Sahroni Akui Ada Aliran Dana dari Syahrul Yasin Limpo ke Partai Nasdem
Sahroni mengakui Syahrul mentransfer uang ke Partai Nasdem sebanyak dua kali, yakni Rp 820 juta dan Rp 40 juta.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bendahara Umum Partai NasdemAhmad Sahroni memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Sahroni mengakui ada aliran dana dari Syahrul ke partainya. Namun, Sahroni tidak mengetahui dari mana asal uang yang diberikan Syahrul tersebut.
Sahroni tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (22/3/2024) pukul 09.31. Ia memberikan keterangan kepada wartawan dan menunggu beberapa saat sebelum naik ke ruang penyidik pukul 09.43.
Ia mengakui ada uang yang diberikan Syahrul ke Partai Nasdem. ”Iya, memang benar ada, Rp 40 juta, ya. Dua kali transfer ke Fraksi Nasdem. Itu buat bantuan sumbangan bencana gempa di Cianjur (Jawa Barat),” ujarnya.
Sahroni menjelaskan, Syahrul mentransfer uang ke Nasdem sebanyak dua kali. Selain Rp 40 juta, Syahrul juga mengirimkan uang sebanyak Rp 820 juta. Uang Rp 820 juta tersebut, menurut Sahroni, sudah dikembalikan ke KPK tiga bulan yang lalu karena belum digunakan.
Mengenai uang Rp 40 juta, Sahroni mengakui belum dikembalikan. Penyidik KPK sudah menyarankan agar uang tersebut dikembalikan Jumat (22/3/2024) ini. Sahroni memastikan Nasdem akan mengembalikan uang pemberian Syahrul tersebut.
Sahroni membantah ada uang miliaran rupiah yang mengalir dari Syahrul ke Nasdem. Sebelumnya, saat KPK menahan Syahrul pada Oktober 2023, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut aliran uang ke Partai Nasdem dari kasus ini nilainya miliaran rupiah.
”Enggak ada, itu, kan, baru yang disampaikan saja. Kan, di pengadilan, kan, sudah kelihatan ada aliran ke Nasdem, tetapi ke fraksi. Sumbangan sejumlah Rp 40 juta,” kata Sahroni.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/2/2024), Syahrul didakwa memeras, memotong pembayaran pegawai, dan menerima gratifikasi hingga Rp 44,5 miliar. Uang setoran dari pejabat eselon I Kementan salah satunya diberikan kepada Partai Nasdem sebesar Rp 40,1 juta.
Adapun KPK awalnya menjadwalkan Wakil Ketua Komisi III DPR tersebut untuk memenuhi panggilan sebagai saksi pada Jumat (8/3/2024). Namun, Sahroni tidak datang karena ada kegiatan lain. Sahroni mengatakan, surat panggilan KPK baru diterimanya sehari sebelum jadwal yang ditentukan. Karena saat itu ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan, Sahroni baru bisa datang Jumat ini.
Sahroni dipanggil sebagai saksi untuk perkara dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan Syahrul. Menurut dia, KPK akan bertanya terkait kapasitasnya sebagai bendahara umum. Selain itu, apakah ada keterlibatan partai secara langsung dan tidak langsung dalam perkara ini.
”Jadi, saya sebagai bendahara umum hadir terkait dengan apa yang dilakukan Pak SYL (Syahrul),” kata Sahroni.
Sahroni selesai diperiksa penyidik dan keluar dari Gedung Merah Putih KPK pukul 11.30. Saat ditanya terkait materi pemeriksaan, Sahroni meminta agar ditanyakan kepada penyidik. Sahroni hanya menjawab bahwa ia ditanya terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan Syahrul.
Jadi, saya sebagai bendahara umum hadir terkait dengan apa yang dilakukan Pak SYL.
Kenal Hanan Supangkat
Sahroni juga mengakui kenal dengan pengusaha Hanan Supangkat. Ia mengatakan, Hanan merupakan wakilnya di klub mobil. Menurut Sahroni, Hanan tidak ada kaitan dengan kasus TPPU ini. Sebab, ia tidak ditanya penyidik terkait Hanan.
Pada Rabu (6/3/2024) KPK menggeledah rumah Hanan di Jakarta Barat untuk mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan Syahrul. Dalam kegiatan tersebut, penyidik KPK memperoleh beberapa dokumen dan uang tunai. Uang yang disita sekitar Rp 15 miliar dalam bentuk rupiah dan mata uang asing.
Saat ditanya terkait uang Rp 15 miliar tersebut, Sahroni meminta wartawan bertanya kepada Hanan. Sebab, uang itu bukan miliknya. Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, uang Rp 15 miliar yang disita di rumah Hanan tersebut terkait dengan perkara TPPU yang diduga dilakukan Syahrul.
Pada Rabu (20/3/2024), penyidik KPK memanggil Hanan, tetapi tidak hadir. Ali mengatakan, penyidik segera menjadwalkan ulang dan KPK mengingatkan agar Hanan kooperatif.
KPK telah mencegah Hanan pergi ke luar negeri. Pencegahan tersebut telah diajukan KPK ke Direktorat Jenderal Imigrasi. ”Pihak tersebut (Hanan) berstatus saksi yang diduga mengetahui dan dapat menerangkan dugaan perbuatan tersangka (Syahrul) dimaksud,” kata Ali.
Terkait dengan jumlah aliran dana dari Syahrul ke Partai Nasdem, kata Ali, di surat dakwaan disebutkan bahwa aliran dana tersebut untuk bantuan sosial dan lainnya. Sampai saat ini KPK masih terus mendalami aliran uang dari kasus dugaan korupsi ini untuk mengungkap pencucian uang yang diduga dilakukan Syahrul.