Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi Biarkan Pungutan Liar
Achmad mengetahui pungutan liar dan pemberian uang bulanan kepada petugas rutan KPK sejak lama, tetapi tidak dihentikan.
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah) didampingi anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris (kanan) dan Albertina Go, memimpin sidang etis putusan kasus pungli terhadap tahanan rutan KPK dengan terperiksa Plt Kepala Rutan KPK 2021 Ristanta, Koordinator Kamtib Rutan KPK Sopian Hadi, dan Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, Rabu (27/3/2024). Ketiga terperiksa yang absen dalam sidang karena sakit itu divonis sanksi berat oleh Dewas. Sanksi berat itu berupa permintaan maaf secara terbuka.
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Rumah Tahanan atau Rutan Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi Achmad Fauzi dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas KPK berupa permintaan maaf secara terbuka langsung. Dewas KPK menilai Achmad membiarkan pungutan liar terhadap tahanan di rutan KPK.
Selain Achmad, Dewan Pengawas juga menjatuhkan sanksi yang sama kepada dua Pegawai Negeri yang Dipekerjakan (PNYD), yakni Ristanta dan Sopian Hadi. Ristanta merupakan petugas cabang rutan KPK dan Pelaksana Tugas Kepala Cabang Rutan KPK periode 2021. Sementara itu, Sopian merupakan petugas pengamanan.
”Menyatakan terperiksa Achmad Fauzi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai insan komisi, baik dalam pelaksanaan tugas maupun kepentingan pribadi dan/atau golongan,” kata Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean.
Putusan tersebut disampaikan Tumpak dalam sidang etik di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Tumpak didampingi anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho dan Syamsuddin Haris. Adapun Achmad, Ristanta, dan Sopian tidak hadir di persidangan dengan alasan sakit yang disertai dengan surat keterangan dokter.
Baca juga: Pungli di Rutan KPK, Bentuk Kegagalan KPK Awasi Sektor Kerja Rawan Korupsi
Atas perbuatannya tersebut, Achmad, Ristanta, dan Sopian dijatuhi sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka langsung. Selain itu, Dewas KPK merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian memeriksa untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada terperiksa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menyatakan terperiksa Achmad Fauzi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai insan komisi, baik dalam pelaksanaan tugas maupun kepentingan pribadi dan/atau golongan.
Dalam pertimbangannya, Albertina Ho mengungkapkan, Achmad sudah mengetahui tentang praktik pungutan liar dan pemberian uang bulanan kepada petugas rutan KPK yang sudah terjadi sejak lama. Namun, Achmad tidak berusaha menghentikan atau melarangnya. Achmad justru memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan kepada atasannya tentang pungutan liar yang terjadi di rutan KPK.
Menurut majelis, perbuatan tersebut membuktikan bahwa Achmad telah sengaja menyalahgunakan wewenang atau jabatannya yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Apalagi, Achmad sebagai kepala rutan berwenang melaporkan, bahkan menghentikan pungutan liar dan penerimaan uang bulanan tersebut.
Achmad justru memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan kepada atasannya tentang pungutan liar yang terjadi di rutan KPK.
Sesuai dengan jabatannya, Achmad seharusnya bertugas memastikan para tahanan mematuhi segala peraturan dan larangan yang tidak boleh dilakukan selama di rutan. Albertina mengungkapkan, Achmad jarang ikut dalam kegiatan sidak yang dilakukan secara rutin dan tidak berinisiatif menyidak secara mandiri untuk memastikan kecurigaannya terhadap kondisi di rutan KPK.
Albertina mengungkapkan, Achmad dalam persidangan pernah menyidak, tetapi tidak ada temuan. Achmad pun curiga sehingga menyidak pada April 2023 atas perintah Kepala Biro Umum. Pada 28 April 2023, ditemukan empat telepon selulerdan uang tunai sebanyak Rp 30 juta.
Empat telepon seluler itu justru dimusnahkan pada 9 Mei 2023 atas perintah Achmad dengan alasan tidak tahu ada perintah dari Kepala Biro Umum untuk mengkloningnya sebelum dimusnahkan.
Tak berdasar
Menurut majelis, alasan Achmad tersebut tidak berdasar dan hanya mencari alasan untuk membenarkan perbuatannya. Sebab, saksi Casum menyatakan telah menyampaikan perintah Kepala Biro Umum, yaitu menyerahkan telepon seluler yang ditemukan kepada Unit Laboratorium Barang Bukti Elektronik pada Direktorat Deteksi dan Analisis KPK untuk mengkloning sebelum dimusnahkan.
