Jatam menduga pencabutan ribuan izin tambang oleh Bahlil tebang pilih dan transaksional.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Melky Nahar (kiri) dan Kepala Divisi Hukum Jatam M Jamil (kanan) melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (19/3/2024), di Jakarta. Bahlil dilaporkan ke KPK atas dugaan korupsi dalam proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 yang diduga penuh dengan praktik korupsi. Pimpinan KPK telah meminta bagian pengaduan masyarakat untuk menelaah laporan Jatam tersebut.
”Pimpinan sudah minta Dumas (Pengaduan Masyarakat) untuk melakukan telaahan atas informasi yang disampaikan masyarakat,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024).
Koordinator Jatam Melky Nahar saat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, menyampaikan, Jatam melaporkan Bahlil ke KPK terkait proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023 yang diduga penuh dengan praktik korupsi. Menurut dia, laporan tersebut bertujuan untuk membuka pola yang digunakan para pejabat negara, terutama Bahlil, dalam proses pencabutan izin tambang yang menuai polemik.
Melky menjelaskan, Jatam telah mempelajari landasan hukum Bahlil dalam mencabut izin. Dari penelusurannya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan tiga regulasi yang memberikan kuasa besar kepada Bahlil. Namun, dalam enam bulan terakhir, proses pencabutan izin tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.
Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan, serta menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.
Pada 2022, Presiden Jokowi kembali meneken Keppres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. Melalui Keppres ini, Bahlil diberi kuasa untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha, dan konsesi kawasan hutan, serta dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan/konsesi.
Puncaknya, pada Oktober 2023, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Melalui regulasi ini, Bahlil diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.
Menurut dia, proses pencabutan izin tambang yang dilakukan Bahlil diduga tebang pilih dan transaksional. Itu berujung pada menguntungkan diri sendiri, kelompok, atau badan usaha lain. ”Ribuan izin yang dicabut menteri Bahlil kemarin, lalu kemudian ada dugaan Bahlil mematok fee atau tarif terhadap perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan,” kata Melky.
Oleh karena itu, Melky mendesak KPK untuk menindaklanjuti temuan Jatam. Alhasil, publik memahami cara kerja Bahlil yang bisa dengan mudah mencabut ribuan izin tambang, termasuk keuntungan apa saja yang diperoleh Bahlil beserta kroninya. Selain itu, publik bisa mengetahui peran Presiden Jokowi yang memberikan legitimasi hukum kepada Bahlil sehingga bisa mencabut ribuan izin tambang.
Kepala Divisi Hukum Jatam M Jamil menambahkan, dokumen yang disampaikan Jatam ke KPK terkait aliran dana kampanye dari Bahlil dan jejaring usahanya. Adapun delik aduan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bahlil adalah gratifikasi, suap, dan pemerasan.
Kompas sudah meminta tanggapan kepada Bahlil terkait laporan Jatam ke KPK. Namun, Bahlil tidak merespons.