Syahrul Minta Perlindungan LPSK, KPK: Jangan Jadi Modus
Foto surat tanda terima permohonan perlindungan saksi kepada LPSK atas nama Syahrul Yasin Limpo dan tiga orang lainnya beredar luas pada Sabtu (7/10/2023).
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo diduga telah meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK terkait perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Kendati meminta perlindungan kepada LPSK merupakan hak semua warga negara, Komisi Pemberantasan Korupsi berharap upaya itu bukanlah modus untuk menghambat atau menghindari proses hukum yang tengah berjalan di lembaga antirasuah itu.
Pada Sabtu (7/10/2023), beredar foto surat tanda terima berlogo LPSK. Dalam surat itu tertulis pernyataan bahwa pihak LPSK telah menerima surat permohonan perlindungan saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi atas nama Syahrul Yasin Limpo, Muhammad Hatta, Panji Harjanto, dan Hartoyo.
”Telah diterima pada hari Jumat, tanggal 6 Oktober 2023, pukul 17.57 WIB,” demikian dikutip dari surat tanda terima tersebut.
Dari surat tanda terima tersebut diketahui, surat permohonan saksi yang diajukan Syahrul diserahkan kepada Muhammad Ramdan, Kepala Biro Penelahaan Permohonan LPSK. Adapun pihak penerima dokumen tertanda tertulis Ditta W, sedangkan yang menyerahkan dokumen bernama Fuad AR Rozaq.
Ketika dikonfirmasi terkait beredarnya foto tanda terima tersebut, baik Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo maupun Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi sama-sama tidak mengiyakan ataupun menampiknya. Keduanya kompak menjawab bahwa untuk saat ini, mereka belum bisa memberikan komentar atau pernyataan terkait hal tersebut. Demikian pula kuasa hukum Syahrul, Febrie Diansyah maupun Rasamala Aritonang, juga tidak merespons pertanyaan yang dikirim Kompas.
Sejak awal tahun 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus dugaan korupsi di Kementan. Saat ini, KPK telah meningkatkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan.
KPK telah mengungkapkan tiga kluster perkara dalam dugaan korupsi di Kementan, yakni dugaan pemerasan dalam jabatan, penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang. Dari serangkaian penggeledahan di rumah dinas dan pribadi Syahrul, serta kantor Kementan, KPK juga menyita sejumlah dokumen, uang puluhan miliar rupiah, 12 pucuk senjata, dan mobil Audi A6.
KPK berharap agar langkah tersebut bukan menjadi bagian dari modus untuk menghambat atau menghindari proses penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi maupun pencucian uang yang kini tengah berproses di KPK.
KPK juga telah mengajukan permohonan pencegahan sembilan orang kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk enam bulan pertama sampai April 2024. Mereka dicegah untuk menjamin kelancaran jalannya penyidikan.
Jangan jadi modus
Ketika diminta tanggapan mengenai permohonan perlindungan saksi kepada LPSK tersebut, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementan tetap berjalan. Menurut Ali, pada dasarnya siapa pun berhak mengajukan permohonan perlindungan saksi kepada LPSK.
”Nanti di sana akan dinilai apakah layak atau tidaknya seseorang dengan status saksi atau korban mendapatkan hak semacam itu,” kata Ali.
Meskipun demikian, lanjut Ali, KPK berharap agar langkah tersebut bukan menjadi bagian dari modus untuk menghambat atau menghindari proses penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi maupun pencucian uang yang kini tengah berproses di KPK. KPK pun akan memastikan agar syarat dan ketentuan seseorang dapat dilindungi demi kepentingan hukum dipenuhi, khususnya ketika seseorang berstatus sebagai saksi atau korban, bukan sebagai pelaku.
”Sama seperti dalam pemberian status justice collaborator, kami sangat yakin seharusnya tak mungkin juga misalnya, seorang pelaku utama dalam sebuah konstruksi rangkaian dugaan korupsi akan mendapatkan perlindungan hukum,” tutur Ali.