Keterangan Sahroni dibutuhkan penyidik KPK untuk mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK gagal memeriksa Ahmad Sahroni sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Bendahara Umum Partai Nasdem itu tidak memenuhi panggilan KPK pada Jumat (8/3/2024) karena ada kegiatan lain. Karena itu, KPK memutuskan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Wakil Ketua Komisi III DPR tersebut.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan, Sahroni dijadwalkan dimintai keterangan oleh penyidik bersama seorang pegawai negeri sipil bernama Hotman Fajar Simanjuntak pada Jumat (8/3/2024) di gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Namun, pemeriksaan batal digelar karena Ahmad Sahroni tidak memenuhi panggilan KPK.
”Informasi yang kami peroleh, untuk Pak Ahmad Sahroni memang mengonfirmasi tidak bisa hadir karena ada kegiatan lain,” kata Ali.
Karena itu, menurut Ali, KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Sahroni. Diharapkan, Sahroni dapat hadir karena keterangannya sangat dibutuhkan oleh penyidik KPK.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri
”Kami meyakini bahwa saksi (Sahroni) akan kooperatif karena itu bagian dari proses agar lebih jelas perbuatan dari tersangka SYL (Syahrul) ini. Tinggal nanti, kan, waktunya kapan. Tetapi, kami juga pasti akan menjadwal ulang dengan mengirimkan kembali surat panggilannya,” kata Ali.
Dihubungi secara terpisah, Sahroni mengatakan bahwa ia baru menerima surat pemanggilan KPK pada Kamis (7/3/2024) malam. Ia tidak hadir memenuhi panggilan tersebut karena ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Sahroni pun mengaku sudah berkirim surat ke KPK untuk penundaan.
KPK merasa perlu memeriksa Sahroni karena dalam sidang dakwaan perkara tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/2/2024), Syahrul didakwa memeras, memotong pembayaran pegawai, dan menerima gratifikasi hingga Rp 44,5 miliar. Uang setoran dari pejabat eselon I Kementan salah satunya diberikan kepada Partai Nasdem sebesar Rp 40,1 juta.
Kami meyakini bahwa saksi (Sahroni) akan kooperatif karena itu bagian dari proses agar lebih jelas perbuatan dari tersangka SYL (Syahrul) ini.
Sebelumnya, saat KPK menahan Syahrul pada Oktober 2023, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut bahwa aliran uang ke Partai Nasdem dari kasus ini nilainya miliaran rupiah.
Terkait dengan jumlah aliran dana ke Partai Nasdem ini, Ali mengatakan, di surat dakwaan disebutkan bahwa aliran dana tersebut untuk bantuan sosial dan lainnya. Sampai saat ini, kata Ali, KPK masih terus mendalami aliran uang dari kasus dugaan korupsi ini untuk mengungkap pencucian uang yang diduga dilakukan Syahrul.
Penggeledahan
Untuk mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan Syahrul, penyidik KPK menggeledah rumah pengusaha Hanan Supangkat di Jakarta Barat, Rabu (6/3). Dalam kegiatan tersebut, penyidik KPK memperoleh beberapa dokumen dan uang tunai. Uang yang disita sekitar Rp 15 miliar dalam bentuk rupiah dan mata uang asing.
”Kami menduga (uang Rp 15 miliar) ada hubungannya dengan perkara yang sedang KPK selesaikan proses penyidikannya untuk TPPU (tindak pidana pencucian uang) tersangka SYL (Syahrul),” kata Ali.
Ia mengatakan, hasil penggeledahan tersebut akan dianalisis dan dikonfirmasi ke beberapa saksi. Ada bebeberapa dokumen dan catatan yang ditemukan terkait dengan aliran uang dari Syahrul.
Adapun Hanan pernah dipanggil KPK sebagai saksi terkait perkara ini pada Jumat (1/3). Penyidik mendalami pengetahuan Hanan terkait komunikasinya dengan Syahrul. Hanan juga dikonfirmasi mengenai informasi dugaan adanya proyek pekerjaannya di Kementan. Ali mengatakan, keterangan Hanan memperjelas dugaan pencucian uang yang dilakukan Syahrul yang pembuktiannya masih terus dilengkapi penyidik.