ICW: Pemberantasan Korupsi Tak Baik-baik Saja, Independensi Pansel Harga Mati
Menguatkan kembali pemberantasan korupsi dimulai dari penentuan panitia seleksi calon pimpinan KPK yang independen.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberantasan korupsi saat ini dinilai dalam kondisi tak baik-baik saja. Dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK periode ini bermasalah. Kinerja Dewan Pengawas KPK pun dinilai tak lebih baik. Untuk itu, seleksi calon pimpinan dan Dewas KPK mutlak harus dilakukan dengan sosok yang betul-betul independen, berintegritas, dan berani mengambil keputusan.
Masukan berupa dua puluhan nama calon panitia seleksi disampaikan aktivis antikorupsi, baik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) maupun Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) kepada Deputi V Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad di Gedung Bina Graha, Jakarta. Koordinator ICW Agus Sunaryanto menyebutkan, pembentukan panitia seleksi (pansel) calon pimpinan dan dewan pengawas KPK sangat krusial.
”Berkaca pada pengalaman (seleksi) pada tahun 2019 ketika kita tidak terlalu ketat mengawasi proses perekrutan orang-orang yang duduk di pansel, pada akhirnya melahirkan orang-orang yang duduk di KPK dan kita tahu sendiri ada banyak persoalan yang dialami. Ada (pimpinan KPK) yang menjadi tersangka korupsi, ada yang (menerima) gratifikasi kemudian mundur,” tutur Agus kepada wartawan seusai menyampaikan sejumlah nama bakal calon Pansel KPK ke KSP.
Sejauh ini, setidaknya dua unsur pimpinan KPK yang dipilih Presiden Joko Widodo pada 2019 terbelit masalah. Ketua Firli Bahuri terbukti melanggar etik dan kini tersangka kasus pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang sedang diperiksa KPK. Setelah menjadi tersangka kepolisian, Firli mengundurkan diri.
Komisoner KPK lainnya, Lili Pintauli Siregar, juga telah mengundurkan diri terlebih dahulu saat akan disidang etik karena menerima tiket dan akomodasi senilai Rp 90 juta dari Pertamina dalam gelaran MotoGP Mandalika. Saat ini, Dewan Pengawas KPK juga memproses dugaan pelanggaran etik Pimpinan KPK lain, Nurul Ghufron. Dia diduga menggunakan pengaruhnya untuk memutasi pegawai di Kementerian Pertanian.
Pansel KPK semestinya didominasi sosok-sosok yang betul-betul independen dan tidak memiliki afiliasi dan tidak memiliki kedekatan tertentu dengan penguasa atau partai politik.
”Dari sana (bermasalahnya pimpinan KPK saat ini) mestinya Presiden tidak menganggap situasi KPK hari ini adalah situasi yang normal. Kami beranggapan ini adalah situasi yang abnormal,” tutur Koordinator Bidang Korupsi Politik Kurnia Ramadhana dalam kesempatan sama.
Kinerja Dewan Pengawas KPK yang bertugas saat ini pun dinilai masih banyak catatan dan tidak lebih baik dari Pimpinan KPK periode ini. Dewas ini dalam Undang-Undang tentang KPK mendapat mandat untuk secara berkala mengevaluasi kerja pimpinan KPK dan yang melakukan proses persidangan dugaan pelanggaran kode etik.
Adapun panitia seleksi yang, menurut rencana, dibentuk Presiden, Juni mendatang, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas KPK, bertugas menyeleksi calon pimpinan KPK dan Dewas KPK. Aturan sama menyebutkan komposisi panitia seleksi terdiri atas lima orang unsur pemerintah pusat dan empat orang dari unsur masyarakat.
Dirombak
Hal ini, menurut Kurnia, juga harus dirombak. Sebab, pansel KPK semestinya didominasi sosok-sosok yang betul-betul independen dan tidak memiliki afiliasi dan tidak memiliki kedekatan tertentu dengan penguasa atau partai politik. Tak hanya bersih dari persoalan integritas serta memiliki kompetensi dalam pemberantasan korupsi, pansel capim dan dewan KPK semestinya tidak punya afiliasi, kedekatan dengan institusi negara tertentu, atau kelompok politik tertentu.
