Waktu Tinggal Lima Hari, Apa yang Terjadi jika KPU Lewati Batas 20 Maret?
Hingga Jumat (15/3/2024) malam ini, KPU baru merekapitulasi 29 provinsi. Apa yang terjadi jika KPU gagal pada 20 Maret?
JAKARTA, KOMPAS — Rekapitulasi suara tingkat nasional di sembilan dari 38 provinsi belum direkap hingga lima hari jelang waktu berakhirnya tahapan rekapitulasi suara, Rabu (20/3/2024). Bahkan rekapitulasi tingkat provinsi di lima provinsi belum selesai sehingga tidak bisa dilanjutkan rekapitulasi di tingkat nasional.
Hingga Jumat (15/3/2024) malam, Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru menyelesaikan rekapitulasi tingkat nasional untuk 29 provinsi. Masih tersisa sembilan provinsi yang belum melaksanakan rekapitulasi tingkat nasional, yakni dari Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.
Lalu apa yang terjadi jika batas waktu yang telah ditetapkan pada 20 Maret mendatang untuk menetapkan hasil pemilu, KPU belum juga menyelesaikan? Jawabannya, kegagalan penetapan hasil pemilu secara nasional bisa menjadi pelanggaran administratif. Keterlambatan juga akan menimbulkan ketidakpercayaan dan keraguan publik pada kredibilitas penyelenggara, proses, dan hasil Pemilu 2024. Hal itu bisa memicu ketidakpuasan berkepanjangan yang pada akhirnya dapat memperkuat narasi soal keraguan terhadap legitimasi pemilu.
Jadi, apa yang harus dilakukan KPU? Tentu, pendampingan dan supervisiKPU dibutuhkan untuk memastikan rekapitulasi manual berjenjang selesai sesuai jadwal.
Baca juga: Jelang Pengumuman Hasil Pemilu, Menko Polhukam Klaim Situasi Keamanan Kondusif
Mengacu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu, proses rekapitulasi tingkat nasional dijadwalkan pada 22 Februari hingga 20 Maret. Sementara pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara secara nasional akan dilakukan pada 21 Maret.
Kegagalan penetapan hasil pemilu secara nasional bisa menjadi pelanggaran administratif. Keterlambatan juga akan menimbulkan ketidakpercayaan dan keraguan publik pada kredibilitas penyelenggara, proses, dan hasil Pemilu 2024.
Harus sesuai jadwal
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Lolly Suhenty, mengatakan, KPU harus menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Jangan ada satu pun daerah yang melebihi tenggat waktu rekapitulasi karena tahapan dan jadwal telah diatur di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara.
Berdasarkan hasil pengawasan tahapan rekapitulasi manual berjenjang, masih ada lima provinsi yang belum menuntaskan rekapitulasi di tingkat provinsi. Provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Papua, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya. Akibatnya, rekapitulasi belum bisa dilanjutkan ke tingkat nasional.
Ia mencontohkan, rekapitulasi suara dari 1.222 tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, masih dilakukan di tingkat kecamatan. Adapun di rekapitulasi suara untuk Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura masih dilakukan di tingkat provinsi.
Keterlambatan rekapitulasi disebabkan terdapat keberatan dari saksi pada rapat pleno dan laporan-laporan peserta pemilu ke Bawaslu sehingga berdampak pada pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi yang tidak tepat waktu.
”Keterlambatan rekapitulasi disebabkan terdapat keberatan dari saksi pada rapat pleno dan laporan-laporan peserta pemilu ke Bawaslu, sehingga berdampak pada pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi yang tidak tepat waktu,” ujar Lolly ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Meskipun batas waktu rekapitulasi semakin pendek, Lolly mengingatkan agar rekapitulasi dilakukan sesuai prosedur. Akurasi data rekapitulasi perolehan suara untuk parpol dan caleg harus sesuai dengan penghitungan suara di TPS. Bawaslu juga akan mengawal rekapitulasi dan meminta penyandingan data jika ditemukan selisih antara data yang dibacakan dan salinan rekapitulasi berjenjang.
Ia mengingatkan, peserta pemilu dapat mengajukan laporan dugaan pelanggaran administrasi jika menemukan perbedaan hasil rekapitulasi berjenjang. Bawaslu akan melakukan penanganan pelanggaran melalui administrasi cepat yang diputus dalam waktu sehari maupun penanganan administrasi biasa yang diupayakan selesai sebelum batas akhir rekapitulasi tingkat nasional pada 20 Maret.
