Senyap Kuasa Hukum KPU di Sidang Sengketa Pemilu MK
Berbeda dengan Pemilu 2004 hingga 2019, kuasa hukum KPU sangat pasif dalam sidang sengketa hasil Pemilu 2024.
Sesi penyampaian kesaksian dari ahli yang dihadirkan Komisi Pemilihan Umum, Yudistira Dwi Wardhana Asnar, baru saja selesai. Hakim konstitusi yang memimpin sidang, Saldi Isra, pun melanjutkannya dengan sesi pendalaman terhadap penjelasan dari salah satu anggota tim pengembang Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap. Ia kemudian memberikan kesempatan kepada KPU sebagai pihak pertama untuk mengajukan kepada ahli.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari pun langsung mengambil mikrofon untuk memberikan pertanyaan kepada anggota tim pengembang Sirekap itu. Baru enam kata pembuka terucap, ”Terima kasih saudara saksi, yang pertama...,” Saldi pun langsung memotongnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Sekali-sekali saya ingin juga mendengar nih kuasa hukum saudara yang menanyai. Enak sekali jadi kuasa hukum di situ, diam saja begitu,” ujar Saldi saat sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Namun, sentilan Saldi kepada kuasa hukum KPU langsung dijawab Hasyim. Menurut Hasyim, kuasa hukum tidak diberikan tugas untuk mengajukan pertanyaan dalam sidang. KPU hanya menugaskan para kuasa hukum untuk merumuskan hal-hal yang perlu dijawab dalam persidangan dan menyiapkan alat bukti.
”Memang tugasnya tidak untuk tanya-tanya Pak. Tugasnya untuk merumuskan apa yang perlu kami jawab, menyiapkan alat bukti. Itu tugas kuasa hukum,” kata Hasyim.
Baca juga: Sirekap Dikritik di Sengketa Pilpres, Ahli Sebut Data yang Tampil Belum Diverifikasi
Celotehan Saldi itu pun cukup masuk akal. Sebab, dalam lima kali sidang sengketa pilpres di MK, kuasa hukum KPU dari HICON Law and Policy Strategies sangat jarang berbicara di persidangan. Bahkan, dalam sidang kelima dengan agenda pembuktian dari KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) itu, tim kuasa hukum KPU hanya berucap kurang dari tiga menit dalam beberapa kali kesempatan dari durasi sidang sekitar delapan jam.
Kuasa hukum KPU, Hifdzil Alim, hanya berucap saat memperkenalkan orang-orang yang hadir di persidangan. Ia memperkenalkan pimpinan KPU RI yang hadir, yakni Idham Holik, Mochammad Afifuddin, dan August Mellaz. Kemudian kuasa hukum yang juga hadir, yakni Muhammad Ruliandi dan Zahru Arqom, serta staf KPU yang mendampingi, yakni Romi Maulana, Luqman Hakim, Andi Bagus, dan Mega Yuda.
Pengenalan dari semua orang yang hadir di persidangan oleh Hifdzil itu bahkan menjadi yang pertama dalam lima kali sidang. Dalam empat sidang sebelumnya, ia hanya memperkenalkan kuasa hukum dan staf KPU. Adapun pengenalan anggota KPU dilakukan oleh Hasyim. Kebetulan, pada Rabu pagi itu, Hasyim belum hadir saat sidang dimulai pukul 08.00.
Satu-satunya momen kuasa hukum berbicara cukup lama di persidangan adalah saat membacakan jawaban KPU terhadap dua perkara PHPU pilpres, Kamis (28/3/2024). Hifdzil membacakan jawaban untuk menjawab dalil-dalil dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD selama sekitar 70 menit.
Baca juga: Dalil Pencalonan Gibran Tak Dibantah KPU, Tim Amin dan Ganjar-Mahfud Optimistis Gugatan Dikabulkan
Sementara dalam berbagai kesempatan konferensi pers saat jeda dan seusai sidang, KPU juga diwakili oleh Hasyim. Kuasa hukum hanya berbicara di konferensi pers seusai sidang pembacaan jawaban selama sekitar 10 menit. Pernyataan yang disampaikan pun mengulang jawaban yang dibacakan saat persidangan.
Padahal, dari pihak lain, kuasa hukum menjadi ”bintang utama” di persidangan MK. Dari kubu Anies-Muhaimin, seperti Bambang Widjojanto, Ari Yusuf Amir, Heru Widodo, dan Refly Harun, bergantian melontarkan pertanyaan dalam berbagai sesi pendalaman. Begitu pula dari kubu Ganjar-Mahfud ada sejumlah kuasa hukum, antara lain Todung Mulya Lubis, Maqdir Ismail, dan Henry Yosodiningrat.
Sementara dari kubu Prabowo, ada Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, OC Kaligis, Hotman Paris Hutapea, Fachri Bachmid, dan lainnya. Termasuk dari Bawaslu juga bergantian berbicara di persidangan, tidak hanya Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. Ini berbeda dengan KPU yang dalam sidang hanya Hasyim yang bertanya ataupun menjawab pertanyaan meskipun ada anggota KPU lainnya yang hadir di persidangan.
