Faktor Penyokong Apresiasi Kinerja Pemerintah
Preferensi politik masih menjadi faktor yang sangat kuat memengaruhi persepsi publik terhadap kinerja pemerintah. Apakah benar pemilih kita tak bisa melepaskan diri dari sikap partisan ketika menilai kinerja pemerintah?
Preferensi politik masih menjadi faktor yang sangat kuat memengaruhi persepsi publik terhadap kinerja pemerintah. Selain itu, latar belakang status sosial ekonomi, pendidikan, hingga usia juga turut membentuk apresiasi masyarakat terhadap capaian pemerintahan yang dipimpin Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Menitikberatkan apresiasi untuk kinerja yang ditunjukkan pemerintah secara obyektif memang menjadi hal yang cukup sulit dimunculkan di tengah menguatnya fanatisme politik saat ini.
Hasil survei Litbang Kompas periode Oktober 2021 mengonfirmasi bahwa penilaian capaian kinerja pemerintah masih sangat dilatarbelakangi nuansa preferensi politik.
Tidak kurang dari 85 persen responden yang mengaku sebagai simpatisan Jokowi menyatakan puas terhadap kerja-kerja yang dilakukan pemerintah. Sementara proporsi kepuasan terhadap kinerja presiden dan kabinetnya memang cenderung lebih rendah dinyatakan oleh nonsimpatisan Jokowi (39,4 persen).
Tren apresiasi untuk kinerja pemerintah yang kental dalam pengaruh kesukaan kepada sosok Jokowi memang tak banyak berubah dalam beberapa kali survei, terutama di masa jabatan periode kedua ini.
Secara umum, angka kepuasan dari simpatisan Jokowi itu tak pernah bergerak terus melebihi empat perlima responden survei. Penurunan sempat terjadi dalam periode survei Januari 2021 saat kondisi pandemi sedang merebak hebat. Namun, fluktuasi angkanya masih dalam ambang yang juga cukup stabil, yaitu sekitar 76,8 persen.
Selain berpijak pada rasa simpatik kepada sosok Jokowi, sisi subyektivitas apresiasi yang diberikan juga berada pada satu garis lurus terhadap pilihan partai politik.
Hasil survei juga mengungkap, responden dengan pilihan partai politik yang berada di barisan pendukung pemerintah lebih cenderung memberikan penilaian yang lebih positif.
Selain berpijak pada rasa simpatik kepada sosok Jokowi, sisi subyektivitas apresiasi yang diberikan juga berada pada satu garis lurus terhadap pilihan partai politik.
Mayoritas pemilih (lebih dari 80 persen) untuk pemilih PDI-P, PKB, Perindo, dan Hanura menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah yang dipimpin Jokowi. Begitu pula pemilih Partai Golkar yang tujuh dari sepuluh pemilihnya mengutarakan apresiasi terhadap kerja pemerintah.
Berkebalikan dengan itu, ketidakpuasan ditunjukkan oleh barisan partai yang berseberangan sikap dengan pemerintah saat ini. Para pemilih PKS, misalnya, yang hingga kini sikap partai masih konsisten menjadi oposisi pemerintah, berselaras memiliki penilaian yang tak begitu memuaskan untuk kinerja pemerintahan (63 persen).
Di blok partai oposisi lainnya, Demokrat, menunjukkan konsistensi para pemilihnya yang menilai kritis kinerja pemerintah dengan proporsi ketidakpuasan mencapai dua perlima.
Penilaian serupa ditunjukkan dari para pemilih Nasdem sekalipun secara sikap merupakan bagian dari pendukung pemerintah. Lain dari itu, yang tak kalah menarik adalah melihat besaran apresiasi yang ditunjukkan oleh para pendukung Gerindra.
Meskipun telah berubah sikap untuk masuk sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Maju, hal itu tak membuat apresiasi terhadap kinerja pemerintah dari pemilih partai ini ikut melonjak.
Hasil survei menunjukkan, proporsi kepuasan terhadap kerja pemerintah dari para pemilih partai besutan Prabowo Subianto itu juga tetap setara dengan partai oposisi, tak sampai separuh dari pemilih partai.
Baca juga : Dinamika Apresiasi di Tengah Gelombang Pandemi
Sosial ekonomi
Sikap kritis yang terbangun oleh masyarakat kepada pemerintah dibentuk pula oleh beragam latar sosial ekonomi. Dalam kaitannya dengan tingkat pendidikan responden, hasil survei menangkap apresiasi cenderung disampaikan oleh publik dengan latar pendidikan tinggi. Sementara porsi kepuasan yang cukup besar mengalir deras dari responden dengan latar pendidikan rendah dan menengah (lebih dari 64 persen).
Distribusi ketidakpuasan yang cenderung lebih besar disampaikan oleh kalangan berpendidikan tinggi tidak terlepas dari kekritisan mereka dalam melihat isu-isu strategis, seperti penegakan hukum, HAM, dan lanskap perpolitikan nasional.
Secara garis besar, dalam survei terbaru ini, penilaian kinerja pemerintah pada bidang-bidang tersebut bergerak turun meskipun dalam ambang yang masih cukup stabil.