”Bawaslu memastikan setiap persoalan rekapitulasi diselesaikan sesuai tingkatan, baik melalui penyandingan data atau meminta penjelasan selisih data. Dalam hal terdapat perubahan atau koreksi data, Bawaslu menyampaikan saran agar setiap perubahan data dicatatkan dalam kejadian khusus,” kata Lolly.
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, mengatakan, rekapitulasi suara untuk Papua dan Papua Tengah diperkirakan selesai Jumat (15/3/2024) malam. Selanjutnya, rekapitulasi suara tingkat nasional dari kedua provinsi tersebut bisa segera dilaksanakan di Jakarta.
Anggota KPU, August Mellaz, optimistis, rekapitulasi suara tingkat nasional bisa selesai paling lambat 20 Maret. KPU Provinsi yang telah menyelesaikan rekapitulasi tingkat provinsi telah dijadwalkan untuk mengikuti rekapitulasi tingkat nasional. ”Rekapitulasi manual berjenjang dilakukan secara maraton. Kami optimistis 20 Maret bisa selesai,” tuturnya.
Banyak keberatan dan perbedaan data
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, waktu penetapan hasil pemilu secara nasional telah diatur di UU Pemilu, yakni paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara. Oleh karena itu, KPU harus patuh terhadap undang-undang dengan memastikan penetapan hasil perolehan pemilu secara nasional dilakukan pada 20 Maret mendatang.
Keterlambatan mestinya tidak terulang kalau ada manajemen kerja yang profesional dan efektif di lingkungan penyelenggara pemilu.
Menurut dia, keterlambatan rekapitulasi suara di tingkat daerah juga terjadi di Pemilu 2019. Penyebabnya pun relatif sama, yakni banyaknya keberatan dari saksi terhadap masalah yang ditemukan saat rekapitulasi berjenjang. Selain itu, sering ditemukan perbedaan data oleh para saksi maupun pengawas sehingga diperlukan penyandingan data yang cukup menyita waktu.
Molornya rekapitulasi juga ditengarai karena ada dugaan praktik kecurangan saat penghitungan dan rekapitulasi suara. Kecurangan itu kemudian tereskalasi menjadi keberatan dan ketidakpuasan dari saksi peserta pemilu dan para caleg. Termasuk di antaranya adanya rekomendasi penghitungan dan rekapitulasi suara ulang dari Bawaslu.
”Keterlambatan mestinya tidak terulang kalau ada manajemen kerja yang profesional dan efektif di lingkungan penyelenggara pemilu,” katanya.
Oleh karena, lanjut Titi, KPU RI seharusnya memberikan supervisi dan pendampingan terhadap provinsi yang belum menyelesaikan rekapitulasi. KPU harus memastikan bahwa rekapitulasi bisa dituntaskan segera dan semua permasalahan bisa diselesaikan sesuai prosedur yang tersedia tanpa mengganggu batas waktu yang sudah diatur dalam UU Pemilu.
Baca juga: Kredibilitas Penyelenggara Pemilu
Sebab, kegagalan penetapan hasil pemilu secara nasional bisa menjadi pelanggaran administratif. Keterlambatan juga akan menimbulkan ketidakpercayaan dan keraguan publik pada kredibilitas penyelenggara, proses, dan hasil Pemilu 2024. Hal itu bisa memicu ketidakpuasan berkepanjangan yang pada akhirnya dapat memperkuat narasi soal keraguan terhadap legitimasi pemilu.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menambahkan, seluruh permasalahan saat rekapitulasi sebaiknya diselesaikan secara berjenjang. Keterbatasan waktu seharusnya tidak dijadikan pembenaran untuk menyimpan masalah yang nantinya bisa berujung ke perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Sebab, residu yang ditimbulkan karena masalah rekapitulasi yang tidak tuntas bisa berdampak pada kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu. KPU bisa dituding tidak bekerja profesional karena tidak menyelesaikan masalah yang ditemukan oleh peserta pemilu dan melimpahkannya ke MK.
”Pernyataan agar peserta pemilu membawa masalah rekapitulasi suara ke MK seharusnya tidak mudah diucapkan oleh KPU karena sebisa mungkin diselesaikan saat rekapitulasi berjenjang,” kata Kaka.