Dinamika Perubahan Kebijakan Pengaruhi Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
Soal persepsi publik, pemerintah dinilai mesti menyadari bahwa setiap kebijakan yang diambil akan dicermati publik. Pemberitaan di media massa ataupun media sosial akan menjadi masukan bagi publik.
Oleh
Rini Kustiasih
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinamika perubahan kebijakan yang dijalankan pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan akan sangat berdampak pada respons publik serta kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang tersebut. Oleh karena itu, kepercayaan publik yang fluktuatif mesti disikapi dengan kerja-kerja pemerintah yang tepat sasaran dan dapat berdampak langsung bagi kepentingan rakyat.
Sebagaimana terpotret dari hasil riset Litbang Kompas, Oktober 2021, kepercayaan publik terhadap kinerja politik dan keamanan turun dari 77 persen (April 2021) menjadi 69,9 persen (Oktober 2021). Di bidang hukum juga terjadi penurunan, yakni 65,6 persen (April 2021) menjadi 59,4 persen (Oktober 2021).
Manajer Departemen Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan, hasil survei Kompas tersebut menggambarkan dinamika respons publik terhadap kinerja pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan (polhukam). Upaya untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik terhadap kinerja polhukam itu masih dimungkinkan sepanjang ada dinamika kebijakan politik yang berubah.
”Untuk memperbaiki kinerja bidang polhukam, dibutuhkan dirigen dari pemimpin yang tegas. Dalam beberapa hal ada kebijakan yang patut diapresiasi dari pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin,” kata Wawan, Senin (18/10/2021), di Jakarta.
Soal persepsi publik, menurut Wawan, pemerintah mesti menyadari bahwa setiap kebijakan yang mereka ambil dicermati publik. Pemberitaan di media massa ataupun media sosial akan menjadi masukan bagi publik dalam membentuk persepsi mereka terhadap kinerja pemerintah.
”Terkait polhukam, misalnya, ada wacana untuk menempatkan TNI/Polri sebagai pelaksana tugas kepala daerah menjelang Pemilu 2024. Isu-isu ini memicu persepsi pemerintah ingin mengembalikan pelibatan TNI/Polri dalam ranah sipil,” katanya.
Di bidang hukum, munculnya tanda pagar (tagar) #percumalaporpolisi setelah peristiwa pemerkosaan terhadap tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, memicu polemik di masyarakat. Selain itu, ada pula kasus alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tes wawasan kebangsaan (TWK), yang juga membuat persepsi publik tentang adanya pelemahan KPK.
Persoalan di bidang polhukam ini, lanjut Wawan, sebenarnya menjadi domain Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Beberapa kebijakan bidang hukum juga telah diambil, misalnya dengan adanya pengejaran aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
”Tetapi, isu itu, kan, tidak terdengar oleh publik, sekalipun pengejaran aset BLBI itu terus dilakukan oleh pemerintah. Mestinya ini disuarakan kembali, termasuk upaya reformasi pemerintah di kejaksaan dan kepolisian. Ini juga tidak cukup heboh,” kata Wawan.
Kemenko Polhukam dan jajarannya, lanjut Wawan, semestinya dapat menyosialisasikan lebih luas kepada publik tentang pengejaran aset BLBI dan upaya-upaya pemerintah lain di bidang polhukam.
Namun, saat dihubungi secara terpisah mengenai hasil survei Kompas, Menko Polhukam Mahfud MD tidak merespons Kompas.
Sebelumnya, menanggapi hasil survei Kompas, Deputi V Kantor Staf Presiden Bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan HAM Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah sangat berkepentingan atas dukungan publik yang kuat. Dukungan publik itu merupakan fondasi penting atas kebijakan-kebijakan berikutnya yang diambil pemerintah.
”Pemerintah tetap berkomitmen membangun demokrasi, menciptakan rasa adil di masyarakat, dan memperkuat stabilitas politik. Tidak ada kompromi atas hal itu,” ucapnya.
Untuk menaikkan kembali kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang polhukam, Jaleswari mengatakan, pemerintah akan berupaya terus mengomunikasikan kepada publik atas capaian positif pemerintah. Perbaikan pada aspek-aspek substantif kebijakan pemerintah juga akan terus dilakukan.
”Hasil survei ini dan lainnya menjadi catatan penting. Kami memantau berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat,” katanya.
Mengenai kepuasan publik atas kinerja pemerintah yang naik turun, menurut Jaleswari, merupakan hal biasa. Pemerintah akan menjadikan hasil ini sebagai koreksi publik yang berguna dan sangat diperhatikan.
Penanganan polhukam di masa pandemi, menurut Jaleswari, juga bukan yang mudah. Namun, sejauh ini pemerintah bersama-sama pemangku kepentingan yang ada (stakeholders) dinilai berhasil mengendalikan situasi untuk menjaga koridor negara demokrasi.
”Kalau di sana-sini terdapat kekurangan, itu hal wajar yang justru menjadi cambuk bagi pemerintah untuk memperbaikinya,” ungkap Jaleswari.
Banyak pejabat publik yang melapor ke polisi ketika menghadapi kritikan. Ini, kan, tidak pada tempatnya.
Disampaikan Wawan, ia juga berharap ada perubahan kebijakan pemerintah terkait dengan penanganan kritik. Belakangan ada kecenderungan pejabat pemerintah melapor ke polisi terkait dengan adanya perbedaan data mengenai sesuatu hal. Kekerasan verbal ataupun nonverbal juga naik, dan itu dikhawatirkan membungkam suara publik.
”Menyempitnya ruang kebebasan masyarakat sipil (shrinking of public space) itu nyata adanya. Banyak pejabat publik yang melapor ke polisi ketika menghadapi kritikan. Ini, kan, tidak pada tempatnya,” katanya.
Dua isu
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, isu amendemen konstitusi dan TWK KPK menjadi dua isu utama di bidang polhukam yang mencuat dalam enam bulan terakhir. Meskipun situasi pandemi belum selesai, kedua isu ini tetap menjadi perhatian publik. Oleh karena itu, dinamika kebijakan pemerintah terhadap dua isu ini akan memengaruhi persepsi publik di bidang polhukam.
”Ketika media sosial membicarakan TWK KPK dan amendemen konstitusi, publik sadar mengenai hal itu, dan muncul pro dan kontra. Pemerintah pun mestinya ketika membuat suatu kebijakan atas suatu isu tertentu juga seharusnya memikirkan dampak yang bisa diperhitungkan, termasuk risiko dari kepercayaan publik,” katanya.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa, mengatakan, naik turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah itu suatu hal yang wajar. Namun, sebagai partai pendukung pemerintah, hasil survei Kompas itu akan dijadikan semangat untuk mendorong perbaikan bagi kinerja pemerintah di bidang polhukam.
Secara terpisah, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa, mengatakan, naik turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah itu suatu hal yang wajar. Namun, sebagai partai pendukung pemerintah, hasil survei Kompas itu akan dijadikan semangat untuk mendorong perbaikan bagi kinerja pemerintah di bidang polhukam.
Kendati demikian, Supriansa menggarisbawahi sikap pemerintah yang tidak mau mengintervensi penegakan hukum sebagai suatu kebijakan yang sangat menjunjung tinggi hukum di Tanah Air. ”Kalau saya melihat, justru kinerja polhukam itu baik karena pemerintah selama ini tidak pernah intervensi dalam penegakan hukum. Pak Jokowi sama sekali tidak pernah mengintervensi penegakan hukum, dan itu suatu nilai positif yang mesti juga diapresiasi,” ucapnya.