Dari keempat bidang yang diturunkan sebagai indikator untuk mengukur kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah, yaitu bidang politik dan keamanan, penegakan hukum dan HAM, perekonomian, serta kesejahteraan sosial, sejauh ini memiliki capaian yang cukup konsisten.
Penurunan apresiasi di bidang politik (70,8 persen) dan penegakan hukum (60,6 persen) tercatat paling signifikan dari capaian sebelumnya dibandingkan dengan aspek ekonomi dan kesejahteraan sosial yang lebih stabil.
Baca juga : Optimisme Ekonomi Bangkit
Sementara itu, jika dibandingkan dengan kelas ekonomi, latar pendidikan tersebut terkonfirmasi memang jauh lebih memengaruhi penilaian terhadap pemerintah. Pola penilaian kinerja yang ditunjukkan berdasarkan latar belakang kondisi ekonomi cenderung memiliki kemiripan.
Proporsi kepuasan yang dinyatakan oleh para responden yang berlatar ekonomi bawah, menengah, ataupun atas memiliki kemiripan, yaitu berkisar di angka 60 persen. Sejalan dengan itu, sekitar sepertiga dari setiap responden yang dengan kondisi perekonomian apa pun menilai tak puas terhadap kerja pemerintahan.
Proporsi kepuasan yang dinyatakan oleh para responden yang berlatar ekonomi bawah, menengah, ataupun atas memiliki kemiripan, yaitu berkisar di angka 60 persen.
Meratanya apresiasi di semua golongan kelas ekonomi masyarakat ini juga tak terlepas dari kehadiran pemerintah melalui sejumlah program pemulihan, baik dari sisi kesehatan maupun perekonomian, di tengah terpaan badai pandemi.
Berbagai kebijakan dan program insentif, misalnya, mulai dari bantuan langsung sosial hingga skema keringanan pajak bagi pekerja dan pelaku usaha yang dikucurkan, menjadi bukti nyata keberpihakan pemerintah kepada seluruh kelompok masyarakat yang terdampak pandemi.
Baca juga : Kinerja Bidang Hukum Dinilai Melemah
Basis usia
Latar sosial ekonomi itu tentulah tak berdiri sendiri untuk membentuk persepsi sehingga terdapat faktor lain yang mengiringi. Terkait itu, keberadaan arus informasi pun tak luput memberikan andil besar dalam pembentukan opini publik terhadap kinerja pemerintah, terutama bagi kalangan yang secara terus-menerus terpapar informasi di kanal digital.
Saat ini, modernisasi teknologi menjadikan arus informasi begitu deras memapar khalayak. Sebagian besar (57 persen) pengguna internet di Indonesia adalah generasi milenial atau biasa juga disebut generasi Y yang berada dalam rentang 24-39 tahun.
Dalam analisis hasil survei, pembagian usia responden juga dilakukan untuk umur di bawahnya, yaitu rentang 17-24 tahun atau biasa disebut dengan kelompok pemilih pemula.
Perkembangan isu dan dinamika politik di tataran elite pemerintahan yang secara cepat memapar kalangan ini pun tentu akan sangat berpengaruh pada persepsi mereka dalam menguji capaian kinerja pemerintah.
Hasil survei mencatat tingkat kepuasan yang ditunjukkan oleh responden yang usianya termasuk kelompok pemilih pemula mencapai 61,1 persen. Sementara dengan proporsi yang hampir sama (62,2 persen), kalangan usia milenial di atasnya juga mengutarakan kecenderungan puas terhadap pemerintah.
Di luar akses dan perkembangan informasi yang begitu cepat, belum maksimalnya apresiasi tersebut boleh jadi menjadi pengingat bagi pemerintah untuk lebih menunjukkan keberpihakan terhadap generasi muda. Misalnya, dengan kehadiran pemerintah melalui program-program inovatif dan dapat merangkul generasi milenial.
Sementara itu, pada kelompok usia yang tak begitu memiliki ketergantungan terhadap dunia digital dan berada dalam kelompok yang lebih tua, yaitu usia di atas 40 tahun (gen X maupun baby boomers), tingkat penilaian kepuasan terhadap pemerintah justru lebih tinggi.
Hasil survei merekam bahwa mereka yang termasuk gen X lebih banyak mengapresiasi kinerja pemerintah (70 persen). Tak jauh berbeda, di kelompok usia di atas 56 tahun (baby boomers) bahkan proporsi apresiasi lebih besar lagi, mencapai lebih dari 80 persen.
Sejatinya penilaian yang diberikan publik terhadap pemerintah harus dilakukan secara obyektif. Obyektivitas tersebut pada dasarnya dibentuk dari pengalaman dan aspek-aspek sosial ekonomi yang melatarbelakangi.
Mengedepankan sisi subyektivitas dengan mengukur capaian kinerja pemerintah dengan melekatkan fanatisme terhadap pilihan politik ataupun ketokohan Jokowi hanya akan memperluas bias apresiasi maupun kritik untuk perbaikan kinerja pemerintah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Alarm Rakyat untuk Pemerintahan Jokowi-Amin