Saat dikonfirmasi mengenai kenapa lebih banyak diam di persidangan, Hifdzil terdiam sejenak. Dengan sembari tersenyum, ia mengatakan, ”Silakan tanyakan kepada Pak Ketua KPU,” katanya.
Baca juga: Presiden Pastikan Empat Menteri Hadiri Sidang Sengketa Pilpres di MK
Saat ditanyakan kepada Hasyim, ia kembali menegaskan tugas dari kuasa hukum KPU di persidangan MK. Keberadaan kuasa hukum untuk menyiapkan dokumen, jawaban, dan alat bukti, sedangkan pihak yang melakukan tanya jawab adalah KPU karena paling memahami substansi persidangan.
”Kalau secara substansi yang tahu, kan, prinsipal (KPU), apalagi kesempatan waktunya juga terbatas sehingga biar efektif kalau kami yang berbicara,” ujar Hasyim.
Baca juga: "Perang" Advokat di MK, "Bling-bling Lawyer" hingga Pembela HAM di YLBHI
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai, kuasa hukum KPU yang sangat pasif dalam persidangan PHPU pilpres baru terjadi kali ini. Hal ini berbeda dengan situasi PHPU pilpres sejak 2004 hingga 2019 yang diikutinya. Saat itu KPU menggunakan jasa pengacara Amir Syamsuddin (2004), Adnan Buyung Nasution (2014), dan Ali Nurdin (2019).
”PHPU kali ini memperlihatkan peran ketua KPU yang sangat dominan ketimbang advokat dari kantor hukum yang telah mereka beri kuasa untuk mewakili KPU,” katanya.
Lebih jauh, KPU memang lebih paham masalah teknis dan prosedur pemilu dibandingkan pihak lain. Karena itu, kuasa hukum PHPU seharusnya adalah advokat yang juga punya pemahaman yang cukup memadai soal hukum kepemiluan. Dengan demikian, kuasa hukum bisa mengikuti dinamika dan substansi persidangan dengan baik.
Titi menuturkan, kuasa hukum lazimnya mewakili prinsipal dalam beracara selama rangkaian proses persidangan perselisihan hasil di MK. Jika merujuk pemilu terdahulu yang aktif, pola kerja kuasa hukum KPU di PHPU Pilpres 2024 yang pasif merupakan suatu yang kurang lazim. Jika kuasa hukum hanya ditugaskan membuat permohonan dan jawaban, sebenarnya tanpa kuasa hukum pun, tim hukum internal KPU mampu melakukannya sendiri.
”Pasifnya kuasa hukum KPU bisa jadi indikasi kurang percayanya KPU kepada kuasa hukum mereka soal penguasaan hukum atau teknis kepemiluan. Bisa juga ada strategi khusus yang ingin didorong KPU, hanya saja itu jadi kurang lazim,” tutur Titi.
Di sisi lain, ia menyoroti peran sentral Hasyim dalam menangani persidangan. Dalam berbagai kesempatan tanya jawab, anggota KPU yang berbicara hanya Hasyim. Padahal, ada anggota KPU lain yang hadir di persidangan. Hal ini berbeda dengan Bawaslu yang masih membagi peran antara ketua dan sesama kolega komisioner Bawaslu lainnya.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengungkapkan, kehadiran kuasa hukum KPU menjadi sebuah kemubaziran. Ada dua kemungkinan terkait diamnya KPU. Pertama, kuasa hukum tak terlalu mampu, atau kedua, ada upaya (dari ketua KPU) menyerobot dan terlalu percaya diri sehingga tidak memercayai orang lain.
”Dalam urusan ini, kalau melihat kemampuan Hifdzil Alim, seharusnya dia diberi kesempatan agak luas. Tapi, kalau dilihat dari ketimpangan usia dan pengalaman dengan para kuasa hukum lainnya, mungkin itu sebabnya timbul keraguan di (ketua) KPU. Kalau dia sudah menunjuk kuasa hukum, ya, seharusnya percaya dan percaya diri dengan kuasa hukumnya,” kata Feri.
Baca juga: Anak-anak Advokat Kondang di Sengketa Pilpres, Bukan ”Kaleng-kaleng”
Menurut Feri, seharusnya Ketua KPU menjelaskan hal-hal teknis kepemiluan kepada kuasa hukumnya sehingga kuasa hukum bisa melakukan pembelaan hukum. Jangan karena KPU sudah memiliki pengalaman, sehingga tahu apa yang harus dilakukan di persidangan, tetapi kemudian mengambil (jatah) kuasa hukum. Uang negara yang digunakan untuk menyewa kuasa hukum menjadi mubazir.
”Itu juga tidak bagus untuk Boy (panggilan untuk Hifdzil Alim). Enak di honor, tapi enggak enak secara nama baik,” ujar Feri.