Tolak Nota Keberatan Syahrul Yasin Limpo, Hakim Minta Dibahas Saat Pokok Perkara
Majelis hakim mempersilakan kebenaran pemerasan Firli Bahuri terhadap Syahrul dibuktikan saat pemeriksaan perkara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (depan) menunggu dimulainya sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/3/2024). Majelis hakim menolak nota keberatan Syahrul dalam kasus dugaan korupsi pemerasan, pemotongan pembayaran pegawai, dan penerimaan gratifikasi.
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan dari bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam kasus dugaan korupsi pemerasan, pemotongan pembayaran pegawai, dan penerimaan gratifikasi. Surat dakwaan dari penuntut umum dinyatakan cermat, jelas, dan lengkap.
Selain menolak eksepsi Syahrul, majelis hakim juga menolak eksepsi dua terdakwa lainnya, yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta. Keduanya merupakan bekas pejabat di Kementerian Pertanian.
”Menyatakan nota keberatan dari para terdakwa/tim penasihat hukum terdakwa Syahrul Yasin Limpo, Muhammad Hatta, dan Kasdi Subagyono tidak dapat diterima. Menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini,” kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Sidang ini dihadiri jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga terdakwa juga hadir di persidangan dengan didampingi penasihat hukum masing-masing.
Rianto menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah cermat, jelas, dan lengkap. Ia memerintahkan pemeriksaan perkara ini agar dilanjutkan.
Sidang putusan sela bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/3/2024). Majelis hakim menolak nota keberatan Syahrul dalam kasus dugaan korupsi pemerasan, pemotongan pembayaran pegawai, dan penerimaan gratifikasi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim telah mempelajari tiga dakwaan penuntut umum dan menyimpulkan bahwa surat dakwaan tersebut telah mencantumkan syarat formal yang memuat identitas para terdakwa yang sesuai.
Menyatakan nota keberatan dari para terdakwa/ tim penasihat hukum terdakwa Syahrul Yasin Limpo, Muhammad Hatta, dan Kasdi Subagyono tidak dapat diterima. Menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Majelis hakim juga menyatakan, surat dakwaan penuntut umum telah dirumuskan dengan kata dan kalimat yang mudah dimengerti. Surat dakwaan juga menunjukkan fakta-fakta perbuatan para terdakwa dengan unsur-unsur masing-masing tindak pidana yang didakwakan. Selain itu, telah diuraikan secara bulat dan utuh dengan menyebut unsur tindak pidana yang didakwakan.
Terkait dengan masalah ini diawali oleh pemerasan yang dilakukan oleh bekas Ketua KPK Firli Bahuri, majelis hakim berpendapat bahwa alasan keberatan dari tim penasihat hukum tersebut merupakan peristiwa yang berbeda dengan peristiwa yang didakwakan oleh penuntut umum di dalam surat dakwaan.
Majelis hakim mempersilakan kebenaran peristiwa dari keberatan tim penasihat hukum Syahrul tersebut dibuktikan pada saat pemeriksaan pokok perkara sebagai bahan pembelaan terdakwa. Karena keberatan tersebut sudah masuk pada pembuktian pemeriksaan pokok perkara, maka dinyatakan tidak dapat diterima.
Buntut pemerasan Firli
Sebelumnya, di dalam eksepsi, salah satu penasihat hukum Syahrul, Djamaludin Koedoeboen, menilai bahwa kasus ini merupakan buntut dari perkara dugaan pemerasan yang dilakukan Firli terhadap Syahrul hingga akhirnya Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Adapun Syahrul didakwa memeras, memotong pembayaran pegawai, dan menerima gratifikasi hingga Rp 44,5 miliar. Perbuatan itu diduga dilakukan Syahrul pada Januari 2020 hingga Oktober 2023 bersama Kasdi dan Hatta.
Seusai mendengarkan putusan majelis hakim, JPU KPK menyatakan akan menghadirkan saksi pada pekan depan. Adapun ketiga terdakwa tidak mengatakan apa pun. Penasihat hukum para terdakwa menerima putusan sela dari majelis hakim dan tidak mengajukan keberatan. Rianto melanjutkan kembali sidang pada Rabu (3/4/2024) dengan agenda pemeriksaan saksi.