Kepercayaan Publik Turun, Perbaikan Kebijakan dan Komunikasi Akan Diperkuat
Survei Litbang ”Kompas”, Oktober 2021, menunjukkan penurunan kepercayaan publik pada kinerja politik, hukum, dan keamanan. Pemerintah akan terus memperbaiki substansi aspek-aspek kebijakan serta meningkatkan komunikasi.
JAKARTA, KOMPAS — Hasil survei Litbang Kompas, Oktober 2021, menunjukkan adanya penurunan kepercayaan publik terhadap kinerja politik, hukum, dan keamanan pemerintah. Pada kinerja politik dan keamanan, kepercayaan publik turun dari 77 persen (April 2021) menjadi 69,9 persen (Oktober 2021).
Sekalipun capaian itu masih lebih tinggi ketimbang kepercayaan publik pada kinerja polkam pemerintah pada Januari 2021 (67,2 persen), penurunan kepercayaan publik kali ini menjadi alarm atau peringatan penting bagi pemerintah agar memperbaiki kepercayaan publik terhadap kinerja polkam.
Kepuasaan publik terhadap kinerja penegakan hukum juga turun, bahkan terendah sepanjang Agustus 2020-Oktober 2021. Pada Agustus 2020, kepuasan publik pada kinerja penegakan hukum masih 62,5 persen dan naik pada Januari 2021 menjadi 63,4 persen. Pada April 2021, kepuasan publik di bidang hukum 65,6 persen dan Oktober 2021 turun menjadi 59,4 persen.
Saat dihubungi, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan HAM Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah akan berupaya terus memperbaiki substantif aspek-aspek kebijakan pemerintah selain juga akan terus memperkuat komunikasi kepada publik atas capaian positif pemerintah.
Menurut Jaleswari, pemerintah sangat berkepentingan atas dukungan publik yang kuat. Dukungan publik merupakan fondasi penting atas kebijakan-kebijakan berikutnya yang diambil pemerintah.
Baca juga: Merawat Kebebasan Sipil
”Pemerintah tetap berkomitmen membangun demokrasi, menciptakan rasa adil di masyarakat, dan memperkuat stabilitas politik. Tidak ada kompromi atas hal itu,” ucapnya.
Untuk menaikkan kembali kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang polhukam, Jaleswari mengatakan, pemerintah akan berupaya terus mengomunikasikan kepada publik atas capaian positif pemerintah. Perbaikan pada aspek-aspek substantif kebijakan pemerintah juga akan terus dilakukan.
”Hasil survei ini dan lainnya menjadi catatan penting. Kami memantau berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat,” katanya.
Mengenai kepuasan publik atas kinerja pemerintah yang naik turun, menurut Jaleswari, hal itu biasa. Pemerintah akan menjadikan hasil ini sebagai koreksi publik yang berguna dan sangat diperhatikan.
Penanganan polhukam di masa pandemi, menurut Jaleswari, juga bukan hal yang mudah. Namun, sejauh ini pemerintah bersama-sama pemegang kepentingan yang ada (stakeholders) dinilai berhasil mengendalikan situasi untuk menjaga koridor negara demokrasi.
”Kalau di sana-sini terdapat kekurangan, hal itu wajar dan justru menjadi cambuk bagi pemerintah untuk memperbaikinya,” ungkap Jaleswari.
Fokus ekonomi
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, Sabtu (16/10/2021), di Jakarta, mengatakan, penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah menunjukkan bahwa masa ”bulan madu” antara pemerintahan Jokowi-Amin dan warga mulai berakhir. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin banyak publik yang tidak puas dengan kebijakan dan langkah pemerintah. Contohnya, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penyusunan legislasi yang tidak melibatkan masyarakat sipil, serta penambahan utang negara yang terkesan tidak terkendali.
Oleh karena itu, pemerintah harus memperlihatkan kesediaan dan keikhlasan untuk berdialog serta mendengar dan melaksanakan aspirasi publik. Selama ini, berbagai kalangan telah menyampaikan kritik terhadap pemerintah, tetapi belum terlihat respons yang memadai. Belum ada pula langkah konkret untuk mewujudkan sejumlah aspirasi tersebut.
Kepala Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai, beberapa waktu terakhir, kerja pemerintah memang difokuskan pada bidang ekonomi. Maka, tidak heran jika bidang kerja tersebut merupakan satu-satunya ranah yang mengalami tingkat kepuasan publik. Meski demikian, semestinya sektor lain tidak boleh dibiarkan seolah-olah akan berjalan baik tanpa diintervensi.
Beberapa waktu terakhir, kerja pemerintah memang difokuskan pada bidang ekonomi. Maka, tidak heran jika bidang kerja tersebut merupakan satu-satunya ranah yang mengalami tingkat kepuasan publik. Meski demikian, semestinya sektor lain tidak boleh dibiarkan seolah-olah akan berjalan baik tanpa diintervensi.
