Formappi: Meski Tak Bisa Dihambat, Kinerja Puan Belum Bisa Jadi Penentu
Kepastian Puan jadi Ketua DPR tak lepas dari UU MD3. UU itu dinilai tak membuka ruang pemilihan demokratis.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penunjukan Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Puan Maharani sebagai Ketua DPR oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri diperkirakan bakal mulus. Namun, kelayakan Puan dari sisi kinerja tak bisa menjadikan faktor penentu karena kapasitasnya yang dinilai belum cukup mumpuni memperkuat parlemen sebagai lembaga penyeimbang.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, jika Megawati sudah memerintahkan Puan sebagai Ketua DPR, tidak ada mekanisme yang bisa membatalkannya di Fraksi PDI-P, kecuali UU MD3 diubah. UU MD3 adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
”Jabatan Ketua DPR itu merupakan jatah partai dengan perolehan suara terbanyak. Karena jatah partai, mekanisme internal partailah yang akan menentukan siapa figur dari partai tersebut yang dipercaya untuk menduduki posisi Ketua DPR itu,” kata Lucius saat dihubungi di Jakarta, Senin (8/4/2024).
Adapun penunjukan Puan sebagai Ketua DPR oleh Megawati disampaikan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto pada Minggu (7/4/2024) di Jakarta. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019, posisi Ketua DPR menjadi hak partai politik peraih kursi terbanyak di DPR. Pada Pasal 427D Ayat (1) UU MD3, Ketua DPR adalah anggota DPR dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Lucius mengatakan, kepastian Puan sebagai Ketua DPR sebagaimana disampaikan Hasto tak lepas dari mekanisme yang diatur UU MD3. UU tersebut tidak membuka ruang pemilihan secara demokratis kepada anggota DPR.
Jadi, posisi pimpinan di DPR bukan merupakan posisi terbuka yang bisa diimpikan semua anggota DPR. Posisi pimpinan hanya bisa dijabat seseorang yang ditunjuk oleh partainya. ”Maka, urusan apakah Puan yang merupakan petahana masih layak dari sisi kinerja atau tidak sama sekali tidak bisa dijadikan faktor penentu,” kata Lucius.
Bisa mengevaluasi
Menurut Lucius, siapa pun bisa mengevaluasi rekam jejak Puan selama memimpin DPR dalam lima tahun terakhir. Namun, catatan itu hanya akan berguna jika partai mau mendengarkan dan mempertimbangkan masukan publik dalam menentukan sosok yang akan ditunjuk sebagai Ketua DPR. Soal siapa yang ditunjuk sebagai Ketua DPR yang mewakili partainya, semua akan kembali pada suara prerogatif ketua partai.
Dampak dari mekanisme penentuan Ketua DPR seperti yang diatur dalam UU MD3 adalah tak adanya jaminan bahwa sosok yang ditunjuk partai mampu dan punya kapasitas memadai untuk menjadi pemimpin DPR.
”Sudah banyak pemimpin DPR terdahulu yang akhirnya gagal menjabat sampai akhir karena tersangkut korupsi. Ya, tidak mengagetkan karena tidak ada proses seleksi untuk mengetahui kelayakan seseorang sebelum menjabat posisi puncak di parlemen,” kata Lucius.
Dengan mekanisme penunjukan pimpinan DPR, orang yang menjabat posisi ketua tidak bisa dikaitkan dengan kualitas dan kapasitas. Jabatan itu adalah pemberian, hadiah, dan suruhan partai politik.
Belum cukup
Namun, jika mengacu kinerja DPR selama dipimpin Puan, menurut Lucius, kapasitas Puan belum cukup mumpuni untuk mendorong penguatan lembaga parlemen sebagai lembaga penyeimbang.
Akan tetapi, dari sisi politik, posisi Puan yang merupakan anak Megawati telah menempatkan Puan sebagai pemimpin DPR yang cukup berpengaruh. Ia mampu menstabilkan dinamika politik parlemen sehingga sepanjang lima tahun hampir tanpa guncangan berarti. Puan perlahan bisa menampilkan diri sebagai sosok yang bisa diterima semua kelompok di DPR.
Menurut Lucius, hal itu modal yang cukup baik sebagai Ketua DPR ketika bisa membangun koordinasi yang baik dengan fraksi-fraksi di DPR. Namun, mestinya koordinasi yang dijalankan Puan tak hanya untuk memuaskan syahwat kekuasaan. Koordinasi harus dilakukan demi memperkuat peran dan fungsi parlemen sebagai lembaga kontrol atas pemerintah.
Dalam peran pimpinan DPR yang menjadi juru bicara DPR, Puan belum cukup berhasil. Pada banyak isu, Puan jarang tampil memberikan penjelasan soal substansi isu yang dibahas parlemen. Peran sebagai juru bicara ini sesungguhnya strategis dan penting bagi Ketua DPR dalam konteks lembaga perwakilan.
”Komunikasi DPR seharusnya bisa dimaksimalkan melalui pimpinan DPR agar publik paham dengan apa yang dibicarakan parlemen sekaligus memantik respons dan aspirasi publik untuk menyempurnakan kebijakan yang dibicarakan,” kata Lucius.
Kalau Ketua DPR sering tidak mau menjawab dan merespons pertanyaan media, lanjut Lucius, hal itu menunjukkan bahwa Puan tak mampu dan tak layak. Pimpinan DPR harus punya kapasitas mumpuni dalam hal berkomunikasi dan menjadi jembatan antara publik dan parlemen.
Pembahasan rancangan UU dan anggaran di parlemen selama era Puan juga terkesan tertutup dan buru-buru serta minim partisipasi publik. Ketua DPR seharusnya punya ruang untuk mendorong proses pembahasan yang partisipatif dan transparan.
”Ini tentu mengandaikan Ketua DPR yang paham dengan fungsi mendasar lembaga parlemen dan posisi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat, bukan sekadar perwakilan parpol,” kata Lucius.
Berdasarkan hasil Pemilihan Legislatif 2024, PDI-P menjadi partai politik peraih suara terbanyak. Hasto meyakini, jika suara itu dikonversi ke kursi DPR, partai tersebut akan meraih kursi terbanyak sehingga anggota DPR dari PDI-P berhak untuk menduduki kembali kursi ketua DPR.
Puan pada pemilu lalu berpotensi terpilih menjadi anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V (Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali) untuk kembali memimpin DPR.
Pemilihan kembali Puan disebut Hasto berbasiskan pada kepemimpinan Puan yang dinilai baik saat memimpin DPR sejak 2019, performanya saat menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 2014-2019, dan kepemimpinannya di internal PDI-P. Kepemimpinan tersebut merupakan hasil dari penggemblengan kader yang dilakukan partai.
”Karena itu, berdasarkan proses yang dilakukan, Mbak Puan merupakan Ketua DPR selanjutnya sesuai dengan arahan dari Ibu Ketua Umum, Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Hasto.
Ia berterima kasih PDI-P bisa menang tiga kali berturut-turut di tengah berbagai persoalan manipulasi pemilu. Kemenangan itu dapat diwujudkan karena harapan dari rakyat.