Peneliti PSHK Muhammad Nur Ramadhan juga menekankan pentingnya pansel capim KPK dan dewas KPK itu diisi nama-nama yang jauh dari konflik kepentingan dan juga jauh dari godaan intervensi.
Bersamaan dengan masukan ini, ICW dan PSHK menyampaikan lebih dari 20 nama calon pansel yang dinilai independen dan berkompeten dalam pemberantasan korupsi. Masukan dan usulan nama-nama ini diterima Deputi V KSP Rumadi Ahmad.
Kami punya "concern" yang sama untuk mempersiapkan pansel KPK yang berintegritas dan diterima publik. Ini penting agar produk dari pansel ini juga kredibel dan dipercaya publik.
Pemerintah pun diharap tidak mengulur untuk mengumumkan nama anggota pansel. Sebab, pelantikan atau serah terima jabatan komisioner KPK sudah harus dilakukan pada Desember. Artinya, proses seleksi juga harus mempertimbangkan waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa untuk memilih komposisi pimpinan dan dewas yang ideal untuk KPK selama lima tahun ke depan.
Rumadi pun berterima masih atas masukan para aktivis antikorupsi ini. ”Kami punya concern yang sama untuk mempersiapkan pansel KPK yang berintegritas dan diterima publik. Ini penting agar produk dari pansel ini juga kredibel dan dipercaya publik,” ujarnya.
Nama-nama yang diusulkan para aktivis antikorupsi ini pun akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui tim yang mempersiapkan pembentukan pansel. Namun, soal kemungkinan ada tidaknya nama-nama usulan ini diambil atau tidak, dia mengatakan, ”Semua masih terus berproses”. Presiden Joko Widodo sendiri disebut-sebut baru akan mengumumkan pansel KPK setelah selesainya KTT World Water Forum di Bali dan meninjau bencana banjir di Sumatera Barat.
Sejauh ini, beredar nama-nama calon pansel seperti Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan M Yusuf Ateh, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana, serta Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria.
Mereka enggak pernah di isu pemberantasan korupsi kecuali, Laode M Syarif.
Berikutnya, pengajar Hukum Pidana Universitas Airlangga, Surabaya, Taufiq Rachman, Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN dan Komisaris PT PLN Nawal Nely, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Ambeg Paramarta, dan Rektor IPB Arief Satria.
Nama-nama lain yang muncul adalah anggota Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, Rezki Sri Wibowo; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Elwi Danil; dan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Fauzie Yusuf Hasibuan.
Selain itu juga Direktur Eksekutif Kemitraan dan Wakil Ketua KPK (2015-2019) Laode M Syarif, akademisi dan Ketua Pansel KPK 2019 Yenti Garnasih, serta Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Nanik Purwanti.
Kredibilitas
Melihat nama-nama yang beredar ini, pengajar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mempertanyakan kualitas dan kredibilitas nama-nama yang muncul tersebut pada pemberantasan korupsi.
”Mereka enggak pernah aktif di isu pemberantasan korupsi, kecuali Laode M Syarif. Malah ada yang pernah jadi ahli (bagi tersangka) kasus korupsi. Selain itu, ada (mantan) pansel yang dulu gagal menghasilkan pimpinan KPK berkualitas tetapi dijadikan (calon) pansel,” tuturnya, Minggu (19/5/2024) malam.
Memilih nama-nama calon pansel, seperti yang beredar, menurut Feri, akan semakin memperjelas tiadanya komitmen Presiden Jokowi untuk menghasilkan pimpinan KPK berkualitas.
"Semangatnya selalu begitu bahwa istana sudah ada pilihan. Lalu ditunjuk pansel untuk melegalisasi pilihan istana,” ujarnya.