”Aspek-aspek lain seolah akan berjalan dengan seperti biasa. Seperti tidak ada satu gejolak yang patut untuk dipantau dan direspons dengan cepat, imbang, dan profesional,” kata Firman.
Untuk memperbaiki kepuasan publik, kata Firman, pemerintah semestinya memperbaiki sejumlah permasalahan. Di antaranya terkait demokratisasi yang menyangkut kebebasan berpendapat dan partisipasi publik. Saat ini, partisipasi publik dalam penentuan kebijakan dan penyusunan legislasi dinilai minim sehingga jauh dari aspirasi masyarakat.
Ia menambahkan, selama ini sudah banyak aspirasi yang disampaikan masyarakat dalam berbagai bentuk. Namun, tidak mendapatkan respons yang sepadan dari pemerintah. ”Pemerintah saat ini posisinya sudah sangat kuat, dengan itu semestinya bisa lebih membuka diri, berdialog dengan kalangan yang selama ini dianggap kritis, kemudian membangun resolusi bersama untuk membuat bangsa ini lebih mendengar masyarakat,” kata Firman.
Respons cepat
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Johan Budi, mengatakan, basis dari persepsi publik terhadap kinerja pemerintah ialah dari informasi atau pemberitaan yang diterimanya, baik dari media arus utama maupun media sosial dan saluran komunikasi lainnya.
Menilik dari turunnya kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang polhukam, sebagaimana dipotret melalui survei Kompas, menurut Johan, hal itu tidak dapat dilepaskan dari sejumlah peristiwa dalam kurun waktu satu atau dua tahun terakhir. Beberapa peristiwa di bidang polhukam itu membangun persepsi di benak publik mengenai kurangnya perhatian pemerintah terhadap penegakan hukum.
Beberapa peristiwa di bidang polhukam itu membangun persepsi di benak publik mengenai kurangnya perhatian pemerintah terhadap penegakan hukum.
Peristiwa paling menonjol, menurut Johan Budi, ialah revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Itu kuat memengaruhi persepsi sebagian publik yang menganggap revisi UU KPK itu merupakan upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Peristiwa lainnya ialah problem tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal itu, lanjut Johan Budi, juga memengaruhi persepsi publik mengenai kinerja pemerintah di bidang polhukam.
”Banyak juga kejadian-kejadian lain belakangan ini. Misalnya, orang yang saling lapor ke polisi soal pencemaran nama baik, penghinaan, dan sebagainya. Muncullah suara-suara, kenapa kalau yang pro pemerintah cepat diproses, sementara yang tidak pro pemerintah lama diproses. Suara ini, kan, persepsi dan turut memengaruhi juga persepsi publik soal kinerja pemerintah di bidang polhukam,” ujarnya.
Karena berkaitan dengan persepsi publik, menurut Johan, pemerintah mesti merespons dengan perbaikan komunikasi. Misalnya, pendapat pro dan kontra di internal pemerintah terhadap isu tertentu sebaiknya tidak terlalu ditonjolkan. Dengan demikian, publik menangkap pesan yamg jelas atas kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan di bidang polhukam.
Pemerintah harus melakukan respons cepat terhadap isu-isu polhukam yang menjadi perhatian publik. Sebab, isu-isu itu artinya menjadi hal penting bagi publik. Dengan adanya respons cepat di bidang polhukam menyangkut sesuatu yang menjadi perhatian publik, itu akan memberikan pesan kepedulian dan kesigapan pemerintah menangani persoalan tersebut.
”Kedua, pemerintah harus melakukan respons cepat terhadap isu-isu polhukam yang menjadi perhatian publik. Sebab, isu-isu itu artinya menjadi hal penting bagi publik. Dengan adanya respons cepat di bidang polhukam menyangkut sesuatu yang menjadi perhatian publik, itu akan memberikan pesan kepedulian dan kesigapan pemerintah menangani persoalan tersebut,” kata mantan juru bicara Presiden Joko Widodo itu.
Baca juga: Menjaga Kebebasan Akademik
”Kasus pemerkosaan tiga anak di Luwu, misalnya, yang sempat dihentikan penyelidikannya oleh polisi, kini direspons cepat oleh Bareskrim Polri dengan mengirimkan tim ke sana. Saya pikir respons-respons cepat seperti itu yang juga perlu dilakukan guna membangun kembali kepercayaan publik,” katanya.
Hasil survei Kompas, menurut Johan Budi, dapat dijadikan acuan oleh pemerintah untuk membenahi komunikasi publik agar lebih solid, sekaligus juga meningkatkan kinerja pemerintah di bidang polhukam.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Supriansa, mengatakan, hasil survei itu menjadi bahan pendorong bagi semua pihak, termasuk parpol pendukung koalisi pemerintah, agar memastikan perbaikan kinerja pemerintah.
Kendati demikian, Supriansa menilai, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin di bidang polhukam juga telah menunjukkan sisi positif. ”Selama ini, Presiden Jokowi tidak pernah mengintervensi proses hukum yang berjalan. Saya pikir ini juga menunjukkan kinerja yang baik di bidang polhukam,” katanya.