima kunjungan wisatawan mancanegara dengan membuka rute penerbangan internasional sejak 14 Oktober 2021. Hal ini pula yang tentunya mendasari penilaian kepuasan publik.
Baca juga: Siapa Capres Pilihan Publik Saat Ini?
Pengangguran masih persoalan
Kepuasan publik terhadap kinerja bidang ekonomi yang disampaikan oleh 58,7 persen responden ini merupakan persentase tertinggi yang disematkan untuk pemerintahan Jokowi-Amin sepanjang pemerintahannya sejak dilantik 2014.
Kepuasan tertinggi yang dicapai di tengah situasi ujian menghadapi pandemi menyeimbangkan antara tuntutan kesehatan masyarakat dan menjaga denyut perekonomian.
Salah satu kinerja ekonomi yang diapresiasi publik dengan cukup baik berkaitan dengan upaya pemerataan pembangunan antarwilayah untuk mengatasi kesenjangan, terutama di wilayah perdesaan, kawasan timur, dan perbatasan. Apresiasi yang diungkapkan 66,2 persen responden ini agaknya masih terkait dengan pembangunan infrastruktur di luar Jawa hingga ke wilayah Papua.
Papua, misalnya, pada Oktober ini bahkan berhasil menggelar kegiatan Pekan Olahraga Nasional yang didukung oleh pembangunan sejumlah prasarana dan fasiltas olahraga di empat kabupaten/kota, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Merauke, dan Mimika.
Selain itu juga masih hangat soal rencana pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan yang diharapkan dapat mendorong pembangunan di kawasan timur.
Apresiasi yang cukup tinggi juga terkait dengan upaya memberdayakan petani dan nelayan (56,3 persen) serta mengendalikan harga barang dan jasa (55,8 persen).
Namun, pemerintah masih memiliki tugas yang berat dalam hal menyediakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran. Kinerja terkait hal ini mendapat penilaian kepuasan terendah dari publik, yaitu 43,5 persen.
Kepuasan rendah di bidang ketenagakerjaan ini cukup beralasan. Pandemi memukul perekonomian yang berakibat kegiatan produksi terganggu. Terjadi pengurangan tenaga kerja dan tidak sedikit perusahaan yang harus tutup.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada rilis Mei 2021 menyebutkan, terdapat 19,1 juta orang atau 9,3 persen penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19. Angka ini sudah menurun dibandingkan dengan kondisi per November 2020, di mana BPS melaporkan terdapat 29,12 juta orang yang terdampak Covid-19.
Rincian angka berdasarkan rilis terbaru BPS tersebut adalah 1,62 juta penganggur karena Covid-19. Sebanyak 0,65 juta orang bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19.
Kategori sementara tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,11 juta orang dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 sebanyak 15,72 juta orang.
Situasi pandemi di Indonesia pada Oktober ini sudah lebih terkendali. Pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama berhasil keluar dari penderitaan panjang akibat terjangan Covid-19 varian Delta. Namun, potensi terjadinya gelombang ketiga masih mengintai.
Tren kepuasan publik terhadap kinerja ekonomi pemerintah harus terus dipertahankan dengan membuktikan Indonesia terhindar dari gelombang ketiga. Dengan demikian, perekonomian semakin bangkit dan kesejahteraan masyarakat bisa membaik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Alarm Rakyat untuk Pemerintahan Jokowi-Amin