Alasan Achmad menyidak karena curiga, menurut majelis, seharusnya Achmad menduga ada hal-hal yang penting dari telepon seluler yang ditemukan. Apalagi, sebelum memusnahkan, Achmad tidak melaporkan kepada atasannya. Bahkan, setelah memusnahkan telepon seluler tersebut, Achmad hanya melaporkan kegiatan penggeledahan melalui e-mail dengan melampirkan berita acara penggeledahan.
Terperiksa (Achmad) tidak merasa menyesal dan berpendapat bahwa apa yang terjadi di rutan KPK merupakan kebodohannya selama menjabat sebagai Kepala Rutan KPK.
Albertina menegaskan, sebagai PNYD di KPK yang menjabat sebagai Kepala Cabang Rutan KPK, Achmad seharusnya menjaga marwah KPK sebagai lembaga antikorupsi, bukan justru berbuat tercela. Bahkan, menjurus kepada perbuatan tindak pidana korupsi berupa turut serta memeras atau pungutan liar terhadap para tahanan di dalam rutan KPK yang berdampak negatif kepada KPK dan pemerintah dalam memberantas korupsi.
Oleh karena itu, majelis hakim mempertimbangkan tidak ada hal yang meringankan bagi Achmad. Hal yang memberatkan, yakni Achmad telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar rutan KPK. Perbuatan Achmad membuat kepercayaan publik kepada KPK semakin merosot.
Perbuatan Achmad juga tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. ”Terperiksa (Achmad) tidak merasa menyesal dan berpendapat bahwa apa yang terjadi di rutan KPK merupakan kebodohannya selama menjabat sebagai Kepala Rutan KPK,” kata Albertina.
Seusai persidangan, Albertina mengungkapkan, Sopian mengaku hanya menerima Rp 70 juta. Namun, saksi-saksi mengungkapkan, Sopian menerima lebih dari Rp 70 juta. Adapun Ristanta mengaku hanya menerima Rp 30 juta, padahal saksi-saksi mengatakan lebih dari jumlah itu.
Untuk Achmad, Dewas KPK belum menemukan aliran uang secara langsung melalui rekening. Meskipun demikian, Achmad sejak bertugas di KPK sudah pernah bertemu dengan komplotan yang diistilahkan dengan ”lurah”. Mereka sudah berkomunikasi terkait dengan adanya pungutan yang dibagikan.
Sebagai Kepala Rutan, Achmad Fauzi ini melakukan pembiaran. Di situ yang bersangkutan disalahkan secara etik.
”Yang menjadi catatan penting di sini, Kepala Rutan ini tahu ada pungutan liar sehingga majelis mempertimbangkan sebagai Kepala Rutan, Achmad Fauzi ini melakukan pembiaran. Di situ yang bersangkutan disalahkan secara etik,” kata Albertina.
Adapun KPK telah menahan 15 tersangka dalam kasus ini, termasuk Achmad, Sopian, dan Ristanta. Mereka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Harus dipidana
Ditemui secara terpisah, Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha menegaskan, semua yang terlibat dalam kasus ini harus dipidana. Hal itu bertujuan agar tidak ada toleransi terhadap segala bentuk penyelewengan.
Selain itu, kata Praswad, perekrutan pegawai KPK harus diperbaiki. Ia berharap KPK berhenti merekrut pegawai dari PNYD. Sebab, PNYD tidak memiliki nilai yang sama dengan apa yang diperjuangkan di KPK, seperti integritas. KPK harus merekrut pegawai sendiri.
Baca juga: Pungli di Rutan KPK, Tak Cukup Cuma Minta Maaf
Mantan pimpinan KPK Saut Situmorang mengatakan, KPK sudah bergeser, mulai dari struktur, strategi, sistem, gaya pimpinan, keahlian orang-orangnya, hingga nilai yang dipegang. ”Kalau nilainya itu rontok, mau pakai strategi, gajinya dinaikkan berapa pun tetap saja korup,” kata Saut.
Oleh karena itu, Saut berharap Undang-Undang KPK dikembalikan supaya nilai yang dipegang KPK bisa kembali. Nilai itu adalah integritas, sinergi, kepemimpinan, profesionalisme, dan keadilan. Selain itu, pegawai KPK memiliki nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.