Ganjar-Mahfud: Gugatan ke MK untuk Menjaga Kewarasan
Gugatan Ganjar-Mahfud bentuk dedikasi jaga kewarasan agar tak putus asa dan pelihara impian Indonesia lebih mulia.
Oleh
IQBAL BASYARI, SUSANA RITA KUMALASANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menyebut gugatan perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi untuk menjaga kewarasan dan impian warga negara tentang Indonesia yang lebih mulia. Mahkamah diharapkan berani membatalkan hasil pemilu, seperti pernah terjadi di berbagai negara lain.
Ganjar mengatakan, negara Indonesia lahir dengan visi untuk menjunjung kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. Cita-cita itu hanya bisa diraih jika para pemimpin sanggup menomorsatukan kepentingan dan kesejahteraan warga di atas kepentingan pribadi yang berkuasa.
Bangsa Indonesia juga bisa menikmati demokrasi yang lebih bebas dan terbuka setelah Reformasi 1998. Masyarakat bisa merasakan kebebasan menyuarakan pendapat, mendapatkan hak pilih untuk memilih pemimpin, serta pembatasan kepemimpinan. Tanggung jawab untuk menjaga semangat reformasi itu harus dijaga oleh generasi penerus.
Namun, lanjut Ganjar, demokrasi bisa dinodai oleh pihak-pihak yang hanya memedulikan kekuasaan dan kepentingan pribadi. Bahkan, dalam Pilpres 2024 lalu, ada dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintah menggunakan sumber daya negara untuk mendukung kandidat tertentu. Ada pula pengerahan aparat keamanan untuk membela kepentingan politik pribadi.
”Kami menggugat sebagai bentuk dedikasi kami untuk menjaga kewarasan, untuk menjaga agar warga tidak putus asa terhadap perangai politik kita, dan untuk menjaga impian semua warga negara tentang Indonesia yang lebih mulia,” ujar Ganjar saat membacakan pernyataan pembuka sidang perkara nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Sidang yang dihadiri capres dan cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, itu dipimpin Ketua MK Suhartoyo. Ganjar-Mahfud turut didampingi 12 kuasa hukum, antara lain Todung Mulya Lubis dan Maqdir Ismail.
Sidang sengketa pemilihan presiden tersebut juga dihadiri jajaran pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yaitu Ketua KPU Hasyim Asy’ari serta anggota KPU, August Melaz, Mochammad Afifuddin, dan Betty Epsilon Idroos, didampingi para kuasa hukum.
Sebagai pemberi keterangan, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), diwakili Ketua Bawaslu Rahmat Bagja serta anggota Bawaslu, Totok Hariyono dan Lolly Suhenty.
Adapun pihak terkait dalam perkara tersebut, yaitu pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran, diwakili tim kuasa hukumnya yang terdiri dari, antara lain, Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, Hotman Paris, Fahri Bachmid, OC Kaligis, dan Rivai Kusumanegara.
Kami menggugat sebagai bentuk dedikasi kami untuk menjaga kewarasan, untuk menjaga agar warga tidak putus asa terhadap perangai politik kita, dan untuk menjaga impian semua warga negara tentang Indonesia yang lebih mulia.
Keputusan monumental
Menurut Mahfud, MK harus berani membuat keputusan monumental dengan menembus ruang keadilan substantif, bukan sekadar keadilan prosedural. Terlebih, MK menjadi pihak yang memperkenalkan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang diadopsi dalam tata hukum di Indonesia.
Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangi oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah.
Ia pun berharap MK berani membatalkan hasil pemilu yang dilaksanakan secara curang dan melanggar prosedur. Mahfud mencontohkan, MK dan Mahkamah Agung di beberapa negara seperti Australia, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, dan Thailand juga pernah membatalkan hasil pemilu.
Mahfud memahami, tidak mudah bagi hakim konstitusi memutus perkara gugatan PHPU pilpres. Namun, MK harus mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia.
”Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangi oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah. Jika ini dibiarkan terjadi, berarti keberadaban kita menjadi mundur,” katanya.